Hati-hati, Bencana Banjir dan Longsor Mulai Mengintai

Sumber:Kompas - 10 Desember 2004
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Beberapa daerah seperti di Jawa Tengah dilanda hujan lebat dan angin kencang yang mengakibatkan banyak rumah penduduk hancur dan pohon-pohon bertumbangan. Sementara itu di beberapa daerah seperti di Jawa Barat terjadi tanah longsor meskipun masih dalam skala kecil.

BERDASARKAN prakiraan cuaca dan pengalaman sebelumnya, curah hujan ini masih berpeluang terus meningkat sampai mencapai puncaknya sehingga masih mungkin terjadi peluang turun hujan yang lebih lebat dan berlangsung lebih lama. Suatu indikasi bahwa kita harus mulai berhati-hati terhadap terjadinya bencana banjir dan longsor.

Hasil analisis Inter Tropical Convergence Zone (ITCZ) yang dilakukan Tim Pemantau Cuaca Lapan menunjukkan bahwa pada dasarian II November 2004 ITCZ berada sedikit di bawah garis ekuator. Zona tersebut memanjang dari Sumatera bagian selatan hingga Sulawesi bagian utara. Sementara South Pacific Convergence Zone (SPCZ) mendekati Papua bagian tengah sehingga awan hujan banyak berkumpul di sekitar Papua dan Maluku Selatan.

Peluang hujan mengikuti posisi kumpulan awan terutama di seluruh wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi Utara, Maluku Selatan, Papua, Jawa bagian barat, dan Jawa bagian tengah. Khusus Pulau Jawa, peningkatan awan hujannya cukup signifikan terutama di jalur selatan Jawa bagian barat dan tengah. Banten dan DKI juga telah menunjukkan peluang hujan karena terdapat pengumpulan awan hujan di sekitarnya. Sementara liputan awan di wilayah lainnya masih dalam kondisi peralihan cerah hingga berawan-hujan.

Hujan lebat dan angin kencang yang terjadi dalam beberapa hari terakhir ini dipacu oleh terjadinya siklon Muifa di sebelah barat laut Filipina. Berdasarkan citra satelit NOAA-AVHRR yang diterima oleh sistem stasiun bumi satelit lingkungan dan cuaca Lapan pada tanggal 20 November 2004 pukul 13.37 WIB (gambar 1) tampak bahwa hampir seluruh wilayah Indonesia tengah dan barat, kecuali Pulau Timor, tertutup awan tebal yang berarti mempunyai peluang hujan khususnya di Sumatera bagian barat, sepanjang pantai utara Jawa, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.

Siklon Muifa itu terus bergerak ke arah barat menuju Teluk Benggala, dan berdasarkan citra satelit NOAA-AVHRR pada tanggal 22 November 2004 pukul 13. 15 WIB, siklon tersebut sudah mendekati daratan Indochina. Tetapi, pada waktu itu muncul badai lain di sebelah utara Fiilipina. Siklon tropis ini mengakibatkan hampir seluruh wilayah Indonesia tertutup awan, yang berarti juga terjadinya hujan di daerah-daerah tersebut.

Berdasarkan citra satelit NOAA-AVHRR tanggal 24 November 2004 pukul 14.31 WIB (gambar 2) siklon Muifa tersebut sudah berada di pantai selatan daratan Indochina, dan mengakibatkan seluruh Pulau Jawa, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, dan sebagian besar pantai barat Sumatera tertutup awan, yang menyebabkan daerah-daerah tersebut dilanda hujan cukup lebat.

Hasil pemantauan cuaca pada tanggal 2 Desember 2004 yang dilakukan Tim Pemantau Cuaca Lapan menunjukkan bahwa siklon Nanmadol telah mengenai Filipina dan diperkirakan terjadi badai di daerah tersebut yang akan bertahan selama beberapa hari. Kondisi ini diperkirakan juga akan mengakibatkan Kalimantan serta sebagian besar wilayah Jawa dan Sumatera berpeluang hujan lebat (gambar 3).

Berdasarkan kondisi keawanan dan pergerakan angin, diperkirakan pada tanggal 3 Desember 2004 peluang hujan tidak banyak berubah, bahkan diperkirakan akan terjadi peningkatan curah hujan di daerah Jawa Timur, Bali, dan kalimantan Selatan karena terdapat tekanan rendah dan perputaran angin di utara Jawa Timur.

URAIAN di atas menunjukkan bahwa cuaca buruk yang terjadi beberapa hari terakhir ini disebabkan oleh depresi tropis dan siklon yang terjadi di bumi belahan utara.

Akan tetapi, sejalan dengan perpindahan posisi matahari dari bumi belahan utara ke bumi belahan selatan, hal itu pada umumnya mengakibatkan terjadinya tekanan rendah di bumi belahan selatan.

Kondisi ini diikuti dengan terjadinya badai tropis atau siklon di Samudra Hindia yang umumnya terjadi di sebelah barat/selatan Sumatera dan sebelah barat laut Australia. Daerah yang mengalami hujan lebat akan semakin meluas ke arah timur sampai akhirnya meliputi seluruh wilayah Indonesia. Ini berarti pula bahwa daerah-daerah rawan bencana banjir dan longsor sudah sepantasnya mulai berhati-hati dan mempersiapkan langkah- langkah antisipasi untuk meminimalkan atau bahkan mencegah terjadinya korban dan kerugian harta benda.

Sebagaimana diketahui, sejak minggu ketiga bulan November 2004 wilayah Jakarta dan sekitarnya selalu diselimuti awan dan kadang-kadang hujan cukup lebat yang berlangsung beberapa jam, hanya sesekali terjadi cerah. Bersyukurlah bahwa banjir belum melanda Jakarta. Hal ini mungkin karena sudah semakin baiknya sistem pengendali banjir atau karena hujan turun baru sepekan sehingga tanah di wilayah Jakarta dan wilayah-wilayah atas masih mampu menyerap air hujan yang turun ke bumi.

Meski demikian, kehati- hatian masih tetap perlu, terutama yang tinggal di daerah- daerah yang berada di sepanjang aliran Sungai Ciliwung dan daerah-daerah dataran rendah (cekungan) yang selama ini sudah menjadi langganan banjir.

Sebagai contoh adalah wilayah Jatinegara yang hampir selalu menjadi langganan banjir. Dari citra Ikonos wilayah Bidara Cina, Kampung Melayu, Jakarta Timur, yang rawan bencana banjir adalah daerah yang berada di sekitar Sungai Ciliwung (Gambar 4).

Pada citra satelit tersebut tampak permukiman padat, rumah-rumah yang ada di bantaran sungai, bagian-bagian sungai yang mengalami pendangkalan dan penyempitan, serta bentuk sungai yang berbelok- belok tajam sehingga menghambat laju aliran air dan mengakibatkan air sungai meluap ke daerah permukiman di sekitarnya.

Daerah rawan banjir juga dapat disebabkan oleh sungai di hilir yang berada di dataran rendah tidak mampu mengalirkan air yang datang dari sungai-sungai yang ada di daerah hulu dengan debit air yang jauh lebih tinggi. Contoh yang agak ekstrem adalah sungai yang mengalir di wilayah Besuki, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, yang selama ini menjadi langganan banjir.

Citra satelit Landsat-TM (Gambar 5) menunjukkan bahwa sungai yang ada di hilir, di dataran rendah dan berkelok- kelok serta mengalir di antara permukiman penduduk, tidak mampu mengalirkan air yang datang dari empat sungai di daerah hulu (di dataran tinggi). Bahkan lebar sungai dan kedalaman sungai yang ada di hilir lebih sempit dan lebih dangkal dibandingkan dengan salah satu sungai yang berada di daerah atas.

Pada daerah ini sudah pasti akan menjadi langganan banjir karena debit air yang datang dari empat sungai yang ada di hulu jauh lebih tinggi dari kemampuan mengalirkan air oleh satu sungai yang ada di hilir yang terletak di dataran rendah, agak datar dan berkelok-kelok.

Mitigasi bencana alam tidak cukup hanya sekadar menyediakan perahu karet, tenda-tenda darurat, beras, dan mi instan untuk membantu korban banjir, tetapi harus ada upaya yang sistemik agar bencana banjir tidak terjadi lagi, baik dari segi penanganan daerah aliran sungai, pembangunan sistem pengendali banjir, atau mungkin juga relokasi penduduk yang tinggal di daerah rawan banjir.

Sudah banyak diketahui bahwa masih banyak warga masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana longsor. Teknologi pengindraan jauh resolusi tinggi mampu menunjukkan adanya permukiman yang berada di daerah rawan bencana longsor. Pada citra satelit daerah rawan longsor dicirikan oleh kenampakan lahan terbuka dengan kemiringan lereng yang curam atau agak curam.

Jika hujan lebat turun dengan selang waktu yang cukup lama, maka daerah tersebut berpeluang terjadi longsor dan membahayakan penduduk yang tinggal di daerah sekitarnya.

Sebagai antisipasi kemungkinan bencana banjir dan longsor di seluruh wilayah Indonesia, ada beberapa hal yang terkait dengan bencana banjir dan longsor yang perlu mendapat perhatian bersama, yaitu:

- informasi harian prediksi daerah-daerah yang mempunyai peluang terjadinya hujan lebat khususnya yang disebabkan oleh kondisi cuaca ekstrem;

- informasi spasial daerah- daerah di dataran tinggi yang mengalami perubahan penggunaan/penutup lahan, misalnya dari areal hutan/tanaman keras menjadi lahan terbuka, kebun campuran, kebun pisang, atau tanaman musiman;

- data dan informasi spasial terkini sungai-sungai besar yang mengalami penyempitan dan pendangkalan serta bentuk sungai khususnya pada daerah pemukiman padat;

- informasi spasial terkini permukiman yang ada di daerah rawan bencana banjir/longsor

Adapun data/informasi nonspasial yang sangat penting adalah kemampuan operasional sistem pengendali banjir. Untuk itu harus tersedia data/informasi, khususnya informasi spasial dan terbarukan tentang prediksi curah hujan dan cuaca ekstrem harian, lahan kritis, bentuk lahan, perubahan penggunaan/penutup lahan, daerah aliran sungai, dan perkembangan permukiman di daerah rawan banjir dan tanah longsor.

Penggunaan teknologi pengindraan jauh multilevel dapat membantu mempercepat penyediaan data/informasi spasial digital dinamis sehingga data/ informasinya selalu up-to-date, mudah dan mudah didiseminasikan dengan cepat.

Bidawi Hasyim Peneliti Lapan

Post Date : 10 Desember 2004