Kisah Warga Australia Memperbaiki Toilet di Mongolia

Sumber:detiknews.com - 19 November 2014
Kategori:Sanitasi
Tanggal 19 November diperingati sebagai Hari Toilet Dunia, sebuah pengingat bahwa 2,5 milyar orang di seluruh dunia tak memiliki akses sanitasi yang layak. Warga Australia, Sam Barnes, menjadi relawan lembaga PBB UNICEF di Mongolia, yang akses toiletnya cukup langka.

PBB memperkirakan, satu orang anak meninggal dunia tiap 20 detik sebagai akibat dari sanitasi yang buruk, dan menyebut bahwa akses sanitasi, praktek higienitas yang baik dan suplai air bersih bisa menyelamatkan nyawa 1,5 juta anak tiap tahunnya.

Relawan Australia untuk Pembangunan Internasional, Sam Barnes, baru-baru ini kembali dari penugasan 12 bulannya dengan lembaga PBB 'UNICEF' sebagai pelaksana program Air, Sanitasi, dan Higienitas (WASH) di Mongolia. Sam membagi apa yang ia pelajari tentang manfaat perbaikan sanitasi di provinsi Khuvsgul, Mongolia.


Tekad untuk pergi keluar dan menghadapi suhu 50 derajat celcius seketika luntur ketika saya hendak menggunakan toilet...sebentar..apa saya benar-benar menerima penugasan ini?

Hari ini adalah malam musim gugur di utara Mongolia ketika saya, dengan senter di kepala, terjebak di atas tanah yang tertutup salju hingga berdiri di atas jamban luar ruang yang apa adanya demi memenuhi panggilan biologis.

Di bawah suhu minus 25 derajat, saya cepat-cepat menyelesaikan rutinitas saya itu dan kemudian saya terhenyak melihat anak-anak di desa Khakh mengalami masalah ini tiap harinya.

Ketika kembali ke kamar asrama saya yang hangat, jantung saya semakin berdebar ketika menyadari bahwa ini bahkan belum masuk musim dingin – suhunya masih bisa turun 20 derajat lagi sebelum fase cuaca dingin terparah berlangsung bulan Januari.

Tak hanya lubang licin dan beku yang mengancam kesehatan dan higienitas, namun musim panas yang akan datang juga menyebabkan kerusakan besar. Ketika tanah mulai melunak, jamban jongkok yang dibangun asal-asalan dan ditopang oleh dasar yang beku selama musim dingin, bisa tenggelam dan hancur. Pikiran bahwa seorang anak bisa saja terjebak dalam toilet dengan closet jongkok rusak yang ambles benar-benar menakutkan.


Untungnya, proyek WASH UNICEF yang saya lakukan menolong memperbaiki kondisi air dan sanitasi di beberapa sekolah desa di utara Mongolia. Tapi membawa toilet luar ruang ke dalam bukanlah perkara mudah. Harus ada pasokan air, fasilitas dalam ruang, sistem kebal infeksi dan koneksi yang terkait. Yang terpenting, komponen-komponen ini tak boleh beku selama 7 bulan atau lebih ketika suhu udara di bawah 0 derajat.

Ini adalah tantangan yang membutuhkan solusi inovatif. Solusi yang higienis, berbiaya rendah, dan cukup sederhana untuk dirawat oleh staf perawatan sekolah. Melihat iklim yang serupa dengan Kanada sebenarnya memberi sedikit kelegaan karena masalah udara beku di sana bisa ditangani menggunakan teknologi canggih dan solusi berbiaya tinggi.

Namun untungnya, ada cara lenih murah untuk mengatasi dampak musim dingin, seperti memendam pipa di bawah garis beku, ruang penyimpan air panas, dan membangun pipa air yang anti-kering ketika tak dipompa.

Pentingnya membawa toilet ke dalam sekolah memberi banyak manfaat. Toilet dalam ruang tak hanya memperbaiki higienitas, tapi juga mengurangi insiden penyakit yang disebabkan oleh air, batuk dan flu, dan ketidakhadiran murid. Memiliki tempat yang aman dan nyaman untuk menggunakan toilet, mendorong para murid untuk minum air.

Saat ini, banyak anak-anak mendehidrasi diri mereka sendiri untuk menghindari penggunaan jamban, hingga kerusakan tingkat konsentrasi mereka. Toilet yang bersih dan aman juga meningkatkan privasi dan harga diri, khususnya penting bagi remaja perempuan.


Di Tarialan, sekitar 200 kilometer di timur Khankh, hasil dari tahap pertama proyek UNICEF sudah bisa dilihat. Berbicara dalam bahasa Mongolia saya yang sangat terbatas ke beberapa murid asrama tentang fasilitas dalam ruang mereka yang baru, para murid itu menjelaskan bahwa kini mereka bisa mandi dua kali seminggu ketimbang mengumpulkan salju untuk dipanaskan agar bisa mandi dua minggu sekali.

“Sekarang wajah tiap orang bersih!,” ujar Khaliunaa yang berusia 13 tahun. Wajahnya berseri-seri, “Dan saya suka toilet yang baru karena saya tak harus pergi ke luar di malam hari ketika cuaca dingin, gelap dan menakutkan!”

Bahkan yang lebih penting lagi, Direktur Sekolah Tarialan merasakan antusiasme kami untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap pentingnya higienitas dan sanitasi. Sembari mengajarkan saya permainan khas Mongolia, ia mengatakan kepada saya betapa bangganya ia akan peranan kelompok kesehatan sekolahnya dalam mempromosikan higienitas. Guru-gurunya mengintegrasikan pelajaran tentang higienitas ke dalam kurikulum setelah mengikuti kursus kampanye higienitas UNICEF, dan ia memastikan bahwa anggaran sekolah menjamin pendanaan yang cukup bagi perawatan berkala bagi fasilitas tersebut.

Menyaksikan sendiri manfaat toilet dan mandi di sekolahnya, Direktur Tarialan tak ingin para muridnya kembali menggunakan toilet luar ruang yang beku dan berbahaya. Ini benar-benar sebuah kemajuan, dengan sekolah yang mengambil alih kepemilikan dan tanggung jawab atas fasilitas baru tersebut.

Tantangannya kini, membuat Pemerintah Mongolia mereplikasi model ini ke seluruh sekolah di negara itu.

(Sam kini telah kembali ke Australia dan bekerja sebagai insinyur desain air dan sanitasi. Ia mengatakan, pengalamannya di Mongolia memberinya masukan berharga mengenai sistem WASH di negara berkembang, dan membantunya menghargai kehidupan di Australia).


Post Date : 19 November 2014