MCK dan Air Bersih Jadi Sumber Keceriaan Warga

Sumber:KOMPAS.com - 27 November 2014
Kategori:Sanitasi
Keceriaaan dan kelegaan tampak pada wajah-wajah warga yang keluar dari bangunan dua lantai di Kampung Bustaman, Kelurahan Purwodinatan, Semarang. Orang dewasa ataupun anak-anak mengembangkan senyumnya. Semua bahagia karena punya pengalaman baru buang hajat di ruang tertutup dengan aliran air bersih.

“Ya sumringah karena sudah lega. Tidak lagi kelihatan orang karena nggak di kali (sungai) yang airnya kotor,”ujar Mas Pri (32) salah seorang warga,usai keluar dari salah satu bilik WC Mandi Cuci Kakus (MCK) plus yang dikelola Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Pangrukti Luhur.

Berbeda dengan rumah-rumah kecil yang memenuhi gang selebar dua meter, bangunan berwarna hijau seluas 14x8 meter persegi itu tampak bersih dan terawat. Lantai dasar bangunan tersebut digunakan sebagai MCK, sedangkan lantai atas dipakai mengaji anak-anak. Tak heran bila tempat itu kini menjadi tujuan warga.

Kehadiran MCK rupanya mampu mengubah kebiasaan dan kehidupan warga setempat. Warga yang biasanya mandi dan buang air besar (BAB) di sungai berair kotor, kini punya tempat yang lebih pribadi untuk melakukan kegiatan tersebut. Selain itu, limbah dari MCK juga diolah menjadi biogas untuk memasak.

Pengelola MCK Plus KSM Pangrukti Luhur, Sugiyono (45) mengatakan,bangunan MCK itu sebenarnya bangunan kuno peninggalan zaman Belanda. Saat Belanda berada di Semarang, tempat itu memang sudah dimanfaatkan menjadi WC umum. Namun kemudian tidak terawat dan dibiarkan terbengkalai. Sampah dan kotoran membludak saat hujan, dan meluber di jalanan dan rumah-rumah warga.

“Karena kondisinya begitu, warga tidak mau pakai. Lebih milih di sungai saja.Kalau kebelet pas siang hari ya kelihatan orang. Setelah MCK ini diperbaiki, warga tidak lagi ke sungai, malu,”ujar Sugiyono yang ditemui pada Jumat (21/11/2014).

Kini, meski harus merogoh kocek untuk BAB atau mandi, namun warga mengaku senang karena keberadaan MCK itu menjadikan lingkungan lebih bersih dan sehat. Di tempat itu ada enam ruang untuk WC dan empat bilik kamar mandi. Tarif yang dikenakan yakni Rp400 untuk ke WC dan Rp400 untuk mandi. Ada juga paket hemat Rp600 untuk sekali mandi plus BAB.

Keberadaan MCK plus ini untuk melayani tiga kampung, Pekojan, Bustaman dan Gedongmulyo dengan jumlah warga sekitar 150 kepala keluarga. Pengelolaan melalui KSM dengan anggota 9 orang dari warga dan berganti setiap tiga tahun sekali.

Tarif yang dikenakan tidak pernah berubah sejak awal tempat ini difungsikan. Dalam sehari, operator akan setor uang sekitar Rp80 ribuyang digunakan untuk biaya perawatan, gaji penjaga dan kebutuhan warga lainnya. Terdapat dua orang operator di tempat yang buka selama 24 jam itu.

“Uangnya juga kembali ke warga, jadi tidak ada yang keberatan. Jika ada yang meninggal ada dana santunan dari hasil uang ini. Jika penerangan jalan mati juga diganti dengan uang hasil dari sini. Semua pendapatannya dikembalikan pada warga untuk keperluan kampung,”ujar Sugiyono.

Adapun keberadaan MCK ini tidak lepas dari hadirnya air bersih. Dahulu warga memanfaatkan sumur umum untuk semua keperluan rumah tangganya. Banyaknya warga yang mengandalkan satu sumur, membuat antrean menumpuk sehingga sebagian warga kembali lagi ke sungai. Kini, ada sumur baru yang dibuat di dekat bangunan MCK untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus.Banyaknya kran membuat warga lebih mudah mendapat air.

Sementara, di sudut bangunan terdapat ruangan yang tersambung dengan pipa dan menghasilkan biogas. Di dalamnya ada kompor sederhana, namun memiliki api biru yang bisa digunakan untuk memasak. Dalam sehari, kompor bisa dimanfaatkan sekitar empat hingga lima jam oleh warga untuk memasak.Air yang digunakan memasak adalah air PDAM yang juga disediakan.

Di bawah lantai dibangun instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dengan sistem yang mudah dibuka tutup untuk pengontrolan dan pemeliharaan. Menggunakan sistem ini, limbah diolah agar bisa dipakai untuk keperluan lain, misalnya pemupukan.  

Pengelolaan

Data terakhir dari Indonesia Urban Water Sanitation and Hygiene (IUWASH) sudah ada 104 sarana sanitasi yang dibangun. Jumlah tersebut terbagi atas Sanimas 63 unit, dari Urban Sanitation and Rural Infrastructure (USRI) sebanyak 74 unit, Sanitasi lingkungan berbasis masyarakat (SLBM) 12 unit dan sanitasi APBD sebanyak 9 unit.

Yudi Wijanarko dari IUWASH regional Jawa Tengah menyebutkan pihaknya pernah melakukan kegiatan assessment pada 63 sanitasi komunal eksisting yang ada di Kota Semarang pada 2013. Jumlah tersebut digunakan untuk 4.455 orang yang berada di lingkungan padat dengan kelompok sosial ekonomi miskin.

Dari jumlah itu sebanyak 80,4 persen WC dimanfaatkan dengan baik dari total jumlah 281 ruang WC. Dan dari 63 lokasi diketahui 41 persen sarana dikelola KSM dan 46 persen tanpa KSM sedang sisanya tidak diketahui pengelolaannya. Sarana tanpa KSM biasanya dikelola oleh pihak RT atau warga sekitar. Dari jumlah sarana yang memiliki KSM, 65 persen memiliki pembukuan yang baik.

Yudi menuturkan dari hasil assessment tersebut diketahui kondisi sosial masyarakat rupanya sangat berpengaruh dalam menjaga, merawat, dan memanfaatkan sarana sosial seperti sarana sanitasi. “Semakin baik nilai komponen sosial, maka akan semakin baik pula sarana sanitasi komunal yang ada,”ujarnya.

Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengakui masalah sanitasi dan air bersih masih menjadi pekerjaan rumah pemkot Semarang. Meski begitu pihaknya terus berupaya untuk memperbaiki kondisi demi mewujudkan masyarakat sehat dan sejahtera. Seperti halnya dengan adanya aturan terkait perumahan dimana pengembang wajib mendirikan IPAL komunal utamanya untuk perumahan dengan lebih dari 100 rumah. Ketentuan ini juga berlaku untuk semua usaha komersial seperti perhotelan dan mal.

Berdasarkan catatan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), sudah ada 104 IPAL di seluruh wilayah Semarang. Pada 2014 ditargetkan dibangun lagi di 78 lokasi dan 2015 di 50 lokasi. Dari data tersebut diketahui sebanyak 64 persen warga sudah terlayani sanitasi dengan baik, dan 36 persen lainnya belum terlayani.

Di wilayah yang sudah dibangun IPAL komunal, Hendrar Prihadi berharap agar masyarakat juga bersinergi untuk melakukan pengelolaan dengan baik. “Partisipasi masyarakat tentunya diharapkan agar apa yang sudah dibangun tetap baik dan bermanfaat,”ujarnya.



Post Date : 28 November 2014