Pemkot Janjikan Kali Angke yang Bersih dan Indah

Sumber:Kompas - 20 Februari 2013
Kategori:Lingkungan
Jakarta, Kompas - Wakil Wali Kota Jakarta Barat H Sukarno berjanji akan memperbaiki dan memperindah Kali Angke dari kawasan Pesing Poglar hingga kawasan Perniagaan.

”Kami akan berkoordinasi dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Utara karena salah satu jalan yang mengapit Kali Angke berada di wilayah Jakarta Utara,” tuturnya, di Jakarta, Selasa (19/2).

Kondisi Kali Angke, seperti pada Selasa kemarin, sebagian airnya penuh polutan hitam. Di sebagian ruas kali juga menumpuk sampah dan eceng gondok.

Di tepian Kali Angke, di sisi Jalan Pesing Poglar, berderet dan berdesak-desakan gubuk dan bangunan liar lain. Sukarno mengakui, deretan bangunan liar di wilayah Jakarta Utara ini menjadi salah satu sumber sampah Kali Angke.

”Para juri Adipura sering menganggap bagian kumuh ini bagian Jakbar. Kami sering mendapat hambatan merebut Adipura di Kali Angke,” tutur Sukarno.

Etalase Jakbar

Budayawan Yapi Tambayong alias Remy Silado berpandangan, sebenarnya Kali Angke bisa menjadi etalase Jakbar yang membanggakan.

”Kalau mau dirunut, rekaman sejarah Batavia itu berawal dari Kali Angke ke Kota Tua. Bayangkan jika kali ini bisa dipulihkan seperti dulu sehingga bisa dilalui perahu-perahu tradisional. Bayangkan jika tradisi Imlek, Cap Gomeh, Ramadhan, Idul Fitri ala Betawi Pekojan, pecinan di tepian Langgar Tinggi, bisa dihidupkan lagi, lengkap dengan penganan, musik, dan tontonannya,” ujarnya.

Langgar Tinggi dibangun pada 1833 di lingkungan RT 002 RW 001, Kelurahan Pekojan, Tambora.

Kali Angke adalah sodetan terusan Kali Mookervart. Kali ini diapit Jalan Pesing Poglar dan Jalan Tubagus Angke. Kali ini, menurut Remmy, sangat berpotensi sebagai kawasan wisata sejarah, budaya, dan air.

Setelah situasi politik di Banten semakin memanas akibat konflik internal Kesultanan Banten, Gubernur Jenderal Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) Jan Pieterszoon Coen memindahkan armadanya ke Batavia. Pemindahan juga dilakukan melalui Kali Mookervart-Kali Angke.

Pada Oktober 1740, Kali Angke menjadi tempat pembuangan ribuan mayat saat terjadi pemberontakan China terhadap VOC. Itu sebabnya para pemukim China di sekitar Kali Angke menyebutnya sebagai Kali Merah atau Kali Berdarah yang dalam bahasa Hokian, China, adalah ang-ke.

Akan tetapi, menurut pengamat Jakarta, Adolf Heuken SY, sebutan Angke sudah terdengar sejak Sultan Banten mengerahkan 4.000 tentaranya menyusur Rivier van Angkee memasuki Jayakarta pada 22 Desember 1619.

Hingga kini, di sebagian tepian jalan yang mengapit Kali Angke masih berdiri ratusan bangunan cagar budaya berarsitek China, Arab, Belanda, dan campuran. (WIN)

Post Date : 20 Februari 2013