15 Sumur Dangkal untuk Atasi Kekeringan

Sumber:Kompas - 24 Agustus 2010
Kategori:Kekeringan

CIREBON, KOMPAS - Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk Cisanggarung telah membangun 15 sumur dangkal untuk mengatasi ancaman kekeringan di 15 desa di Cirebon, Indramayu, dan Majalengka. Namun, jumlah itu masih dinilai kurang karena wilayah rawan kekeringan mencakup 40 persen luas tiga kabupaten tersebut.

Bambang Sasongko, petugas survei dan pengawas pembangunan dan penggunaan sumur dangkal dari Forum Masyarakat Peduli Sungai, Senin (23/8), mengatakan, banyak daerah rawan kekeringan belum terjangkau fasilitas PDAM ataupun sumur dangkal. Di Kabupaten Cirebon baru sejumlah desa, seperti Munjul, Kemarang, dan Nangela di Kecamatan Greged, yang sudah bisa menikmati fasilitas sumur dangkal.

Menurut Bambang, prinsip sumur dangkal sebenarnya mirip dengan sumur biasa, hanya kedalamannya bisa mencapai 50 meter. Dengan kedalaman itu, sumur tidak cepat kering seperti sumur warga yang rata-rata berkedalaman 15-25 meter. Selain sumur, BBWS Cimanuk Cisanggarung juga membangun tangki penampung air sehingga warga desa bisa menyimpan cadangan air.

Di Nangela permintaan sumur diajukan sejak 2008. Dari empat titik yang diminta, baru satu titik yang direalisasikan. "Sumur dangkal itu, oleh warga, digunakan untuk air minum dan kegiatan pembibitan pohon," kata Bambang. Kemarau

Tahun ini warga pedesaan di pesisir utara mengatakan belum mengalami kesulitan air akibat anomali cuaca. Kemarau seharusnya berlangsung pada April-Mei, tetapi Cirebon dan Indramayu masih diguyur hujan.

Darmi (45), warga Bungko Lor, Kecamatan Kapetakan, yang hampir selalu kesulitan air bersih, mengaku khawatir dengan kondisi anomali cuaca karena kemungkinan kemarau tahun depan bertambah panjang. "Kami ingin ada persiapan. Pemerintah setidaknya bisa menyediakan sumber air bagi kami," katanya.

Menurut Darmi, warga di desanya hanya mengandalkan air sumur. Saat kemarau air sumur biasanya asin karena ada intrusi air laut. Kesulitan yang sama dialami Casmali, petani Pegagan Lor, Kapetakan, Kabupaten Cirebon. Menurut dia, setiap musim kemarau warga membeli air dari pedagang air keliling. Kondisi itu memberatkan karena warga di daerahnya rata-rata berprofesi sebagai buruh tani dan buruh serabutan yang penghasilannya minim.

Hakim, petugas pada proyek sumur dangkal, mengatakan, pembuatan sumur dangkal belum bisa dilakukan di sejumlah daerah rawan air karena anggaran minim. Daerah yang ditangani tidak hanya Cirebon, Majalengka, dan Indramayu, tetapi juga Brebes hingga Garut. Ia menyarankan pemerintah daerah setempat berpartisipasi mengembangkan dan membangun sumur dangkal bagi warga. (NIT)



Post Date : 24 Agustus 2010