Diare di Asmat, 25 Balita Meninggal

Sumber:Kompas - 12 Juli 2005
Kategori:Sanitasi
Jayapura, Kompas - Penyakit diare dan muntah berak melanda lima distrik di Kabupaten Asmat, Papua, sejak pertengahan Juni 2005. Menurut laporan yang diperoleh, sampai Senin (11/7) sebanyak 25 anak berusia di bawah lima tahun meninggal akibat wabah tersebut.

Masyarakat di 27 kampung di lima distrik itu terpaksa mengonsumsi air hujan atau air dari rawa-rawa yang sudah tercemar. Sejak tiga bulan terakhir jarang terjadi hujan di daerah tersebut, dan kekeringan terjadi di hampir seluruh daerah.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat, Tohab Capa, di Agats, ibu kota Asmat, sekitar 600 kilometer selatan Jayapura, yang dihubungi melalui telepon, Senin (11/7), membenarkan kejadian tersebut.

Kasus muntaber itu melanda 27 kampung di lima distrik, yakni Distrik Pantai Kasuari, Sarwa Erma, Akat, Atsy, dan Distrik Fayit. Dikatakan, sejak pertengahan Juni 2005 sampai kemarin dilaporkan sudah 25 balita meninggal, dan itu merupakan kejadian luar biasa (KLB).

Di Distrik Pantai Kasuari, jumlah korban meninggal sebanyak 10 orang, di Akat tujuh orang, Atsy lima orang, Fayit dua orang, dan Distrik Sawa Erma satu orang. Sementara itu ratusan orang masih dirawat di rumah- rumah penduduk dan di beberapa puskesmas. Para penderita tidak dapat dibawa ke puskesmas karena kampung mereka tak dapat dijangkau kendaraan roda empat atau roda dua, kecuali jalan kaki selama dua pekan.

Penyebab utama kasus ini, menurut Tohab, karena warga di wilayah itu mengonsumsi air hujan yang sudah tiga bulan tergenang di sejumlah tempat, seperti kubangan tanah dan lubang batu. Sebagian lagi mengonsumsi air yang disuling dari rawa-rawa. Air itu diduga tercemar bakteri dan sudah mengeluarkan bau busuk. Dari 25 korban meninggal, tidak ada orang dewasa.

Secara keseluruhan, kualitas air minum di Asmat sangat buruk karena sebagian besar daerah itu merupakan rawa-rawa, tidak ada air sungai. Tidak ada air sumur yang dapat dikonsumsi karena air terasa pahit dan asin meski telah dilakukan berbagai upaya untuk menawarkan air tersebut.

Selama ini kebutuhan air bersih di Asmat sangat tergantung pada air hujan. Masyarakat membuat bak air dengan ukuran cukup besar untuk menampung air hujan. Tetapi, sejak April sampai hari ini sangat jarang turun hujan sehingga masyarakat kesulitan mendapatkan air. Ada hujan, tetapi hanya gerimis sehingga tidak ada yang bisa ditampung,kata Tohab.

Mengenai upaya Pemerintah Kabupaten Asmat dalam menanggulangi kasus ini, Tohab mengatakan, caretaker Bupati Asmat, John Fahmi, telah membentuk dua tim khusus yang dipimpin dr T Sumbu dari Puskesmas Agats. Kedua tim ini akan disebar ke 27 kampung di lima distrik dengan membawa obat-obatan dan infus untuk mengatasi diare yang terus mewabah di wilayah tersebut.

Tim ini juga berupaya agar wabah diare tidak merambat ke kampung lain. Karena itu, selain memberi bantuan obat-obatan dan infus bagi penderita, mereka juga akan memberi penyuluhan mengenai cara mengatasi wabah diare secara darurat dan bagaimana cara agar wabah itu tidak meluas ke kampung lain.

Kesehatan lingkungan sekitar harus dijaga sehingga tidak memunculkan banyak lalat. Makanan yang dikonsumsi harus dimasak matang dan tidak boleh membuang sampah di sembarang tempat.

Masyarakat kita di daerah pedalaman masih dihadapkan dengan persoalan MCK (mandi-cuci-kakus-Red). Kebanyakan warga di kampung-kampung tidak memiliki sarana itu sehingga mereka sering membuang kotoran di sembarang tempat, katanya.

Selain itu, tim juga memberi pelatihan dasar bagi kader di kampung-kampung mengenai keterampilan dasar mengatasi penderita muntah berak dan diare. (KOR)

Post Date : 12 Juli 2005