Ketika Drainase Gravitasi Tak Lagi Berfungsi

Sumber:Suara Merdeka - 11 Mei 2006
Kategori:Drainase
Hujan dua jam saja, Jalan Raya Kaligawe banjir. Jalan cepat rusak dan lalu lintas pun macet. Mengapa Jalan Raya Kaligawe dan sekitarnya sering dilanda banjir? Berikut laporan wartawan Suara Merdeka Hartono, mengenai problematik drainase di daerah bekas rawa tersebut, secara berseri mulai hari ini.

KEMACETAN lalu lintas merupakan problem klasik di Jalan Raya Kaligawe. Namun, penyebabnya bukanlah faktor pengaturan arus lalu lintas atau padatnya kendaraan yang melalui kawasan tersebut.

Kemacetan di jalan masuk utama Kota Semarang dari arah Demak itu sesungguhnya merupakan dampak dari rusaknya sistem drainase di Kaligawe dan sekitarnya.

Kawasan di sepanjang jalan Daendeles itu, yang meliputi wilayah Kecamatan Gayamsari dan Genuk, merupakan kawasan padat dengan kegiatan industri dan permukiman. Selain itu, terdapat terminal angkutan bus antarkota, sekolah, perguruan tinggi, dan rumah sakit. Ini artinya, bangunan di kawasan bekas rawa itu cukup padat. Namun sayang, perubahan tata guna lahan yang revolusioner itu tidak dibarengi dengan pembangunan sistem drainase yang terintegrasi.

Prinsip gravitasi memang ''ditaati'' para pengembang di kawasan tersebut. Namun, rupanya hal itu untuk kepentingan mereka sendiri. Buktinya, kawasan yang dibangun belakangan selalu lebih tinggi dari yang sebelumnya. Tiap kawasan juga membangun drainase, tetapi fungsinya hanya memindahkan genangan ke tempat lain.

Siapa yang harus dipersalahkan jika jalan-jalan di Lingkungan Industri Kecil (LIK) Bugangan Baru kini selalu tergenang?

Pengelola kawasan industri yang dibangun awal 1980 itu kini dihadapkan pada sebuah dilema. Jika mereka meninggikan jalan, tempat kegiatan usaha bakal terendam. Jika jalan tidak ditinggikan, akan cepat rusak dan akibatnya mengganggu mobilitas pekerja dan angkutan barang.

Problem lain yang dihadapi adalah tingginya tingkat sedimentasi saluran di kawasan tersebut serta suburnya eceng gondok. Angka penurunan tanah mencapai lebih dari 10 cm per tahun. Ini berdasarkan hasil penelitian Subdirektorat Geologi Teknik Seksi Evaluasi Geologi Teknik.

Kiriman Air

Maka, 30 tahun setelah pembangunan besar-besaran kawasan industri di daerah bekas wilayah Kabupaten Demak itu, drainase dengan sistem gravitasi tak lagi berfungsi. Air hujan sangat lambat mencapai laut. Sebaliknya, air laut pasang atau rob justru lebih cepat masuk ke darat. Karena itu, tak ada pilihan lain kecuali mengombinasikan sistem drainase gravitasi dengan sistem pompa dan polder.

Kawasan Kaligawe menerima kiriman air dari daerah tenggara Kota Semarang, yakni Kecamatan Tembalang dan Banyumanik bagian timur. Air hujan di kawasan atas tersebut sebenarnya sudah ditahan di Bendung Pucanggading. Kemudian, air dialirkan ke Kali Babon dan Banjirkanal Timur. Namun, kapasitas dua kanal utama itu sudah jauh berkurang akibat pendangkalan. Sebagian air kemudian mengalir ke kawasan Kaligawe, yang berada di antara dua kanal itu, melalui Kali Tenggang yang berhulu di Jalan Majapahit.

Setelah memotong rel kereta api di Muktiharjo, aliran air di Kali Tenggang akan melambat dan bahkan berhenti mengalir ketika sedang rob. Ini akibat elevasi lahan lebih rendah dari permukaan air laut pasang. Maka, Kelurahan Kaligawe, Sawahbesar, Tambakrejo, Terboyo Kulon, Terboyo Wetan hingga Gebangsari yang merupakan daerah cekungan, sangat rentan terhadap banjir. Harapan untuk membebaskan kawasan tersebut dari genangan banjir ataupun rob, kini bergantung pada normalisasi Kali Tenggang. (bersambung-62d)

Post Date : 11 Mei 2006