Penyedotan Air Tak Terkendali

Sumber:Kompas - 25 Maret 2014
Kategori:Air Minum
JAKARTA, KOMPAS —  Lantaran terbatasnya layanan air bersih dari jaringan pipa, penyedotan air tanah belum dapat dikendalikan. Selain perlu perangkat hukum, penghentian penyedotan air tanah harus diikuti penambahan cakupan layanan air bersih. Namun, kedua hal ini belum terwujud di tengah polemik pembelian aset operator air bersih.

Jakarta Utara menjadi wilayah paling rentan terhadap gangguan suplai air bersih. Selain tekanan yang kurang, pasokan kerap terganggu saat banjir. Dengan alasan itu mereka membuat sumur. Cara serupa ditempuh pengelola gedung dan perkantoran.

Sejumlah warga di Semper Barat, Sukapura, dan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Senin (24/3), menyatakan, air kadang tidak mengalir atau mengecil debitnya pada siang hari. Ketua RW 009 Semper Barat Nanang Suwardi (49) mengatakan, mayoritas warganya memiliki tandon untuk menampung air di malam hari.

Kepala Kantor Perencanaan Pembangunan Kota Jakarta Utara Trityatmo Bowolaksono menambahkan, selain memperbaiki layanan, operator air bersih harus menambah cakupan layanan.

”Sementara ini belum ada perangkat aturannya,” ujarnya.

Rencana menghentikan izin pembangunan sumur air tanah dilontarkan Wali Kota Jakarta Utara Heru Budi Hartono dalam musyawarah perencanaan pembangunan tingkat kota Senin pekan lalu. Pasalnya, penyedotan air tanah dinilai berlebihan dan berdampak buruk pada lingkungan, antara lain penurunan muka tanah yang memicu banjir dan genangan. Sementara penerimaan pajak dianggap tak signifikan jumlahnya.

Indonesia Water Institute (IWI) memperkirakan air tanah yang disedot di seluruh wilayah DKI Jakarta mencapai 248 juta meter kubik per tahun. Namun, air tanah yang dibayar pajaknya hanya sekitar 8,9 juta meter kubik per tahun.

Sambungan baru

Sekretaris Perusahaan PT Aetra Air Jakarta Priyatno Bambang Hernowo menyatakan, pihaknya terus menambahkan jaringan air bersih melalui pipa. Sampai akhir 2013, jaringan diperkirakan menjangkau sekitar 68 persen wilayah cakupan, antara lain di sebagian Jakarta Utara dan Jakarta Timur. Namun, sambungan pelanggan baru hanya sekitar 58 persen.

”Tahun lalu, sekitar 10.000 sambungan baru, tetapi kami memutus sekitar 5.000 sambungan karena menunggak bayar beberapa bulan. Tahun ini, kami menargetkan sekitar 11.000 sambungan baru. Kami menuju ke arah itu (mendukung rencana larangan penyedotan air tanah),” ujarnya.

Menurut Priyatno, operator air bersih bersama Badan Pengelola Lingkungan Hidup, Badan Regulator, PAM Jaya setiap bulan menyurvei konsumsi air tanah. Upaya ini untuk menekan penyedotan air tanah dan mengoptimalkan konsumsi air perpipaan. ”Kini sebenarnya belum ada larangan menyedot air tanah, tetapi pihak yang diketahui melakukannya dikenai disinsentif,” ujarnya.

Krisis air

Krisis layanan air dari jaringan pipa ini semakin membebani warga, terutama bagi mereka yang tinggal di wilayah dengan kualitas air tanahnya buruk. Sementara percepatan penambahan air baku sangat timpang dibandingkan pertambahan jumlah penduduk DKI Jakarta.

Artinya, selama kondisi ini tidak berubah, penyedotan air tanah semakin besar sehingga memperburuk dampak ekologis.

Anggota Dewan Sumber Daya Air DKI Jakarta, Firdaus Ali, mengingatkan, beban warga harus segera diakhiri. Bukan hanya itu, dampak krisis ini semakin memperparah kondisi ekologis Ibu Kota.

”Dalam 20 tahun terakhir, DKI gagal menambah pasokan air baku. Sementara kerja sama dengan operator berhasil meningkatkan jumlah sambungan dari 347.000 menjadi 807.000 sambungan. Di sini kita perlu menanyakan keberpihakan pemerintah,” kata Firdaus.

Menurut Firdaus, pemerintah pusatlah yang paling bertanggung jawab meningkatkan air baku di Jakarta. Hal ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Beberapa rencana penambahan air baku yang belum terwujud antara lain pembangunan Waduk Karian dan normalisasi Saluran Tarum Barat, pembangunan sifon Bekasi yang meleset dari target, dan rencana pembangunan waduk di Bogor yang sudah ada sejak 1993. Adapun proyek normalisasi Kali Ciliwung, yang diharapkan dapat menjadi alternatif penambahan air baku, berjalan sangat lamban. (MKN/NDY)

Post Date : 25 Maret 2014