Air Mata di Pusat Mata Air

Sumber:Koran Tempo - 21 Maret 2010
Kategori:Hari Air Sedunia 2010

Begitu azan zuhur berkumandang dari sebuah musala, Syaifudin, 64 tahun, langsung meletakkan cangkulnya. "Saya mau mandi dulu, mumpung air sedang melimpah," kata warga RT 03/05 Kampung Kuta, Desa Babakan Pari, itu saat ditemui Tempo, Kamis lalu. Tumpukan pucuk daun singkong yang baru dipetik ia gendong di pinggangnya.

Di sepanjang perjalanan menuju ke rumahnya, ia bercerita seputar kondisi lingkungan Babakan Pari dan Cidahu, Sukabumi. Sebagian sawah di daerah itu, kata Syaifudin, yang pernah selama 15 tahun menjadi mandor Desa Babakan Pari, sudah banyak berubah menjadi ladang palawija. Penyebabnya, pasokan air dari waktu ke waktu dirasakan terus berkurang, apalagi saat musim kemarau.

"Dulu mah sumur yang cuma 7 meter masih bisa keluar air. Sekarang, biar belasan meter, tak ada jaminan," ujarnya. "Makanya, mumpung masih musim banyak air, saya rajin mandi," kata Syaifudin.

Banyak orang yang menuding kehadiran pabrik-pabrik air minum, seperti Aqua-Danone dan Alto, sebagai biang kerok menyusutnya volume air di daerah itu. Tapi Syaifudin merasa tak perlu ikut-ikutan menuding. "Pamali, ah," ujarnya.

Lain dengan Enung Nurjanah dan Iyan, yang tinggal di RT 04/05. Keduanya tegas menunjuk Aqua sebagai pihak yang punya andil terbesar atas surutnya volume air di sana. "Soalnya, mata air terbesar di Kubang disedot Aqua, jadi yang lain kalah," kata Enung.

Mata air Kubang terletak di Kampung Kubang Jaya, Desa Babakan Pari. Air dari situ dipasok ke pabrik Aqua TBP (Tirta Babakan Pari) dan Aqua Mekarsari di Kecamatan Cicurug. Di sekeliling kawasan mata air itu telah dipagari dengan tembok setinggi 3 meter.

Di luar pagar, ada beberapa titik mata air yang juga sudah dipagari dan ditunggui personel satpam. Selain ada yang masih milik Aqua, sebagian dikuasai oleh Alto. "Kalau musim halodo (kemarau) tiba, kami cuma bisa mencuci dan mandi di situ," ujar Enung sambil menunjuk sebuah bak berukuran sekitar 4 x 4 meter setinggi 1,5 meter.

Lumut kehijauan menyelimuti hampir seluruh bibir bak itu. Airnya tak terlalu bening. Lokasi bak dari permukiman warga sekitar 1 kilometer ke lembah. Untuk menuju ke sana, warga harus melewati jalan setapak yang licin dan menurun agak curam.

Menurut Enung, bak itu awalnya adalah mata air yang akan dimanfaatkan Aqua. Tapi, karena kualitasnya dinilai kurang baik, akhirnya dihibahkan untuk warga. Selain itu, sejak pertengahan 2009, manajemen Aqua telah membuatkan beberapa menara air dan fasilitas mandi-cuci-kakus untuk warga Kampung Kuta. Tapi, karena pompa untuk menyedot dan mengalirkan air ke perkampungan, yang lokasinya lebih tinggi, membutuhkan kapasitas listrik sangat besar, semua itu belum dapat dinikmati.

"Sampai musim kemarau kemarin mah, kalau halodo, ya, saya cuci muka dengan air mata saja," ujar Aminah, tetangga Enung, yang tiba-tiba nimbrung, berseloroh.

Juru bicara Aqua Danone, Troy Pantouw, mengakui pembangunan sarana untuk pengadaan air bersih belum berjalan penuh di kampung itu karena terkendala pasokan listrik. Tapi kampung lain, seperti Kubang, Pojok, dan Dermaga, sudah menikmati bantuan air bersih sejak 2003. Untuk kepentingan konservasi, pada pertengahan Desember 2009, dilakukan penanaman 70 ribu pohon di area perkebunan warga.

Troy juga memastikan, pengeboran air tanah-dalam oleh Aqua tak berpengaruh pada air sumur warga dan irigasi. "Kami kan mengambil air ratusan meter di bawah tanah, sedangkan warga maksimal cuma belasan meter," ujarnya.

Menurut Hendro Baruno, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin), saat ini tercatat hampir 20 perusahaan air minum dalam kemasan memanfaatkan sumber mata air di Sukabumi. Semuanya telah mendapat izin dari pemerintah daerah setempat. "Kami juga memberikan kontribusi melalui pajak air kepada pemda sekitar Rp 2 miliar per bulan," ujarnya.

Saat ini ada 168 perusahaan yang tergabung ke dalam Aspadin. Sedangkan yang terdaftar di Kementerian Perindustrian jumlahnya lebih dari 400 perusahaan. "Itu umumnya perusahaan yang beroperasi di tingkat kabupaten," kata Hendro.

Dari 168 perusahaan itu, dia melanjutkan, hingga 2009 tercatat telah menjual 12,8 miliar liter air minum. Jumlah itu belum termasuk air yang dibawa langsung dengan tangki-tangki besar dari sumber mata air oleh para pengusaha di luar Aspadin.

Sekretaris Desa Babakan Pari, H Kakang, mengakui kontribusi Aqua sebagai perusahaan yang paling banyak memanfaatkan air di wilayah itu lebih besar di banding perusahaan lainnya. Aqua, kata dia, biasa menggelar bursa bahan kebutuhan pokok murah dan pengobatan gratis hingga memberikan beasiswa bagi pelajar dari keluarga tak mampu.

Namun semua itu, kata dia, nilainya belum seujung kuku jika dibanding keuntungan yang diperoleh perusahaan dari menjual air. Kakang mengusulkan, Aqua bersama perusahaan lain yang beroperasi di kawasan itu memberikan pelatihan kerja informal secara berkelanjutan bagi warga setempat. Dengan keterampilan yang dimiliki, kelak warga bisa berusaha secara mandiri dan tak terlalu berharap bekerja di perusahaan di sekitar situ. "Pelatihan seperti di Balai Latihan Kerja pasti akan sangat bermanfaat," ujarnya.

Hendro mengapresiasi usul tersebut. Bahkan, sebetulnya, kata anggota Dewan Air Nasional itu, Bupati Sukabumi Sukma Wijaya pada pertengahan 2009 pernah menggelar pertemuan untuk membentuk forum yang bisa mensinergikan program kemasyarakatan perusahaan dengan program pembangunan pemerintah daerah.

"Sayang, yang datang cuma perwakilan-perwakilan, yang tak bisa mengambil keputusan," kata Hendro. Andai forum terbentuk dan berjalan optimal kelak, usul Kakang bukan mustahil bisa ditindaklanjuti. sudrajat



Post Date : 21 Maret 2010