Daerah rawan banjir, Kekurangan kantong Pasir

Sumber:Suara Pembaruan - 15 Januari 2004
Kategori:Banjir di Jakarta
Warga yang tinggal di daerah langganan banjir seperti Bukit Duri (Jakarta Selatan) sudah bersiap menyambut bencana banjir. Namun mereka mengeluhkan minimnya kantong pasir untuk membendung luapan Kali Ciliwung.

Satu rumah minimal membutuhkan 50 kantong pasir. Itu belum termasuk kebutuhan untuk membendung luapan air menuju jalan-jalan masuk ke arah pemukiman serta menahan luapan di mulut sungai.

Warga yang bertempat tinggal hanya beberapa belas meter dari Kali Ciliwung mulai menempatkan kantong pasir di ujung-ujung gang. Namun, mereka khawatir tumpukan pasir gagal menahan banjir karena jumlahnya memang kurang.

"Tapi kalau tidak ada bantuan kantong pasir lagi, ya kami maksimalkan saja yang ada sekarang. Hal ini penah disampaikan warga kepada kelurahan. Warga mendengar Pemerintah Provinsi DKI menyediakan kantong pasir dalam jumlah yang besar. Kalau memang jumlahnya banyak, lantas kemana saja nanti akan didistribusikan," ujar Manin, warga setempat, Minggu (11/1).

Sementara, di halaman Kantor Kelurahan Bukit Duri telah didirikan dua tenda ukuran sedang dan besar. Tenda ini dipakai sebagai dapur umum dan pengungsi banjir. Namun, warga mengatakan tenda darurat seperti itu tak banyak membantu.

"Kalau cuma tenda, ya percuma, karena kebanyakan kita mengungsi ke rumah saudara. Kelurahan juga harus menyediakan beras, peralatan masak, air bersih, serta ban-ban untuk pelampung. Yang lebih penting bagaimana mencegah penyakit saat banjir," kata warga.

Petugas posko banjir bernama Pardi pun mengakui bahwa masih ada kekurangan dalam antisipasi banjir. "Yang kurang kita coba penuhi. Yang penting, kita siaga," kata Pardi.

Bagi daerah Bukit Duri, banjir merupakan menu tahunan. Mereka pun tak panik karena sudah pasrah. Setiap kali memasuki musim hujan, mereka sudah siap mengungsi.

Hal yang sama terjadi di wilayah aliran Kali Pesanggrahan di kawasan Cipulir. Dalam seminggu terakhir ini, tempat tinggal mereka digenangi air yang meluap dari Kali Pesanggrahan. Warga secara bergiliran piket hingga malam. Jika sewaktu-waktu air meninggi, petugas piket tinggal membangunkan warga lain untuk mengungsi.

"Percuma kami siap-siap. Sebab, air yang datang lebih cepat dari yang kami duga. Di sini tidak hujan deras pun, bisa banjir kalau di Bogor hujan. Pokoknya kalau belakang Pasar Cipulir kerendem, pasti Kampung Ulujami belakang dan Peninggaran Dalem ikut kerendem," kata Usman, warga Ulujami.

Warga menuntut kali dilebarkan dan dikeruk. Apalagi, jalan di depan Pasar Cipulir sudah ditinggikan dan itu menutup akses air dari perkampungan menuju sungai. Permukiman warga lebih gampang tergenang.

"Makanya kami katakan kami hanya bisa pasrah. Proyek yang sedang dilakukan pemerintah hampir selalu mengabaikan kepentingan warga. Buktinya, jalan ditinggikan dan kami jadi korban," kata Supri, yang tinggal di belakang Pasar Cipulir.

Sementara itu, kondisi ketinggian air di Pintu Air Manggarai hingga Minggu (11/1) sore masih di bawah titik rawan atau 680 cm. Menurut penjaga pintu air bernama Kusharyanto, sejak meningkatnya curah hujan Desember 2003 hingga awal Januari 2004, tinggi permukaan air di pintu air Manggarai beberapa kali mencapai titik rawan, yaitu lebih dari 750 cm. Naik turunnya air sangat bergantung pada curah hujan di wilayah Bogor.

"Selama Bogor aman, kawasan permukiman di sepanjang Kali Ciliwung juga aman. Tapi belakangan, air Ciliwung lebih cepat meluap karena daya sungai menurun," kata Kusharyanto.(cel)

Post Date : 15 Januari 2004