2010 Tahun Terpanas

Sumber:Kompas - 13 Desember 2010
Kategori:Climate

Cancun, Minggu - Tahun 2010 merupakan tahun terpanas di berbagai belahan dunia semenjak temperatur permukaan bumi dicatat pertama kali pada 1850 oleh Badan Meteorologi Dunia. Meski demikian, Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa yang baru berakhir di Cancun, Meksiko, belum berhasil mencapai kesepakatan baru mengenai upaya menghentikan terus meningkatnya pemanasan global.

”Konferensi di Cancun baru sebatas menyelamatkan proses negosiasi perubahan iklim, tetapi belum berhasil menyelamatkan dunia dari perubahan iklim,” kata Direktur Kebijakan Iklim Greenpeace Internasional Wendel Trio, seperti dikutip Reuters, Sabtu (11/12).

Dalam konferensi yang ditutup akhir pekan lalu itu, Kepala Badan Meteorologi Dunia Michael Jarraud memaparkan data-data yang menunjukkan, di berbagai belahan dunia, tahun 2010 merupakan tahun terpanas dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Naiknya suhu permukaan bumi menjadi topik yang hangat dibicarakan dalam beberapa dekade terakhir ini.

Konferensi Perubahan Iklim di Cancun, Meksiko, telah sepakat untuk menentukan langkah-langkah sederhana guna memerangi pemanasan global dan perubahan iklim. Kesepakatan tersebut, antara lain, untuk memberi lebih banyak dana dari negara-negara kaya kepada negara-negara miskin. Namun, kesepakatan untuk memotong emisi gas rumah kaca yang lebih tinggi masih sulit dicapai.

”Dana hijau”

Kesepakatan menyangkut dana itu mencakup pemberian ”dana hijau” oleh negara-negara kaya sebesar 100 miliar dollar AS setahun pada 2020 nanti. Disebutkan, tujuannya untuk melindungi hutan tropis dan transfer teknologi energi bersih.

Pada pertemuan di Cancun juga disoroti tidak adanya kemajuan menyangkut upaya memperpanjang Protokol Kyoto. Protokol ini semula mewajibkan sedikitnya 40 negara maju (Annex-1) memotong emisi gas rumah kaca sebesar rata-rata 5,2 persen dibandingkan tahun 1990. Namun, Amerika Serikat menolak terikat kesepakatan tersebut.

Kini isu telah berkembang dengan adanya negara berkembang China dan India yang menjadi emiter terbesar, selain Amerika Serikat. Negara-negara maju menuntut supaya China dan India diwajibkan pula memotong emisi, seperti negara-negara maju lainnya.

Mengenai pandangan prospek Protokol Kyoto setelah 2012, hingga kini juga beragam. Negosiator China, Xie Zhenhua, mengatakan, Protokol Kyoto masih hidup. Pada Konferensi Perubahan Iklim 2011 di Afrika Selatan nanti juga harus dilakukan diskusi dan negosiasi komitmen kedua Protokol Kyoto.

Di samping itu, negara-negara seperti Jepang, Kanada, dan Rusia juga telah menyatakan untuk tidak memperpanjang Protokol Kyoto. Negara-negara tersebut menghendaki kesepakatan baru yang mengikat Amerika Serikat, China, dan India dikenai kewajiban memotong emisinya. (AFP/Reuters/NAW)



Post Date : 13 Desember 2010