Jakarta Tak Berdaya

Sumber:Kompas - 18 Januari 2013
Kategori:Banjir di Jakarta
Jakarta, Kompas - DKI Jakarta sebagai ibu kota negara Republik Indonesia tidak berdaya menghadapi banjir. Puluhan ribu rumah, berbagai fasilitas publik, Balaikota, bahkan Istana Negara, seluruhnya terendam. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun menetapkan Jakarta Siaga 1.
 
Status Jakarta Siaga 1 itu disampaikan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono seusai rapat koordinasi penanganan banjir di Balaikota dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Kamis (17/1).
 
Presiden Yudhoyono bersama Ny Ani Yudhoyono pun memantau langsung sejumlah tempat banjir menggunakan perahu karet.
 
Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat, banjir telah menggenangi 500 RT dan 203 RW di 44 kelurahan yang tersebar di 25 kecamatan di DKI Jakarta. Jumlah penduduk yang terendam 25.276 keluarga atau 94.624 jiwa, dan pengungsi mencapai 15.447 jiwa.
 
Hingga kemarin sore tercatat sedikitnya lima warga tewas akibat banjir di DKI Jakarta. Selain tersengat listrik, korban tewas karena hanyut atau terjatuh.
 
Genangan air di sekitar Istana juga membuat kunjungan Presiden Argentina diundur 1 jam.
 
Hingga Selasa sore, empat orang terjebak di lantai dasar Gedung Bank UOB di Jalan MH Thamrin, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Mereka berada di Lantai Dasar 2 Gedung Bank UOB sekitar pukul 10.00 dan tidak sempat keluar saat air deras masuk ke dalam lantai dasar.
 
Kerugian akibat banjir yang melumpuhkan kegiatan bisnis akibat jalur distribusi dan logistik terganggu ini diperkirakan kalangan pengusaha sedikitnya Rp 500 miliar.
 
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi memperkirakan kerugian bisa terus bertambah. ”Pabrik tutup, kantor tutup. Ini parah sekali,” katanya.
 
Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald Waas menegaskan, Bank Indonesia bisa memperpanjang waktu kliring pada siang hari untuk mengakomodasi bank-bank yang kesulitan akibat kondisi banjir.
 
Respons cepat
 
Gubernur DKI menetapkan Jakarta dalam status tanggap darurat bencana banjir selama 10 hari, mulai Kamis (17/1) hingga Minggu (27/1).
 
”Situasi tanggap darurat ditetapkan supaya semua pihak bisa bergerak di lapangan secara lebih cepat. Kalau dari DKI, saya sendiri yang tangani. Tetapi kalau dari pusat, saya minta semua dipercepat,” kata Jokowi.
 
DKI mengharapkan pemerintah pusat, juga TNI dan Polri, lebih cepat merespons kebutuhan masyarakat, antara lain memenuhi kebutuhan toilet, selimut, dan logistik yang masih kurang.
 
Agung Laksono juga memastikan pemerintah siap dan mampu mengatasi korban banjir serta melakukan langkah-langkah yang diperlukan.
 
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar menegaskan, Polri membantu penuh dengan memfokuskan tiga hal, yaitu evakuasi warga, pengamanan lokasi yang ditinggalkan warga, dan pengelolaan kondisi arus lalu lintas. Jajaran Polda yang dilibatkan mencapai 15.000 personel.
 
Polri juga menyiapkan 150 perahu karet yang ditempatkan tersebar di sejumlah tempat di lima wilayah DKI Jakarta, termasuk Tangerang, Depok, dan Bekasi.
 
Penyebab banjir besar
 
Lumpuhnya aktivitas di Ibu Kota ini, menurut Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Ery Basworo, terjadi setelah tanggul Kanal Barat jebol di Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat. Akibatnya, air kanal yang seharusnya dialirkan ke laut membanjiri sebagian kawasan Menteng, Tanah Abang, dan Jalan Thamrin. Tanggul jebol sepanjang 50 meter itu mengakibatkan paling tidak 2 juta meter kubik air kanal membanjiri kawasan pusat Jakarta. Jebolnya tanggul juga menyebabkan jaringan kereta dua arah terputus.
 
Lantaran tingginya kapasitas air, sistem pemompaan di kawasan Thamrin ke Kali Cideng juga tidak dapat mengurangi banjir. Pasalnya, sistem pemompaan tersebut didesain hanya untuk mengatasi kawasan Thamrin, Menteng, dan Sudirman.
 
”Airnya begitu deras. Sejak tanggul jebol, kami perkirakan lebih dari 2 juta meter kubik air membanjiri pusat kota,” tutur Ery.
 
Begitu pun dengan Waduk Melati. Seharusnya waduk itu dapat menampung air dari kawasan Thamrin-Sudirman, tetapi kemarin meluap. Bahkan, ketinggian permukaan waduk mencapai 404 cm. Ketinggian permukaan ini paling tinggi dalam lima tahun terakhir, bahkan dibandingkan banjir tahun 2007.
 
Akibat meluapnya waduk tersebut, dua dari sembilan pompa di Waduk Melati tidak berfungsi karena perangkat sensor pompa terendam. ”Saat banjir besar tahun 2007 pun ketinggian air tidak setinggi sekarang,” tutur Marsudi (52), penanggung jawab pompa Waduk Melati.
 
Luapan air di Waduk Melati berasal dari pembuangan dari Kali Cideng, Kali Gresik, saluran air dari kawasan Jalan H Mas Mansyur, Tanah Abang. Luapan ini menggenangi jalan lokal, sebagian kawasan niaga Thamrin City, dan permukiman warga sekitar.
 
Dilihat dari tingginya permukaan air di sejumlah tempat, kapasitas air pada banjir kali ini melebihi banjir tahun 2007. Kemarin, di Pintu Air Manggarai, ketinggian permukaan air mencapai 1.030 skala air setempat. Adapun tahun 2007, skala air setempat menunjukkan angka 1.010.
 
Karakter banjir tahun ini serupa tetapi tidak sama dengan banjir tahun 2007. Banjir kemarin disebabkan hujan di hulu dan hujan lokal. Tingginya hujan di hulu dan hujan setempat membuat sejumlah kali meluap.
 
Catatan Posko Banjir Dinas Pekerjaan Umum, beberapa kali yang meluap antara lain Kali Angke, Grogol, Pesanggrahan, Krukut, Ciliwung, Cipinang, dan Sunter. Kapasitas seluruh sungai itu tidak mampu menampung debit air yang ada.
 
Sementara itu, banjir tahun 2007, selain disebabkan hujan di hulu dan hujan setempat, diperparah tingginya permukaan air laut. Hal ini membuat aliran di sejumlah sungai terhambat dan area terdampak banjir lebih luas.
 
Menurut Wali Kota Jakarta Pusat Saefullah, dinding Kanal Barat yang jebol itu merupakan wewenang pemerintah pusat, di bawah Kementerian Pekerjaan Umum. Tanggul tersebut dibuat tahun 2003.
 
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Syamsul Maarif mengatakan, drainase yang buruk di jalan-jalan protokol menambah parah persoalan. Untuk itu, dalam 1-2 tahun ke depan, perbaikan drainase perlu dipercepat supaya mampu menampung banjir yang terjadi setiap tahun.
 
Perbaikan darurat
 
Sebagai langkah penanganan darurat, pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI bekerja sama memperbaiki tanggul Kanal Barat yang jebol itu. Jokowi turun langsung mempersiapkan proses perbaikan. Dalam waktu 2 kali 24 jam, tanggul diharapkan dapat teratasi sementara.
 
Perbaikan tanggul dilakukan dengan cara memasang bronjong kawat dan karung berisi batu. Dibutuhkan 450 bronjong berkapasitas 1 meter kubik untuk menutup tanggul jebol.
 
”Kami mengerahkan kemampuan apa yang bisa dilakukan. Selanjutnya, pengawasan tanggul kali harus dilakukan secara ketat,” kata Jokowi.
 
Saat jebol, terlihat konstruksi tanggul berupa pasangan batu kali. Bongkahan tanggul hanyut memutuskan rel kereta di sisi utara tanggul.
 
Perbaikan dari hulu
 
Ernan Rustiadi, peneliti senior di Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Institut Pertanian Bogor, mengingatkan, banjir besar yang terjadi dalam tiga hari terakhir di Jakarta tidak semata akibat tingginya intensitas curah hujan.
 
”Akumulasi curah hujan dalam 5-6 hari terakhir memang cukup tinggi. Akan tetapi, buruknya daya dukung lingkungan, baik di Jakarta maupun di kawasan hulu-hulu sungai yang bermuara di Ibu Kota, yang menyebabkan banjir tahun ini cukup parah,” kata Ernan.
 
Penelitian Ernan tahun 2012 menunjukkan kondisi internal kota Jakarta, seperti buruknya drainase, rob, permukaan tanah turun, hingga intrusi air laut, hanya berkontribusi memicu banjir kurang dari 50 persen saja. Sementara buruknya kondisi hulu dan Daerah Aliran Sungai Ciliwung dan Cisadane, dua sungai besar yang melintasi dan bermuara di Jakarta, dinyatakan sebagai penyebab banjir terbesar.
 
Sementara itu, Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Mulyono Prabowo mengingatkan, selama 2-3 hari ke depan, Jabodetabek masih berpotensi hujan merata dengan intensitas sedang hingga lebat.(NDY/ATO/FRO/HAM/ART/ GAL/IDR/MKN/WIN/NEL/FER)


Post Date : 18 Januari 2013