Akibat Banjir dan Angin Kencang, Kehidupan Pengungsi Memburuk

Sumber:Kompas - 16 Mei 2005
Kategori:Aceh
Banda Aceh, Kompas - Sebagian wilayah Nanggroe Aceh Darussalam dalam seminggu terakhir dilanda hujan lebat disertai angin kencang. Kondisi ini mengakibatkan kehidupan para pengungsi menjadi lebih sulit karena lingkungan tenda dan barak mereka digenangi air. Mereka mengalami kesulitan beraktivitas diluar, seperti membangun kembali rumah. Kondisi ini terutama terjadi di kawasan pesisir.

Sementara gempa bumi yang terasa di Padang, Sumatera Utara, dan Riau, dengan kekuatan 6,7 Skala Richter, pada Sabtu kemarin, tidak terasa di NAD. Meski demikian, gempa terakhir yang terjadi di Aceh, Jumat (13/5) pukul 13.00, saat warga sedang menunaikan shalat Jumat, mengejutkan warga dengan kekuatan 5,5 SR. Titik gempa ini berjarak 130 kilometer arah barat daya Banda Aceh.

Hujan lebat dan angin kencang yang terjadi seminggu terakhir ini, sangat menyulitkan bagi kami pengungsi yang tinggal di dalam barak. Gemuruh angin kencang, bahkan membuat para pengungsi takut pulang ke barak dan memilih tinggal di rumah teman di kota," kata M Nurdin (35), pengungsi yang tinggal di barak Desa Kaju, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar, Minggu (15/5).

Guru MIN Durung ini mengaku, angin kencang berhembus dari laut, sebab tidak ada penghalang lagi, baik bentang alam berupa pohon kelapa, maupun permukiman penduduk. Pagar barak yang dihuninya pun, dilaporkan roboh akibat angin kencang itu. Garis pantai telah mundur 300 meter, belum lagi penghalang angin laut, yakni Pulau Tikus di lepas pantai telah lenyap akibat tsunami," kata M Nurdin, yang kehilangan istri dan dua anak akibat tsunami.

Angin kencang disertai hujan melanda daerah Kota Banda Aceh, sebagian Wilayah Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Barat, dengan kekuatan berkisar 40 hingga 50 knot per jam. Pemantauan Kompas, dalam minggu ini, hampir tiap hari terjadi hujan lebat. Sehingga, hanya warga berkendaraan roda empat yang dapat beraktivitas, karena angkot masih jarang, sementara becak tidak beroperasi karena hujan.

Kepala Badan Meteorologi Bandara Sultan Iskandar Muda di Banda Aceh, Syamsuer kepada Kompas membenarkan terjadi serbuan angin kencajng yang melanda daerah Aceh. Beberapa bulan lalu kita sudah memberitahukan adanya perubahan cuaca tersebut, terutama terjadinya angin puting beliung," katanya.Dia mengatakan serbuan angin ini yang berkecepatan 40 hingga 80 knot perjam itu diperkirakan bakal terjadi pada April hingga Juni mendatang.

Tergenangnya pesisir akibat hujan lebat juga dikeluhkan pencari kepiting. Kami menjadi sulit menjadi kepiting, karena hujan dan angin kencang terus menerpa pesisir. Disana-sini pun terjadi banjir," kata Ali. Harga satu kilogram kepiting kualitas unggul mencapai Rp 50.000, sementara kepiting kualitas sedang hanya berkisar Rp 15.000 Rp 20.000 tiap kilogram.

Akibat hujan lebat, jalan-jalan di Kota Banda Aceh digenangi air, mulai dari kawasan Masjid Baiturrahman, kawasan di sekitar Kantor Gubernur NAD, sampai di Jl Cut Nyak Dien.

Permukiman pengungsi di Lhok Nga, juga tidak luput dari dampak negatif hujan lebat. Sekitar 200 meter barat kantor sementara Camat Lhok Nga, misalnya, terdapat permukiman pengungsi yang kini dikepung genangan air, sehingga mereka membangun panggung dengan ketinggian sekitar 30 centimeter dari permukaan tanah. Begitu pula dengan tenda pengungsi di kawasan Simpang Rima, yang bahkan rubuh. Walau demikian, para pengungsi tetap harus bertahan karena kapasitas barak tidak memadai, yakni hanya lima barak dengan 100 buah kamar.

Cuaca buruk di Aceh, juga menyebabkan beberapa proyek padat karya seperti pembersihan lingkungan menjadi terhambat. Padahal, tiap individu mendapatkan Rp 30.000 per hari, dari LSM asing, sehingga mereka dapat menghidupi keluarga mereka. (ryo/ ful)



Post Date : 16 Mei 2005