Jutaan Penduduk Bandung Buang Tinja Sembarangan, Sangat Potensial Timulkan Penyakit Diare

Sumber:Pikiran Rakyat - 23 Desember 2004
Kategori:Sanitasi
BANDUNG, (PR).- Sekira 3,5 juta atau 65% dari 6 juta penduduk cekungan Bandung membuang kotorannya (tinja, air kencing, dll.) secara sembarangan. Mereka membuang kotorannya langsung ke sungai atau ke septic tank yang tidak kedap air sehingga tetap saja mencemari lingkungan.

Hal itu dikatakan Kepala Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar Dr. Setiawan Wangsaaatmaja, saat lokakarya "Cekungan Bandung: Geodinamika, Permasalahan, dan Pengembangannya" di Audiotorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Jln. Diponegoro Kota Bandung, Rabu (22/12). "Pencemaran air itu mengakibatkan ratusan ribu warga berpotensi terkena diare," katanya.

Setiawan mengatakan, membuang tinja secara sembarangan umumnya terjadi di pusat keramaian seperti Kota Bandung, Cimahi, dan berbagai ibu kota kecamatan di Kab. Bandung. Maka tidak heran, kadar koli tinja (bakteri koli) di Sungai Citarum mencapai 500 ribu/100 mililiter air atau 250 kali di atas baku mutu. Kondisi itu bisa sangat membahayakan kesehatan manusia.

Menurut Setiawan, para penduduk di pemukiman padat dengan kondisi septic tank yang buruk, berpotensi paling besar tertimpa diare. Pada kondisi lingkungan seperti itu, sumur penduduk sangat dekat dengan septic tank, sehingga mudah sekali tercemar koli tinja. "Bahkan, air sungai yang tercemar limbah pun bisa juga menyerap ke sumur-sumur penduduk di sepanjang sungai," kata Setiawan.

Diungkapkan Setiawan, bila hanya menghitung jumlah penduduk di dekat sungai, jumlah keluarga yang memiliki septic tank kurang dari 15%. Sekira 85% lainnya membuang tinja langsung ke sungai. Padatnya pemukiman tanpa didukung lingkungan yang bersih mengakibatkan tinja mengalir ke sungai tanpa terkontrol. Buktinya, kadar koli tinja di Citarum mulai parah sejak melewati pemukiman padat mulai dari Sapan pada kilometer (KM) 15.

Pada saat kemarau, Setiawan mengungkapkan, risiko diare semakin besar. Turunnya debit air mengakibatkan persentase kadar koli tinja semakin meningkat. "Pasalnya, orang yang buang hajat di musim kemarau tetap sama dengan di musim hujan," katanya.

Tak kedap air

Setiawan mengatakan, septic tank yang tidak kedap air juga membuat koli tinja menyerap ke dalam tanah sehingga bakal mencemari air tanah dangkal yang digunakan untuk berbagai keperluan manusia. Dengan demikian, air dari sumur yang digunakan warga untuk minum sangat mungkin tercemar bakteri koli yang meresap dari septic tank yang tidak kedap air dan juga dari sungai.

Setiawan memberi contoh, penduduk di tepi Sungai Cikapundung bisa dikatakan sangat rawan terkena diare. Andai saja mereka memiliki septic tank pun, kualitasnya saat ini buruk karena tidak kedap air sehingga lebih tepat dikatakan cubluk.

Sementara itu, Kepala Subbidang Lingkungan Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kota Bandung Sumpena, mengatakan, untuk mengurangi beban pencemaran ke sungai, sedang mengkaji pembangunan saluran limbah di Cikapundung mulai dari Lebak Siliwangi di utara sampai dengan Jln. Soekarno-Hatta di selatan. "Jadi, kelak tidak boleh lagi ada limbah dari pemukiman yang dibuang begitu saja ke Cikapundung," katanya.

Sumpena mengatakan, limbah pemukiman di sekitar Cikapundung dan anak-anak sungainya kelak akan disalurkan ke dalam beberapa kelompok bak penampungan komunal sebelum diteruskan ke septic tank raksasa atau instalasi pengolahan air limbah di Bojongsoang. Pembangunannya diperkirakan menelan biaya sekira Rp 50 miliar dan bakal mampu menampung limbah 14 ribu warga.

Namun, Sumpena mengatakan, jumlah itu masih sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah pencemaran ke sungai secara keseluruhan di Kota Bandung. Masalahnya masih ada 13 sungai lainnya di Kota Bandung yang mesti ditangani seperti di Cikapundung itu, tetapi hingga kini belum satu pun dikaji. Karenanya masih sangat jauh perjalanannya untuk membuat sungai di Kota Bandung bersih. (A-129)

Post Date : 23 Desember 2004