Banjir Terus Mengancam

Sumber:Kompas - 05 Januari 2013
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Bojonegoro, Kompas - Banjir bandang terus mengancam di sejumlah daerah. Hal itu diperparah dengan meluapnya hampir semua sungai besar dan kecil menyusul tingginya intensitas hujan. Ribuan hektar sawah terendam. Kondisi buruk ini bakal terus berlanjut sebab musim hujan baru mulai.
 
Hasil pemantauan Jumat (4/1), terungkap meluapnya Sungai Bengawan Solo dan anak-anak sungai merendam sejumlah wilayah Kabupaten Tuban, Bojonegoro, dan Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Hal itu terjadi akibat jebolnya tanggul di Ngadirejo, Kecamatan Rengel, Tuban, dan tanggul di Gedangan, Kecamatan Maduran, Lamongan.
 
Kedua tanggul itu jebol sepanjang 10-25 meter. Tinggi genangan air masih 50 sentimeter, dan debit air Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo cenderung naik sehingga ancaman bencana banjir masih berlanjut.
 
”Kalau sudah mencapai Siaga III, ya, mereka (warga Bojonegoro dan Lamongan) harus dievakuasi. Saat ini masih Siaga II sehingga belum diungsikan,” kata Gubernur Jawa Timur Soekarwo, di Surabaya. Siaga III diberlakukan jika ketinggian air melebihi 15 meter di atas permukaan laut.
 
Bakal lebih luas
 
Penasihat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sudibyakto, mengkhawatirkan, banjir masih akan terjadi dalam skala lebih luas mengingat saat ini musim hujan belum mencapai puncak. ”Bulan Januari ini kan diperkirakan puncaknya musim hujan,” kata Sudibyakto, yang juga Guru Besar Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
 
Seharusnya ada aksi terobosan terkait banjir yang terus berulang setiap tahun. ”Saat ini ada masalah dalam sistem manajemen air. Memang beberapa DAS besar ada badan yang bertanggung jawab, misalnya DAS Bengawan Solo, Berantas, Citarum. Akan tetapi, DAS kan terkait dengan banyak hal dan itu belum terintegrasi. Setiap sektor pisah-pisah, jalan sendiri,” ujarnya.
 
Sampai sekarang belum ada badan yang bertanggung jawab terhadap sistem peringatan dini banjir. Pemerintah daerah tidak ada hubungan langsung dengan pengelola DAS. ”Secara nasional belum ada standar operasional prosedur penanggulangan bencana, yang ada baru contingency plan,” ujar Sudibyakto.
 
Sebelumnya, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, bencana hidrometeorologi, termasuk banjir, pada 2013 bakal tetap dominan. Banjir dan longsor berpotensi terjadi hingga April 2013 dan puncaknya pada Januari-Februari 2013. Sebanyak 315 kabupaten/kota dengan 60,9 juta jiwa tinggal di daerah rawan sedang-tinggi banjir. Untuk longsor terdapat 270 kabupaten/kota dengan 124 juta jiwa tinggal di daerah rawan sedang-tinggi.
 
Kerugian warga
 
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bojonegoro mencatat, sedikitnya 23 desa terendam. Banjir merendam 2.749 hektar sawah, 235 hektar palawija, 665 rumah, 22.600 meter jalan desa, 2 gedung TK, 2 gedung SD, serta sejumlah ruas jalan. Nilai kerugian sementara Rp 2,8 miliar. Bahkan, tanggul di Desa Grape pun terancam ambrol.
 
Di Lamongan, jebolnya tanggul sepanjang 25 meter di Gedangan mengakibatkan sekitar 132 hektar sawah, 15 hektar jagung, dan 167 rumah terendam. BPBD Lamongan telah menyiapkan ribuan glangsing (karung plastik diisi tanah dan pasir) dan sesek (anyaman bambu) untuk menambal kebocoran tanggul di Babat dan Keduyung. ”Antisipasi lain, menyiapkan pompa berkapasitas 4.000 meter kubik,” kata Yuhronur Efendi, Sekretaris Kabupaten Lamongan.
 
Sumijan, warga Karangtinoto, Tuban, mengaku, untuk mengamankan tanaman padi, petani berlomba dengan banjir agar padi yang siap panen tidak terendam lebih parah. ”Air terus mengalir ke areal persawahan,” ujarnya.
 
Banjir juga melanda Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo, Jawa Tengah, akibat meluapnya Sungai Jenes, anak Sungai Bengawan Solo. Sekitar 80 rumah terendam.
 
Adapun di Sulawesi Selatan, banjir merendam 800 hektar tanaman padi. Sebanyak 220 hektar di antaranya puso, kerugian sekitar Rp 4,5 miliar.
 
Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Sulsel, Lutfi Halide, Jumat, mengemukakan, banjir menggenangi lahan pertanian di empat kabupaten, yaitu Takalar, Maros, Pangkajene Kepulauan, dan Gowa. ”Sawah yang puso semuanya di Takalar. Padi terendam selama seminggu sehingga tidak bisa dipanen,” katanya.
 
Banjir di Kota Makassar yang terjadi sejak Selasa juga belum surut. Pemerintah kota setempat menyiapkan dana Rp 4 miliar untuk membantu korban banjir. Kepala BPBD Kota Makassar Muhammad Ismoenandar mengatakan, dana itu untuk bantuan bahan makanan, selimut, obat-obatan, dan santunan. Ada 400 keluarga di tiga kelurahan masih terkepung banjir setinggi 50 cm-1 meter. ”Kami sudah dirikan posko untuk aktivitas sehari- hari warga, seperti memasak dan mencuci,” kata Ismoenandar.
 
Banjir yang belum surut selama dua pekan terakhir di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, menyebabkan ratusan keluarga petani dan buruh kebun karet kehilangan pendapatan karena kebun terendam. Sejauh ini, bantuan masih minim.
 
Wakil Ketua Ikatan Kepala Desa Se-Kecamatan Lais, Musi Banyuasin, Margareta, mengatakan, sekitar 600 hektar kebun karet di Lais terendam.
 
Di Nusa Tenggara Timur, 823 keluarga di Desa Favoe, Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Belu, terendam banjir dari Sungai Benanain. Sebanyak 2.135 warga dari desa itu mengungsi ke rumah-rumah penduduk. Sementara 242 hektar lahan pertanian terancam tak bisa ditanami.
 
Kepala Desa Favoe Yoseph Seran Klau mengaku, banjir akibat penebangan liar, pembakaran hutan, dan pembangunan permukiman penduduk di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dan Timor Tengah Selatan (TTS).
 
”Dalam pertemuan Pemkab Belu dengan Pemkab TTU dan TTS pada 2009 disepakati, kedua kabupaten di hulu Sungai Benanain itu mengingatkan warga agar tak membakar hutan, melakukan penebangan liar, dan membangun permukiman di lereng Gunung Mutis. Namun, faktanya, kerusakan hutan terus terjadi,” kata Klau.  (RIZ/ACI/NIK/ILO/IRE/KOR/ETA/EKI/AIK)


Post Date : 05 Januari 2013