Drainase Tersumbat, Banjir Mengancam

Sumber:Kompas - 07 Juni 2010
Kategori:Drainase

Jakarta, Kompas - Banjir masih akan mengancam wilayah Jakarta dan sekitarnya pasca-tergenangnya Jalan Lingkar Luar Jakarta di Pondok Ranji, Tangerang, Banten. Drainase di sejumlah titik penting jalan protokol Kota Jakarta masih tersumbat. Sementara sungai yang semestinya menampung air dari drainase sebagian menyempit.

Kepala Seksi Pemeliharaan Suku Dinas Pekerjaan Umum (PU) Tata Air Jakarta Selatan Noviar mengatakan, banjir dapat terulang sewaktu-waktu jika terjadi hujan di Jakarta.

”Drainase belum berfungi optimal mengalirkan air. Kini kami masih berupaya memperbaiki 19 titik sumbatan drainase di jalan protokol,” kata Noviar, Minggu (6/6) di Jakarta.

Ia mengatakan, 19 titik drainase di Jakarta Selatan tersumbat sampah (sembilan titik) dan beragam jenis pipa (sepuluh titik). Penyumbatan itu dapat memicu terjadinya banjir di jalan utama Kota Jakarta, seperti Jalan Gatot Subroto, Jalan Raya Buncit, Jalan Raya Pasar Minggu, Jalan Kapten Tendean, dan Jalan H Rasuna Said.

Menurut dia, penyumbatan drainase menjadi pemicu utama banjir di Jakarta, seperti yang terjadi di ruas Jalan Lingkar Luar Jakarta, Pondok Ranji, Sabtu.

Banjir di jalan lingkar itu berdampak luas. Hampir seluruh jalur utama di selatan Jakarta lumpuh. Mobilitas barang dan orang nyaris terhenti. Eko (30), warga Tangerang Selatan, menempuh perjalanan enam jam ke kantornya di Jakarta Pusat. Padahal, biasanya ayah satu anak ini hanya perlu waktu setengah jam sampai satu jam untuk sampai ke kantor.

”Saya berusaha mencari jalan alternatif yang sepi kendaraan bermotor. Akan tetapi, begitu sampai di Ciputat, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Saya terlambat sampai ke kantor,” kata Eko.

Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane Pitoyo Subandrio mengakui, ada persoalan pada drainase di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Ia menegaskan, banjir yang terjadi pada Sabtu lalu bukan banjir kiriman dari sungai, melainkan karena saluran drainase yang tersumbat.

”Seluruh warga Jakarta belum memiliki pemahaman yang sama menjaga drainase agar selalu bersih,” kata Pitoyo.

Penyempitan sungai

Selain penyumbatan drainase, ancaman banjir juga terjadi karena badan sungai menyempit. Di Jakarta Selatan, ada empat sungai utama yang seluruhnya mengalami penyempitan karena pengembangan permukiman. Sungai tersebut adalah Kali Pesanggrahan, Kali Grogol, Kali Krukut, dan Kali Ciliwung.

Pitoyo mencontohkan, sejak lama pinggiran Kali Pesanggrahan dihuni warga dan mengalami penyempitan. Menurut dia, perlu waktu dan biaya yang tidak sedikit untuk menjadikan kali ini ideal sebagai penampung limpahan air dari drainase.

”Jika penyempitan drainase dan sungai belum beres, bukan tidak mungkin banjir akan terulang sewaktu-waktu,” katanya.

Sehari setelah banjir di Jalan Lingkar Luar Jakarta, ketinggian air di sejumlah sungai cukup aman. Data Posko Banjir Jakarta Selatan, Minggu pukul 15.00, ketinggian air di Pintu Air Kali Pesanggrahan 70 sentimeter (cm), sedangkan ketinggian air di Pintu Air Manggarai 700 cm, Katulampa 20 cm, dan Pintu Air Depok 110 cm.

Tanggung jawab operator


Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum Nurdin Manurung menegaskan, seharusnya operator tol bertanggung jawab penuh menjaga operasional tol. ”Operator jangan hanya memungut uang dari gardu saja,” kata Nurdin.

Nurdin mendesak Jasa Marga segera menginvestigasi penyebab tergenangnya tol. Bahkan, jika perlu, segera mencari solusi dan melakukan perbaikan fisik. ”Tugas operator adalah memastikan tol selalu beroperasi dengan optimal,” ujar Nurdin.

Ketika hasil investigasi keluar, baru pemerintah dapat memberi saran apakah harus meninggikan jalan tol atau melebarkan drainase sungai-sungai yang melintas di bawah jalan tol.

”Jika temuannya terjadi kerusakan lingkungan sehingga perbaikan tol di luar kuasa operator, BPJT akan menjadi jembatan antara operator dan pemerintah daerah,” tutur Nurdin.

Hujan lebat yang turun di wilayah selatan Jakarta, Sabtu, masih berpeluang terulang. Apalagi, wilayah selatan Jakarta masih dalam masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau.

Kepala Sub-bidang Informasi Meteorologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Hary Tirto Djatmiko mengatakan, peluang hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di selatan Jakarta dapat terjadi di lokasi yang berbeda-beda.

”Sabtu, hujan turun di sekitar Bintaro, bisa saja hujan lebat berikutnya turun di daerah yang lain,” ucap Hary.

Hujan yang mengguyur kawasan di sekitar Bintaro itu memiliki intensitas 20 milimeter-37 milimeter. Pada musim kemarau, hujan juga berpeluang turun, tetapi dengan intensitas di bawah 150 milimeter per bulan.

Hary mengatakan, hujan yang turun di wilayah selatan Jakarta pada Sabtu itu terdeteksi sejak Kamis, dengan adanya beberapa faktor pendukung pembentukan awan. Salah satu faktor pendukung itu adalah suhu di permukaan perairan bagian barat dan timur cukup hangat, yakni 29-31 derajat celsius. Selain itu, kelembaban udara cukup tinggi, yakni 60-85 persen dan terjadi di ketinggian 1.500 meter dan 3.000 meter dari permukaan bumi.

Faktor berikutnya yang mendukung terbentuknya awan adalah massa udara yang bergerak dari Samudra Hindia ke Indonesia bagian barat. Adapun Fenomena lokal yang juga menyebabkan terbentuknya awan adalah radiasi di wilayah Jabodetabek. (NDY/ART/RYO)



Post Date : 07 Juni 2010