Kondisi Sanitasi Pengungsi di Calang Buruk dan Terbatas

Sumber:Kompas - 16 Juni 2005
Kategori:Aceh
Calang, Kompas - Kondisi sanitasi di Calang, terutama untuk mandi cuci kakus, masih sangat terbatas sehingga perlu diwaspadai kemungkinan serangan penyakit menular. Diharapkan, bantuan perbaikan sanitasi segera dapat diberikan, baik dari donatur yang melalui lembaga swadaya masyarakat maupun dari pemerintah pusat.

Demikian hasil pemantauan Kompas terhadap kondisi pengungsian di Calang, ibu kota Aceh Jaya. Juga perbincangan dengan Bupati Aceh Jaya Zulfian Ahmad; Kepala Puskesmas Calang dr Arjuna; dan petugas klinik kesehatan bantuan dari Global Asisstance & Healthcare, HSBC, dan Rolls Royce dr Ariana W serta dr A Subangkit di Calang, Rabu (15/6).

Menurut Arjuna, pada dua bulan pertama setelah tsunami, paling banyak kasus yang ditangani adalah penyakit diare dan tetanus. Bulan ketiga setelah tsunami sampai sekarang paling banyak ditemui pasien penderita infeksi saluran pernapasan akut. Namun, dia tidak memiliki data pasien yang terkena penyakit itu karena dalam situasi yang serba darurat.

Zulfian mengatakan, masalah sanitasi menjadi salah satu hal yang mendesak untuk ditangani di Calang karena belum ada yang secara khusus menangani. "Sekarang ini NGO memang sudah ada yang mempekerjakan masyarakat untuk membersihkan lokasi dengan tangan. Melihat kondisi yang ada, saya berharap ada NGO yang mempekerjakan masyarakat dengan menggunakan alat berat sehingga saluran air, sungai kecil yang tertutup sampah tsunami bisa lancar kembali. Air bersih memang sudah ada, tapi belum memadai untuk semuanya," katanya.

Seorang pengungsi di Desa Padang Datar, Krueng Sabee, Mahdi Amin (47), membenarkan kondisi itu. Diakuinya, meski mereka memperoleh pasokan air bersih setiap waktu dari Oxfam, kondisi MCK di sekitar pengungsian tak layak.

Butuh obat-obatan

Dr Arjuna mengatakan, saat ini untuk pelayanan kesehatan masih dibutuhkan banyak obat- obatan, terutama antibiotik dan antivirus. "Antibiotik ada, tapi sangat terbatas, sedangkan antivirus kami sama sekali tidak punya," katanya.

Padahal, setiap bulan rata- rata ada 5-7 pasien yang terkena penyakit yang diakibatkan virus, seperti campak dan herpes. "Sebelum tsunami, penyakit yang berasal dari virus tidak ada di sini. Makanya sekarang kami kewalahan karena tidak ada obat antivirus," katanya.

Sementara itu di Desa Meudhen, Kecamatan Lamno, hari sebelumnya dibuka pos pelayanan terpadu (posyandu) untuk pertama kalinya. Posyandu ini difasilitasi oleh World Vision. Lamno merupakan satu-satunya kecamatan yang pusat pelayanan publiknya, termasuk puskesmas, selamat.

Menurut para ibu yang datang untuk menimbang anak dan mendapatkan gizi tambahan, posyandu itu merupakan yang pertama kalinya di sana. "Kalau imunisasi, suntik-suntik, dulu sebelum tsunami sudah ada. Tapi posyandu ini pertama kali diadakan," katanya.

Relawan Worldvision Fitriani SKM mengatakan, pemeriksaan ini meliputi sedikitnya 75 bayi dan balita. Pada pemeriksaan lanjutan, tim kesehatan Worldvision yang dipimpin dr Asti Astuti akan memberikan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis. (ham/anv)

Post Date : 16 Juni 2005