KLB Diare di Flotim Berakhir

Sumber:Suara Pembaruan - 15 Februari 2005
Kategori:Sanitasi
JAKARTA - Kejadian luar biasa (KLB) diare yang terjadi di berbagai kecamatan di Kabupaten Flores Timur (Flotim), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), berakhir. Dari hasil pemantauan kasus hingga Selasa (15/2) pagi, tidak ada kasus baru. Kasus diare terakhir terjadi pada 9 Februari sebanyak dua kasus.

Demikian disampaikan Pjs Direktur Pemberantasan Penyakit Menular Langsung Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PPMPL) Departemen Kesehatan dr Rosminiday, Selasa (15/2), kepada Pembaruan. Menurut dia, dua minggu lalu pihaknya telah mengirim tim terpadu ke NTT melakukan penyelidikan penyebab wabah diare di NTT.

Tim tersebut melakukan kaporitisasi ke seluruh sumber air minum di lokasi kejadian. Dari hasil pemeriksaan sumber air minum ditemukan kuman kuman E coli . Menurutnya, di era desentralisasi perhatian pemerintah daerah terhadap kesehatan sangat rendah. Dicontohkan, untuk mengurangi meluasnya kasus diare di NTT, kaporitisasi sumber air minum baru dilakukan setelah tim dari Departemen Kesehatan dikirim ke lokasi kejadian.

Sementara di era desentralisasi, Departemen Kesehatan hanya berfungsi sebagai fasilitator. Artinya, bila pihak pemerintah meminta bantuan ke Departemen Kesehatan barulah Departemen Kesehatan memfasilitasi.

" Mohon gubernur, bupati mengalokasikan dana yang cukup untuk kesehatan. Dari pemerintah pusat sudah ada Dana Alokasi Umum (DAU). Hendaknya dari sumber itu dialokasikan dana yang cukup untuk bidang kesehatan," katanya.Disebutkan, surveillance di lokasi kejadian memang lambat.

Data kasus diare di Kabupaten Flores Timur sejak 15 Januari sampai 4 Februari 2005 menunjukkan di Kecamatan Adonara terdapat 203 kasus, 4 diantaranya meninggal. Kecamatan Witihama 546 kasus, 3 diantaranya meninggal, Kecamatan Solor Timur 153 kasus, Kecamatan Klubagolit 29 kasus, 4 diantaranya meninggal, Kecamatan Larantuka 131 kasus, RSU Larantuka 204 dirawat inap dan meninggal 2 orang, Tanjung Bunga 22 kasus, seorang diantaranya meninggal. Para korban yang meninggal mengalami muntaber.

Lakukan Edukasi

Direktur Eksekutif Yayasan Kusuma Buana dr Firman Lubis MPH menuturkan desentralisasi banyak dipakai alasan dalam masalah kesehatan. Desentralisasi, katanya, tidak berarti Departemen Kesehatan tidak sepenuhnya mengurus masalah kesehatan di daerah. Apalagi untuk kasus yang tergolong wabah.

Kalau sudah wabah, Departemen Kesehatan harus berperan karena mempunyai aparat untuk mengatasi wabah, dan itu ada di Ditjen PPMPL yang mempunyai tim untuk mengatasi wabah di suatu daerah atau tempat.

Dikatakan, sekarang seolah-olah semua orang menyalahkan desentralisasi. Padahal Indonesia bukan negara federal, tetapi negara kesatuan.

Memang ada otonomi daerah tetapi tidak berarti pemerintah pusat tidak terlibat lagi dalam kasus penyakit yang ada di daerah. Justru Departemen Kesehatan harus memberi bantuan mengatasi masalah kesehatan. Kebijakan daerah tetap diberikan oleh Departemen Kesehatan.

"Depkes harus proaktif, begitu ada laporan peningkatan kasus, harus cepat kirim tim. Memang wewenang Departemen Kesehatan menyampaikan wabah, dan itu harus dilakukan. Kalau termasuk didaftar WHO mereka juga harus melaporkan,"tandas Firman.

Dijelaskan, sudah ada aturan perundangan untuk laporan kasus penyakit. Departemen Kesehatan harus mendorong Dinas Kesehatan untuk melapor ke pusat. Penyakit harus dimonitor.

Di Departemen Kesehatan, katanya, juga ada sistem pelaporan untuk memonitor wabah atau perkembangan penyakit yang perlu untuk mendapat perhatian.

"Kok HIV/AIDS bisa dilaporkan. Dari dahulu mestinya PPMPL sudah ada sistem pelaporan. Desentraslisasi kok dijadikan kambing hitam," tambahnya.

Firman menambahkan, kaporitisasi harus dilakukan di seluruh sumber mata air, tempat penyimpanan air. Pasalnya, wabah diare bisa berulang. Yang paling baik adalah usaha mencegah, misalnya, mendidik masyarakat. Kondisi wabah merupakan kesempatan paling bagus untuk mengedukasi masyarakat.

Masyarakat perlu menjaga sanitasi, mencuci tangan dengan sabun untuk mengurangi kasus diare. Sumber air harus dijaga agar tidak terkontaminasi, jangan dekat dengan lokasi buang air besar.

Masyarakat juga harus didorong membuang air besar di jamban, bukan di sembarang tempat dan ini menjadi tugas utama puskesmas. (N-4)

Post Date : 15 Februari 2005