Asrama TNI yang Ramah Lingkungan

Sumber:Kompas - 10 Nopember 2011
Kategori:Sampah Jakarta
Belasan personel TNI Angkatan Darat sibuk mengangkat sebuah silinder besi berdiameter besar, Selasa (8/11) petang. 
Mereka coba meletakkan silinder itu di atas rangka besi penyangganya. Setelah dudukannya pas, silinder besi yang dicat biru itu diputar untuk melihat apakah alat itu berfungsi.
 
Silinder biru itu merupakan alat penggiling sampah dalam proses membuat kompos. Kedatangan alat itu menambah kapasitas pengolahan kompos di Asrama Pusat Pendidikan Zeni (Pusdikzi) TNI Angkatan Darat di Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat.
 
Petang itu, alat bantuan dari PT BNI dan sebuah mesin pres limbah plastik dari salah satu perusahaan swasta diserahterimakan kepada Pusdikzi TNI AD.
 
Mesin itu ditaruh di tempat pengolahan sampah yang berada tak terlalu jauh dari lapangan latihan. Tempat pengolahan itu terdiri dari beberapa bagian, yakni lokasi pemilahan sampah, penyimpanan alat, serta lokasi untuk mencacah dan menggiling sampah organik hingga menghasilkan kompos atau pupuk organik.
 
”Ini sudah mulai produksi beberapa minggu. Kompos yang sudah jadi dibeli warga asrama Rp 6.000 untuk ukuran 5 kilogram. Kalau di luar bisa Rp 7.500-Rp 10.000 per bungkus ukuran segitu,” tutur Suman (54), petugas di tempat pengolahan sampah itu.
 
Potensi sampah di kawasan itu cukup besar. Dalam kompleks asrama seluas lebih kurang 19 hektar itu ada hampir 400 keluarga.
 
Sebelum ada unit pengolahan sampah, mobil sampah dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor dua kali sepekan mengangkut sampah dari asrama. Namun, kini, tak lagi perlu ada mobil sampah yang mengangkut sampah itu.
 
Menurut Suman, sampah yang masuk dipilah antara plastik dan organik. Sampah organik dicacah dan dicampur dengan kotoran hewan.
 
Kira-kira membutuhkan waktu tiga pekan untuk proses fermentasi hingga sampah itu menjadi kompos.
 
Kini, dengan tambahan bantuan alat pengepres sampah plastik, petugas bisa mengemas sampah plastik agar bisa dijual untuk bahan daur ulang.
 
”Sekarang, sehari bisa menghasilkan sekitar 100 kilogram kompos. Kami akan terus kembangkan karena ini baru pertama kali ada di TNI AD. Ini akan menjadi contoh untuk asrama lain,” tutur Komandan Pusdikzi TNI AD Kolonel (Czi) Widagdo Hendro Sukoco.
 
Dia berharap, setelah program itu berjalan, masyarakat di sekitar asrama juga bisa ikut ”menyumbang” sampah untuk diolah menjadi kompos. Dengan begitu, beban pemerintah daerah untuk memusnahkan sampah bisa berkurang, sekaligus memberikan sumbangsih bagi lingkungan.
 
Widagdo yang baru menjabat sebagai Komandan Pusdikzi, April 2011, itu mengaku sudah memiliki obsesi mendorong pengolahan sampah sejak 2008, tetapi ia mengaku ketika itu patah hati karena pengenalan itu terhenti di tengah jalan sebab ia tak bisa berbuat banyak karena bukan orang nomor satu di penugasannya.
 
”Sekarang setelah jadi komandan, saya dorong ini. Mau diguyoni (diledek) kolonel kompos silakan saja, saya anggap itu pujian,” tuturnya tertawa.
 
Selain ramah lingkungan, bukan tidak mungkin pada masa mendatang, sampah-sampah itu bisa membantu meningkatkan kesejahteraan prajurit di asramanya.
 
”Sampah memang sekarang dianggap kotor, tetapi pada masa mendatang bakal jadi kebutuhan karena bisa diolah. Jangan salah, banyak juga orang yang usaha ’sampah’ penghasilannya jauh lebih besar daripada pejabat perbankan,” ungkap I Nyoman Wirawan, Kepala PT BNI Cabang Bogor.
 
Nah, kalau begitu masihkah menganggap sampah tak bernilai? (Antony Lee)


Post Date : 10 November 2011