Kota Akrab Air Tak Hanya untuk Jakarta

Sumber:Kompas - 05 Februari 2014
Kategori:Banjir di Jakarta
JAKARTA, KOMPAS — Penanganan masalah banjir dengan mengadopsi kota akrab air tidak hanya berlaku untuk Jakarta. Solusi ini juga bermanfaat untuk penanganan kota-kota di Indonesia yang memiliki kerentanan banjir demi kepentingan jangka panjang.

”Kebijakan normalisasi sungai-sungai di Jakarta untuk mengurangi risiko banjir memang diperlukan. Tetapi, itu harus diikuti kebijakan menjadikan kota ini sebagai kota yang akrab air,” kata peneliti pada Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jan Sopaheluwakan, Selasa (4/2), di Jakarta.

Secara alamiah, Jakarta menjadi panggung kerawanan dan ketahanan terhadap banjir. Jakarta berada di antara pantai utara Jawa dan gunung-gunung yang meliputi Gunung Salak, Pangrango, dan Gede.

Ada 13 sungai melintasi Jakarta. Ini menunjukkan bahwa Jakarta sebagai kota delta. Sebagaimana kota lainnya, Jakarta juga menanggung permasalahan kota delta yang mencakup permasalahan tekanan ruang akibat pertambahan penduduk dan sarana peradabannya.

Permasalahan lain adalah kerentanan ancaman banjir, keterbatasan ketersediaan air bersih, infrastruktur yang lemah, erosi atau abrasi pantai, serta penurunan kualitas lingkungan dan menghilangnya keanekaragaman hayati atau biodiversitas.

”Kota akrab air mengikuti kehendak alam yang memberikan ruang parkir air,” kata Jan.

Parkir air

Beberapa wilayah Jakarta Utara, yang sebelumnya menjadi daerah parkir air sebelum masuk ke laut, sekarang beralih fungsi menjadi permukiman dan industri. Menurut Jan, lokasi seperti inilah yang membutuhkan perancangan sebagai kota akrab air dengan dilengkapi infrastruktur permukiman yang maju, seperti akses transportasi dan rumah tinggal susun.

Saat ini, tingkat kepadatan penduduk Jakarta mencapai 270 penduduk per hektar dengan area tempat tinggal 43.550 ha atau 65 persen luas Jakarta. Tingkat kepadatan ini masih bisa dikelola seperti Singapura yang memiliki kepadatan 497 penduduk per ha, tetapi hanya menempati 8.040 ha atau 12 persen dari luas negara kota tersebut.

Arkeolog Universitas Indonesia (UI) Hasan Djafar mengingatkan, peradaban Jakarta tak ubahnya peradaban masa Kerajaan Tarumanegara di delta Sungai Citarum, Karawang, Jawa Barat. Berbagai upaya untuk penanggulangan banjir ditempuh pada masa abad IV, seperti penggalian untuk sodetan sungai.

”Peradaban Tarumanegara diperkirakan juga hancur akibat banjir Sungai Citarum. Jakarta pun bisa demikian jika terjadi salah kelola,” kata Hasan.

Menurut Jan, kota akrab air merupakan fenomena kota global. Namun, ada perbedaan pembangunannya.

”Kota akrab air di Jakarta dirancang setelah bencana banjir, sedangkan kota akrab air di negara-negara maju ditata sebelum ada bencana,” kata Jan. (NAW)


Post Date : 05 Februari 2014