Alotnya Kerja Sama

Sumber:Kompas - 08 Juli 2011
Kategori:Air Minum

Kerja sama yang dinilai berat sebelah antara PAM Jaya dan kedua operator menimbulkan tuntutan untuk menyudahi kerja sama tersebut. Namun, terminasi bukanlah jalan yang mudah dan murah untuk ditempuh. PAM Jaya maupun kedua operator menilai jalan yang termurah adalah renegosiasi.

Renegosiasi antara PAM Jaya dan Aetra hampir selesai dilakukan. Aetra berjanji tidak menuntut tarif dan imbalan dinaikkan, selain berjanji shortfall PAM Jaya akan habis pada 2016 dan PAM Jaya akan surplus di akhir kerja sama pada 2022.

Menurut Presiden Direktur Aetra Mohamad Selim, mereka yakin bisa memenuhi janji itu dengan melakukan sejumlah efisiensi, baik di operasional maupun tingkat kebocoran. Selain itu, Aetra juga minta diberi sejumlah keleluasaan dalam operasional mereka, termasuk soal belanja modal dan pengaturan tenaga kerja.

Namun, apa yang dilakukan Aetra menimbulkan banyak keraguan. Pasalnya, biaya operasional selalu naik. Jika tidak menaikkan tarif, bagaimana untuk memenuhi belanja modal dan belanja operasional.

Agus Pambagio, pengamat kebijakan publik, juga meragukan niat Aetra ini. ”Pemilik saham Aetra ini tidak semua berpengalaman di bidang infrastruktur. Mereka adalah perusahaan portofolio yang mengubah perusahaan jelek menjadi bagus, lalu dijual lagi. Saya khawatir mereka hanya melakukan renegosiasi itu agar Aetra tampak bagus sehingga bisa dijual lagi,” kata Agus.

Namun, pendapat ini dibantah Selim. ”Kami sudah komitmen untuk bekerja keras. Ini bentuk keberpihakan kami terhadap pelanggan dan pemerintah. Tidak mungkin kami hanya berpura-pura bagus,” kata Selim yang pernah dinilai berhasil mengelola PAM Surabaya.

Sementara itu, Wakil Direktur Palyja Herawati Prasetyo juga mengaku berpihak kepada pelanggan. Namun, kondisi Palyja berbeda dengan Aetra. Biaya produksi Palyja jauh lebih mahal dibanding Aetra. Biaya air baku Aetra hanya Rp 163 per kubik, ditambah ongkos produksi menjadi Rp 600-Rp 700 per kubik. Adapun Palyja harus membeli air curah dari Tangerang yang siap disalurkan ke pelanggan dengan harga Rp 2.200.

”Air baku dan curah ini mengambil porsi 38 persen dari ongkos produksi. Dari komponen air ini, air curah—yang walaupun volumenya hanya delapan persen—memakan 30 persen dari ongkos produksi. Ini yang membuat kami tidak bisa membuat negosiasi yang sama dengan Aetra,” tegas Herawati.

Dalam diskusi mengenai air yang diselenggarakan Amrta Institute, pekan lalu, Palyja memberikan dua opsi untuk renegosiasi. Opsi pertama adalah kenaikan tarif disesuaikan dengan inflasi (lebih kurang delapan persen) dan kenaikan imbalan dilakukan dengan mekanisme indeksasi (sekitar delapan persen) seperti yang telah berjalan selama ini.

Selain itu, Palyja juga meminta agar beban investasi, utang PAM Jaya ke Kementerian Keuangan, dan biaya operasional PAM Jaya ditanggung Pemprov DKI Jakarta dan APBN. ”Pertimbangannya, selama ini untuk transportasi publik seperti busway, Pemprov DKI juga memberikan subsidi yang cukup besar. Seharusnya pemprov juga bisa memberikan subsidi untuk air yang menjadi kebutuhan pokok rakyat,” tegas Herawati.

Dengan opsi pertama ini Palyja menghitung potensi defisit pada akhir kerja sama masih sebesar Rp 1,6 triliun.

Opsi kedua, Palyja bersedia menurunkan internal rate of return (IRR) atau dividen menjadi 18 persen, dari 22 persen yang ditetapkan dalam perjanjian kerja sama. Dengan IRR 18 persen, defisit pada akhir masa kontrak tahun 2022 menjadi Rp 7,9 triliun.

Menurut Nila Ardhianie, Direktur Amrta Institute for Water Literacy, dengan usulan ini Palyja mengusulkan suatu jenis kerja sama yang murni baru. ”Adanya investasi dari pemerintah, maka namanya lease contract. Kerja sama yang sekarang dihentikan dulu dan dibuat kerja sama baru,” kata Nila.

Kini kesepakatan masih terus digodok dan belum ada keputusan resmi. Walaupun tampaknya Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo setuju dengan usulan Aetra, detail kesepakatan belum ditandatangani. Sementara itu, kesepakatan dengan Palyja agaknya masih sangat alot. Pelanggan tentu sangat berharap, apa pun kesepakatan yang diambil semuanya bisa meningkatkan layanan kepada masyarakat. (ARN)



Post Date : 08 Juli 2011