Kisruh Swastanisasi Air Minum

Sumber:koran-jakarta.com - 22 April 2014
Kategori:Air Minum

Terus bergolaknya persoalan layanan air minum di Kota Jakarta mendorong warga turut mendesak pemerintah untuk mengambil alih pengelolaan air minum yang sudah telanjur diswastanisasi sejak tahun 1998 silam. Kini, air minum dikelola swasta, yakni PT PAM Lyonaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra). 

Sepertinya, rencana semula untuk memutuskan kontrak investasi kedua operator air minum tersebut urung dilakukan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui PAM Jaya lebih mendorong terwujudnya pengambilalihan saham bagi kedua operator tersebut.

Dengan begitu, pengelolaan air dapat dikuasai oleh Pemprov DKI Jakarta melalui BUMD, yakni PT PAM Jaya serta PT Jakarta Propertindo (Jakpro). 

Direktur Utama PT PAM Jaya, Sri Widayanto Kaderi, mengharapkan upaya operator untuk mengusahakan air bagi kalangan menengah ke bawah terus dilakukan. Karena masih ada warga yang membeli air dengan jeriken dengan harga 30 ribu untuk 20 jeriken dengan ukuran 5 liter yang dijual dorongan. Bagaimana upaya untuk menyubsidi silang dengan tarif air minum dalam kisaran 12.500 rupiah serta tarif terendah 1.050 rupiah per m3. 

“Intinya mengusahakan adanya pengolahan yang andal tetapi terjangkau terhadap masyarakat,” ungkap Sri Widayanto Kaderi dalam diskusi “Menuju Pengelolaan Air yang Andal dan Terjangkau bagi Penduduk Jakarta” yang diselenggarakan oleh Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air minum di Jakarta, baru-baru ini. 

Selama ini, menurut Sri Widayanto, PAM Jaya membayar water charge kepada Palyja dan Aetra untuk tarif terendah 1.050 rupiah per m3 itu. Apabila dalam skala keekonomisan 7.300 rupiah per m3, maka harus membayar sekitar 6.000 rupiah per m3. 

Sementara itu, Direktur Utama PT Jakarta Propertindo, Budi Karya Sumadi, mengatakan siap membeli saham Palyja. Perusahaan yang notabene sebagai perusahaan daerah wajib melaksanakan apabila ditugaskan, tidak hanya bidang air minum, tetapi juga infrastruktur lainnya untuk kepentingan masyarakat. “Jakpro dimiliki pemda, kami wajib melaksanakan apabila ditugaskan, tidak hanya air, Waduk Pluit misalnya.”

Masyarakat butuh uluran tangan BUMD yang bukan mengedepankan profit. Palyja masuk ketika pemerintahan kolaps tahun 1997 silam, untuk selanjutnya diawali dengan renegosiasi 1998. Lalu Manila Water akan masuk dan hampir sepakat, namun PAM Jaya dan Pemprov DKI Jakarta saat itu tidak setuju. 

Perkembangan terakhir, tambah Budi, kini Jakpro mendapat mandat melakukan akuisisi Manila Water setelah pertimbangan aspek kompleks. Perjanjian business to business dipandang cara efisien agar segera memberikan layanan kepada masyarakat. 

“Kami coba perhatikan konsep masyarakat dan tujuan, penggugat. Jakpro dan PAM Jaya, sama berjuang untuk perolahan hak atas air, artinya harus evaluasi yang ada sekarang. Utamakan MBR layanan memadai, ini tinggal penyamaan persepsi saja,” paparnya.

Menurut Budi, yang harus diselesaikan yakni pertama masalah layanan air terhadap masyarakat, dan menyelesaikan kontrak serta isinya.

“Bagaimana menyelesaikan harus dengan cara yang cerdas, jakpro dan Pam Jaya siap mengadakan CLA (Citizen Law Suite).” 

Sekarang ini, tambahnya, masih ada upaya tarik-menarik antara Palyja dan PAM Jaya. Apabila nantinya terjadi proses pembelian saham, maka apabila terjadi persoalan akan mudah diselesaikan karena sama-sama BUMD.

Sulit Terwujud

Pengamat Air Minum, Maruarar Siahaan, menuturkan swastanisasi air minum bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 33 yang menegaskan bumi, air, dan kekayaan alam harus dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. “Dengan begitu, kontrak swasta dan pemerintah itu tidak sah,” tegasnya. 

Asing itu untuk menekan kegiatan ekploitasi air melalui perusahaanya dan umumnya gagal dilaksanakan dan mencoba untuk Indonesia. “Mereka mencoba untuk mengampanyekan liberalisasi, tetapi dirinya sendiri memproteksi habis. Ini merupakan resep Bank Dunia agar membuka pasar, salah satunya sektor air,” tuturnya. 

Maruar menegaskan untuk kepentingan masyarakat tidak bisa diserahkan kepada swasta tetapi harus diintervensi. “Apabila diserahkan ke swasta sama halnya menyerahkan hidup ke mereka. Tentu tidak pernah berhasil social good untuk mengejar profit.”

 



Post Date : 22 April 2014