Relokasi Warga, Syarat Normalisasi Sungai

Sumber:Kompas - 03 Februari 2014
Kategori:Banjir di Jakarta
JAKARTA, KOMPAS — Dalam upaya membebaskan Jakarta dari banjir, sudah saatnya diterapkan manajemen air dari hulu ke hilir. Karena itu, proyek normalisasi Kali Ciliwung yang siap dilaksanakan pemerintah pusat dan DKI Jakarta tahun ini dinilai lebih realistis dibandingkan membuat waduk-waduk baru dengan pendekatan proyek.

Konsekuensinya, paling tidak sekitar 70.000 keluarga yang selama ini mendiami bantaran Kali Ciliwung, khususnya di wilayah Jakarta, harus direlokasi. Dibutuhkan rekayasa sosial yang jitu, termasuk menyiapkan permukiman baru.

Keterangan yang dihimpun sepekan terakhir menyebutkan, konsep (trase) Kali Ciliwung sudah final. Trase ini menjadi acuan proyek pelebaran kali untuk meningkatkan kapasitas tampung. Kali Ciliwung menurut rencana dilebarkan menjadi 35-50 meter ditambah jalan inspeksi 7,5 meter di dua sisi.

Sungai sepanjang 120 kilometer dari Puncak, Bogor, Jawa Barat, tersebut bermuara di Jakarta Utara setelah berkelok melewati Depok, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Pusat. Lebar sungai tersebut kini bervariasi akibat menjamurnya hunian penduduk di bantaran.

Di Depok, Ciliwung masih selebar 10-15 meter. Begitu masuk wilayah DKI, lebarnya menciut hingga posisi ekstrem 5 meter. Kondisi ekstrem ini antara lain di Kampung Melayu, Jakarta Timur, dan Cikini, Jakarta Pusat.

Pemprov DKI akan mengawali proyek normalisasi Ciliwung di Kampung Pulo, Jakarta Timur. Kawasan ini dinilai paling parah kondisinya dan memerlukan penanganan cepat. Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Tata Ruang Sarwo Handayani mengatakan, warga di kawasan itu akan direlokasi ke rumah susun sewa yang disediakan pemerintah.

”Normalisasi akan dilaksanakan di Kali Ciliwung mulai dari ujung perbatasan Depok hingga Manggarai. Namun, sekarang kami prioritaskan di Kampung Pulo dahulu. Kami sedang mengusahakan terus tempat relokasi warga agar normalisasi berjalan cepat,” kata Yani, Rabu (29/1).

Kampung Pulo, Kampung Melayu merupakan kawasan yang paling parah tiap banjir tiba. Berkali-kali pemerintah menawarkan kepada warga agar pindah ke rusunawa. Pendekatan pemerintah kepada warga terkait rencana relokasi kini masih berlangsung. Tahap pertama, pemerintah menyiapkan 375 warga direlokasi ke rumah susun Komarudin, Jakarta Timur. Gubernur DKI Joko Widodo mengatakan, sisi kanan-kiri sungai dan kanal banjir harus jadi jalan inspeksi. ”Tahun ini dimulai dari Kampung Pulo dan Kalibata,” ujar Jokowi.

Penertiban secara bertahap sudah dimulai 2013 di sisi Kanal Barat di Kelurahan Petamburan, Kecamatan Tanah Abang. Bangunan-bangunan di sisi Kanal Barat di Petamburan mulai dibongkar. Bagian yang telah dibersihkan dari warung dan bangunan liar telah disulap menjadi trotoar dan taman sepanjang 200-an meter.

Wali Kota Jakarta Pusat Saefullah menyatakan, penataan jalan inspeksi yang bersisian dengan Kanal Barat menjadi prioritas. Seluruh bangunan liar yang ada di jalan inspeksi akan dibongkar untuk mengembalikan fungsi jalan inspeksi. Pada tahun ini penataan diprioritaskan dari pintu air Karet hingga jembatan Tanah Abang. ”Dari pintu air Karet sampai jembatan Tanah Abang tidak boleh ada hunian,” ujarnya.

Koordinator Tim Pengendalian Banjir Komunitas Ciliwung Sahroel Polontalo mengatakan, menormalisasi Ciliwung tak cukup dengan mengeruk, memperlebar palung sungai, apalagi menurap. Kecenderungan kota-kota besar dunia saat ini, menurut Sahroel, adalah mengembalikan kondisi sungai seperti semula.

Langkah yang harus diambil, antara lain, adalah mengembalikan vegetasi sungai serta membebaskan sempadan dari permukiman. Selain itu, debit air yang jatuh ke sungai pun dikurangi dengan menata area tangkapan air.

Masalahnya, menurut pemantauan Kompas, di beberapa titik di kawasan hulu Ciliwung, seperti di Gunung Pasir, Depok, meskipun sebagian wilayah pinggiran sungai masih hijau dengan vegetasi alamiah yang baik, okupasi lahan terus terjadi.

Beberapa pengembang mengambil sempadan sungai untuk lahan komersial. ”Dalam PP Nomor 38 Tahun 2011 sempadan sungai adalah tanah milik negara, dan tidak boleh ada bangunan apa pun di tempat itu,” kata Sahroel.

Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, menyambut baik rencana normalisasi sungai. Ia menegaskan, lebih baik menormalisasi sungai dan mengoptimalkan waduk dan situ-situ yang sudah ada daripada membuat waduk yang baru seperti yang diwacanakan pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta.

”Beberapa hal yang sering diabaikan pemerintah dalam penanganan banjir, antara lain, perbaikan drainase, normalisasi kali, normalisasi waduk/situ, tidak adanya audit tata ruang, dan belum maksimalnya rekayasa sosial,” kata Nirwono.

Ahli hidrologi dari Universitas Indonesia, Firdaus Ali, mengingatkan, sebanyak 204 situ yang ada di Jabodatabek selama ini tidak terurus dengan baik. Kalau diurus, paling tidak 20 juta meter kubik air bisa tertampung.(MDN/NEL/NDY/JOS/BRO/RWN/PIN/A12/A13)


Post Date : 03 Februari 2014