Kekeringan di Jatim Meluas

Sumber:Koran Sindo - 13 Agustus 2009
Kategori:Kekeringan

SURABAYA(SI) – Sejumlah daerah di Jawa Timur (Jatim) dilanda musibah kekeringan akibat berkurangnya sumber mata air Sungai Brantas.

Sebab, sumber mata air yang mengalir di sungai tersebut menopang kebutuhan air bagi 14 kabupaten dan kota di Jatim.Data Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim menyebutkan, kekeringan yang terjadi bersamaan dengan musim kemarau kini melanda sejumlah kabupaten dan kota.Antara lain,Tuban, Bojonegoro, Ngawi, Kediri, dan Trenggalek.

Selain itu, Gresik, Lamongan, dan Pamekasan. Jumlah daerah yang dilanda kekeringan diperkirakan bakal bertambah. Tentu saja, kondisi ini dikhawatirkan mengganggu produktivitas beras Jatim yang dikenal sebagai salah satu lumbung pangan nasional. Gubernur Jatim Soekarwo meminta Dinas Pertanian menyosialisasikan pola tanam baru untuk mengantisipasi kekeringan.

Langkah ini juga untuk menjaga produktivitas padi menyusul lahan pertanian di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Brantas yang kesulitan mendapatkan air. ”Ada dua penyebab mengapa kekeringan di Jatim relatif lebih cepat terjadi,yakni karena faktor badai El Nino dan banyaknya sumber mata air di Sungai Brantas yang tidak mengeluarkan air lagi.

Kalau faktor El Nino, tidak terlalu terasa.Sebab, badai itu mengarah ke barat,”terang Soekarwo. Dia juga menanggapi matinya sumber mata air Sungai Brantas. ”Kita harus mendorong agar Jasa Tirta I dan Perhutani segera melakukan langkah-langkah reboisasi di wilayah gundul. Setidaknya kita harus mempertahankan sumber mata air yang masih ada dan menciptakan yang baru,” tambah mantan Sekda Pemprov Jatim ini.

Data Pemprov Jatim menyebutkan, dari 111 sumber mata air Sungai Brantas,saat ini hanya tinggal 57 mata air yang masih hidup. Pemprov Jatim, menurut dia, sangat berkepentingan menjaga kelestarian sumber mata air di Sungai Brantas. ”Sebab, sumber mata air tersebut menopang kebutuhan air pada 14 kabupaten dan kot di Jatim.

”Terlebih lagi,data Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jatim menyatakan, banyak areal hutan dataran tinggi di Jatim yang mengalami lahan kritis. Di dataran tinggi Kota Batu misalnya,terdapat 925 hektare lahan kritis dalam kawasan hutan.Sedangkan di luar kawasan hutan, terdapat sekitar 1.899 hektare lahan kritis.

”Musim kemarau ini, sumber air yang masih mengalir hanya 8 sumber.” Dalam kesempatan tersebut, Soekarwo berjanji akan menjamin pasokan air bersih dan terhadap kabupaten dan kota yang dilanda kekeringan. Begitu juga, disiapkan 200 ton beras untuk mengantisipasi kekurangan pangan di daerah tersebut.”

Beberapa daerah sudah jalan, mengirimkan air bersih dengan mobil-mobil tangki ke beberapa wilayah desa yang mengalami kekeringan. Pemprov Jatim juga akan membantu mengirimkan air bersih yang sama,”ungkap Soekarwo. Menurut dia,truk tangki pemasok air sudah disiagakan di empat Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil).

Truk tangki tersebut akan selalu bergerak mengirim air bersih ke desa-desa yang kekeringan. ”Memang kita tidak bisa memasok semua desa.Kami akan melakukan koordinasi dengan kabupaten/ kota setempat untuk memilih lokasi yang paling kering,”tukas dia.

Bagi dia,yang terpenting bagaimana menyelamatkan manusianya. ”Kalau memang kebutuhan air di banyak lokasi,Pemprov Jatim akan menyewa truk tangki untuk memasok air bersih sampai ke desa-desa,”tandasnya. Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemprov Jatim Dewi J Putriatni membenarkan, kondisi mata air,terutama di enam gunung yang menjadi hulu mata air Sungai Brantas, banyak yang hilang.

”Hasil studi lapangan BLH ditemukan peningkatan erosi di daerah hulu Brantas. Semula, tingkat erosi 2.000 ton lebih per hektare per tahun, kini meningkat sekitar 300% jika dibandingkan kondisi 1980- an,” terang Dewi. Akibatnya,Waduk Sengguruh dan Sutami mengalami sedimentasi 5,4 juta m3 per tahun sejak 1988-2003.

Berdasar kondisi tersebut, setelah 15 tahun Waduk Sutami kehilangan tampungan efektifnya 43,6 % (253 juta m3 menjadi 142 juta m3). Hal ini akibat masuknya sedimen sebesar 167,4 juta m3.Kondisi ini juga mengurangi usia pakai efektif Waduk Sengguruh. Secara teknis, harusnya waduk mampu menampung 19 juta m3 dalam waktu 20 tahun. ”Faktanya, dalam kurun waktu enam tahun sudah penuh.” (soeprayitno)



Post Date : 13 Agustus 2009