Kondisi Tanah Jakarta Kian Kedap

Sumber:Kompas - 19 Januari 2013
Kategori:Banjir di Jakarta

Jakarta, Kompas - Banjir di Jakarta dari tahun ke tahun menunjukkan gejala meluas. Meski curah hujan relatif stabil, air kian lama surut. Kondisi ini terutama disebabkan tanah yang kian kedap air dan kurangnya daerah resapan.

”Memang ada hujan lokal dan hujan di bagian atas yang saling berkontribusi. Namun, seharusnya tak memicu banjir sebesar ini,” kata Guru Besar Hidrologi Institut Teknologi Bandung Indratmo Soekarno, Jumat (18/1).

Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, curah hujan rata-rata di beberapa tempat di Jakarta pada Januari 2013 lebih rendah dibanding Januari-Februari 2007.

”Lapisan atas tanah Jakarta terendapi sedimen yang butirannya jauh lebih halus. Air kian sulit terserap tanah. Kekedapannya meningkat terus,” katanya. Kondisi ini diperparah masifnya penutupan lahan terbuka oleh gedung dan jalan. Kawasan area resapan dijadikan bangunan.

”Lahan 1 hektar yang tertutup beton dengan curah hujan 100 mm seperti kemarin bisa menghasilkan volume air permukaan 1.000 kubik,” katanya.

Ahli geoteknologi LIPI, Jan Sopaheluwakan, menyebutkan, daratan Jakarta berupa cekungan terus turun dengan laju 4-20 sentimeter per tahun. Sebaliknya, Teluk Jakarta—muara 13 sungai—mengalami pengangkatan. Air dari sungai-sungai yang melalui Jakarta dan bermuara di Teluk Jakarta cenderung balik ke dataran rendah kota.

Sebagai daerah cekungan, yang 40 persen dari 650 kilometer persegi luas wilayahnya lebih rendah dari laut, mau tak mau Jakarta memperbanyak resapan.

Menurut Indratmo, penanganan banjir di Jakarta dalam jangka panjang tak cukup mengandalkan kanal atau saluran air karena air relatif sulit mengalir ke laut dengan gaya gravitasi. ”Solusi deep tunnel perlu dipikir lebih matang. Apakah tepat?” katanya. ”Gunakan polder untuk memompa air ke laut.”

Indratmo juga mengingatkan, banjir di Jakarta tak bisa diatasi Pemerintah DKI sendiri. Sebagian besar banjir Jakarta disebabkan kiriman dari hulu. ”Pernah ada rencana pembuatan waduk di hulu, salah satunya Waduk Ciawi berkapasitas 30 juta kubik. Harus direalisasikan,” katanya.

Bencana ekologi

Selain faktor jebolnya tanggul, banjir kali ini juga dipicu saluran drainase dalam kota yang tak berfungsi optimal. ”Tak berfungsi karena sedimentasi dan banyaknya sampah,” kata Indratmo.

Secara jangka pendek, Pemerintah DKI diharapkan segera membersihkan saluran drainase di sepanjang jalan utama. ”Sampahnya dihilangkan dulu agar tali air berfungsi,” katanya, yang sempat terjebak banjir di Bundaran Hotel Indonesia.

Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyebut banjir Jakarta sebagai bencana ekologi. Selain berkurangnya daerah resapan, juga terjadi kerusakan di daerah aliran Sungai Ciliwung. ”Penggunaan sumur artesis juga besar. Ruang terbuka hijau berkurang,” kata Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kementerian |Lingkungan Hidup Arief Yuwono.

Seusai masa tanggap darurat, KLH akan fokus berkoordinasi dan bekerja sama menyelamatkan lingkungan di Jakarta. Ketaatan daerah terhadap tata ruang dan penyelamatan Sungai Ciliwung diprioritaskan.

”Kami sudah menggarap rancangan Peraturan Presiden tentang Ciliwung sebagai payung koordinasi para pihak. Masih dibahas lintas kementerian,” katanya. (AIK/ICH)



Post Date : 19 Januari 2013