"Deep Tunnel" Bisa Suplai Air Baku Hingga 12.000 LPS

Sumber:beritasatu.com - 17 Maret 2013
Kategori:Air Minum
Untuk mengatasi kekurangan air baku pada masa mendatang, pembangunan deep tunnel atau terowongan multiguna yang direncanakan Pemprov DKI disiapkan untuk dapat menyuplai kebutuhan air baku hingga 12 ribu liter per second (LPS).

Pengamat air perkotaan dari Universitas Indonesia (UI) Firdaus Ali mengatakan, ancaman banjir pada musim hujan masih menghantui warga Jakarta. Saat bersamaan pula masyarakat Jakarta terus menghadapi krisis kelangkaan air bersih. Bukan hanya karena tingkat kebocoran air yang masih tinggi, tetapi juga karena semakin terbatasnya suplai air baku dari sumber utamanya, yaitu Waduk Jatiluhur.

Sementara, kondisi 13 sungai yang mengalir membelah wilayah Jakarta saat ini berada dalam kondisi sangat tercemar. Sehingga tidak dapat dimanfaatkan sebagai sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan air bersih.

"Karena masih relatif rendahnya cakupan layanan air bersih perpipaan, yang saat ini dua operator baru mampu melayani 44 persen dari total penduduk, maka timbul masalah serius lain dengan manajemen sumber daya air (SDA) di perkotaan secara keseluruhan. Yaitu, eksploitasi cadangan air tanah, khususnya air tanah dalam yang menyebabkan penurunan permukaan air tanah. Akibat penurunan muka tanah, menimbulkan percepatan intrusi air laut," kata Firdaus Ali, Jakarta, Minggu (17/3).

Untuk mencegah pemakaian air tanah dalam secara berlebihan guna memperlambat penurunan muka tanah, Firdaus menilai, rencana Pemprov DKI membangun deep tunnel merupakan langkah yang tepat. Deep tunnel dapat menyediakan air baku dari 4.000 hingga 12.000 lps.

"Kalau dibangun sampai selesai, setidaknya kita bisa mempunyai suplai air baku dari 4 ribu hingga 12 ribu lps dari deep tunnel," ujarnya.

Deep tunnel merupakan suatu sistem teknologi terowongan dan reservoir air bawah tanah yang terintegrasi untuk mengatasi masalah banjir, kelangkaan air baku, dan penanganan limbah cair perkotaan. Serta merupakan manajemen dan konservasi air tanah yang dipadukan dengan upaya penanganan kemacetan lalu lintas.

"Kalau saya mau bikin waduk atau kanal, ngapain saya repot-repot bikin ke atas. Saya bikin ke bawah saja. Memang satu unit membangun ke bawah, cost (biaya) mencapai tiga kali cost bangun diatas. Bahkan bisa sampai 5 kali. Tapi, kalau bangun di atas, selain biaya lahannya yang mahal, juga menimbulan masalah fisik dan sosial. Karena sangat sulit melakukan pembebasan lahan di Jakarta," tutur mantan anggota Badan Regulator PAM itu.

Firdaus menegaskan pembangunan deep tunnel sangat mungkin dilakukan di Jakarta. Banyak pihak yang mengatakan kondisi geologi tanah di Jakarta tidak memungkinkan dibangun deep tunnel. Kondisi geologi tanah di Jakarta ada tiga jenis yaitu tanah keras, tanah lembek, dan kompos. Untuk menangani hal itu, hanya membutuhkan penggunaan teknologi yang tepat.

"Penggunaan teknologi yang tepat untuk ketiga jenis tanah itu [bisa membantu]. Misalnya, untuk tanah kompos, bisa digunakan liquid nitrogen, yaitu membekukan kompos hingga lebih keras dari baja, kemudian di bor. Artinya, kita tidak perlu khawatir karena ada teknologi yang tepat," paparnya.

Begitu juga dengan gempa, sambungnya. Jakarta harus belajar dari negara Jepang yang selalu dilanda gempa dua kali sehari. Tetapi Jepang mampu membangun terowongan bawah tanah terbanyak di dunia dan tahan dari gempa hingga skala 10 richter.

"Negara mana yang sehari dilanda gempa sampai dua kali? Jepang. Terowongan mana yang terbanyak? Ya, Jepang. Kalau ada [orang] yang bilang soal deep tunnel tidak mungkin, maka dia menutup lahirnya solusi untuk negara kita," paparnya.

Wakil Direktur PT Palyja Herawati Prasetyo mengakui kerap kali pihaknya mengalami kekurangan air baku. Karena suplai air baku yang mengalir ke Palyja, sebanyak 61 persen suplai air baku berasal dari Waduk Jatiluhur. Pada musim kemarau, debit air di waduk tersebut akan menurun, sehingga suplai air baku untuk diolah air bersih pun turut menurun. Akibatnya, mengganggu distribusi air bersih ke pelanggan palyja.

"Suplai air baku Palyja memang sangat tergantung dari waduk Jatiluhur. Jadi kalau debit air di waduk itu menurun, volume air baku yang kami terima turut menurun," ujarnya.



Post Date : 18 Maret 2013