Kebocoran Air, DKI Rugi Miliaran

Sumber:tempo.co - 7 November 2014
Kategori:Air Minum
Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta (PAM Jaya) mencatat tingkat kebocoran air bersih (Non-Revenue Water/NRW) di wilayah Jakarta masih berada pada kisaran 40 persen. Angka itu nyaris tidak berubah dari tahun ke tahun. Bahkan, sampai Oktober 2014, kebocoran air mencapai 42 persen.

Direktur Utama PAM Jaya Sri Widyanto Kaderi mengatakan persentase kebocoran air di Ibu Kota sangat buruk dibandingkan dengan rata-rata persentase kebocoran air secara nasional. Rata-rata kebocoran air secara nasional itu sebesar 33 persen. "Angka ini jauh lebih tinggi dari batas toleransi yang ditetapkan pemerintah pusat," kata Sri di kantornya, Kamis, 6 November 2014.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 1999 tentang Batas Maksimal Kebocoran Air Bersih untuk PAM, maksimal NRW hanya 20 persen. Sri mengatakan kebocoran sebagian besar disebabkan pencurian oleh masyarakat. Ada beberapa modus yang digunakan untuk mencuri air PAM Jaya. Di antaranya, pemutusan sambungan pipa yang kemudian ditampung di sebuah bak atau hidran. Biasanya, ujar Sri, dari hidran, air tersebut disalurkan kembali ke warga untuk diperjualbelikan.

Sri mengaku telah melakukan berbagai cara untuk menekan tingkat kebocoran minimal sama dengan rata-rata nasional. Salah satunya dengan menerjunkan tim gabungan yang terdiri atas PAM, Palyja, dan Aetra untuk menindak pelaku pencurian. Selain menindak, tim juga melakukan sosialisasi terhadap warga agar tidak melakukan pencurian.

Tim gabungan yang dibentuk sejak tahun 2011 lalu telah menindak ribuan orang yang mencuri air. Beberapa orang sudah masuk bui karena perbuatan mereka itu. Namun langkah ini dinilai tidak efektif karena hukuman yang diberikan sangat ringan.

Menurut Sri, hukuman bagi pelaku pencuri air diatur berdasarkan Peraturan Daerah 11 Tahun 1993 tentang Pelayanan Air Minum. Mereka yang terbukti bersalah hanya dikurung paling lama 6 bulan dan denda maksimal Rp 50 juta. "Mereka tidak jera," kata Sri.

Karena itu, Sri berencana mengajukan revisi aturan tersebut. Ia ingin pelaku dijerat dengan hukuman yang berat. Pelaku, kata dia, bisa juga dijerat dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup. Dengan aturan itu, pelaku bisa didenda sampai Rp 10 miliar.


Post Date : 07 November 2014