Lurah Ujung Tombak

Sumber:Kompas - 27 Januari 2013
Kategori:Banjir di Jakarta

Banjir di Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, Sabtu (26/1), sudah reda. Air yang menggenangi permukiman telah surut dan sebagian besar pengungsi sudah kembali ke rumah.

Namun, Sanwani (53) belum bisa bernapas lega. ”Saya masih harus menyiapkan segala sesuatu pascabanjir,” ungkap pria yang menjabat sebagai Lurah Rawajati itu.

Sejak banjir melanda Rawajati, Sanwani terpaksa sering begadang. Tiap hari, rata-rata ia pulang ke rumah di atas pukul 24.00. ”Biasanya saya baru tidur pukul 01.00 dini hari. Besok paginya langsung pergi lagi,” ujarnya.

Banjir juga membuat Sanwani lebih banyak berada di lapangan daripada di kelurahan. Rata-rata ia berada di kantor hanya satu atau dua jam. ”Kadang kalau ada warga yang butuh tanda tangan, mereka yang nyusul ke lapangan,” tuturnya.

Ia terpaksa meninggalkan kantor untuk memantau langsung berbagai kejadian terkait banjir. ”Sudah seperti penjaga sungai jadinya,” katanya sambil tertawa.

Sebagai lurah, Sanwani memang menjadi ujung tombak penanganan banjir di wilayahnya. Ia memantau langsung proses evakuasi, distribusi bantuan, sampai menyambut kunjungan pejabat di atasnya.

Kelurahan Rawajati merupakan langganan banjir karena letaknya di pinggir Sungai Ciliwung. Banjir melanda Rawajati sejak 14 Januari lalu. Akibat banjir itu, warga di empat RW yang terkena luapan air terpaksa mengungsi. ”Yang kena RW 01, 03, 06, dan 07. Yang terparah RW 03 dan 07,” paparnya.

Saat banjir terjadi, jumlah pengungsi di kelurahannya mencapai 2.444 orang. Tempat pengungsian tidak terpusat, tetapi menyebar di sejumlah tempat. ”Ada yang mengungsi di bawah jalan layang Kalibata, ada juga yang ngungsi ke rumah tetangga, mushala, dan gedung lain,” katanya.

Untuk mencukupi kebutuhan pengungsi, pihak kelurahan membangun dapur umum di tiap RW yang terkena banjir. Posko untuk menampung bantuan dan memberikan layanan kesehatan juga didirikan. ”Tiap hari, kami menyalurkan nasi bungkus dua kali, siang dan malam. Untuk makan pagi, kami memberikan roti atau makanan instan,” ujarnya.

Sebagai lurah, ia juga harus berkoordinasi dengan banyak pihak. Selain dengan pihak kecamatan, koordinasi juga dilakukan dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Palang Merah Indonesia, Perusahaan Listrik Negara, dan sejumlah dinas di Jakarta Selatan.

Sebagai lurah, Sanwani juga harus menampung semua keluhan warga terkait berbagai masalah. Meski masalah yang dikeluhkan bukan kewenangan kelurahan, ia harus tetap menampungnya.

”Karena warga itu dekatnya dengan pihak kelurahan, ya, mereka ngeluh-nya pasti kepada kami. Nanti masalah itu kami pilah-pilah, lalu kami salurkan ke lembaga terkait,” ujarnya.

Sanwani telah berupaya maksimal melayani warganya. Menurut dia, dalam situasi darurat, yang penting komunikasi antarlembaga tidak boleh kaku. ”Koordinasi dalam masa tanggap darurat semacam ini harus fleksibel. Kalau tidak, kebutuhan masyarakat tidak bisa terpenuhi,” ujarnya. (K02)



Post Date : 27 Januari 2013