Masih Berharap Pada Tetes Hujan

Sumber:Kompas - 24 April 2010
Kategori:Kekeringan

Hari masih pagi, matahari belum lagi tinggi. Beberapa anak asyik bermain di tepian telaga. Tak tampak raut takut di wajah mereka karena telaga di Songbanyu, desa paling timur di Kecamatan Girisubo, itu mendangkal. Walaupun musim hujan telah tiba, warga desa di kecamatan terujung perbatasan antara Gunung Kidul, DI Yogyakarta, dan Wonogiri, Jawa Tengah, itu tak kunjung menikmati kelimpahan air telaga.

Telaga menjadi salah satu sumber air andalan warga Songbanyu dan 143 desa lain di Gunung Kidul. Selain telaga, masyarakat kabupaten terluas di DIY itu juga menggantungkan ketersediaan air dari mata air, hidran umum, dan bak penampungan air hujan. Keterbatasan akses terhadap air sudah dialami sebagian masyarakat Gunung Kidul sejak puluhan tahun lalu.

Secara fisiografis atau mengacu pada bentuk alam, kabupaten ini terbagi dalam tiga kawasan. Pertama, kawasan Perbukitan Baturagung, yaitu area yang terletak di bagian utara, yang meliputi Kecamatan Gedangsari, Patuk, Ngawen, Nglipar, dan Semin. Kawasan kedua disebut Basin Wonosari yang mencakup Kecamatan Playen, Karangmojo, Wonosari, Semanu, dan Paliyan. Basin Wonosari terletak pada bagian tengah, menjadi pembatas antara bagian utara dan selatan Gunung Kidul.

Pada kedua kawasan itu, yaitu Perbukitan Baturagung dan Basin Wonosari, ketersediaan air relatif bukan kesulitan berarti. Sebagian besar mata air di Gunung Kidul berada di kawasan tersebut. Basin Wonosari juga kaya air tanah dan berpotensi diangkat memanfaatkan teknologi sumur bor.

Sebaliknya, Perbukitan Karst, area paling selatan kabupaten seluas 1.485,36 kilometer persegi tersebut, merupakan kawasan tersulit akses air. Meskipun sebagian besar telaga di Gunung Kidul- lebih dari 81 persen-berada di kawasan ini, hal itu bukan berarti menjamin kelimpahan air penduduk sekitar.

Tak pelak, warga di delapan kecamatan di kawasan Perbukitan Karst, yaitu Panggang, Saptosari, Tepus, Rongkop, Purwosari, Ponjong, Tanjungsari, dan Girisubo tak luput dari paceklik air setiap musim kemarau tiba. Merujuk data Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Gunung Kidul, pada paruh 2009, sedikitnya 268.255 jiwa atau sekitar 35 persen penduduk Gunung Kidul dilanda kekeringan.

Dulu dan kini

Berjuta tahun silam, Perbukitan Karst di kawasan selatan Gunung Kidul sejatinya adalah dasar laut. Lempeng Australia yang menunjam bawah lempeng Eurasia empat juta tahun lalu membentuk zona subduksi, mengangkat dasar perairan laut dangkal ke permukaan. Zona itu membentuk perbukitan karst Gunung Sewu yang membentang dari Gunung Kidul, Wonogiri, hingga Pacitan.

Salah satu topografi yang terbentuk adalah alur sungai sepanjang 30 kilometer berupa lembah terjal berkelok, memanjang ke arah selatan dan berakhir pada sebuah teluk di kawasan Pantai Sadeng. Kini, alur itu dikenal sebagai kawasan Bengawan Solo Purba.

Dulu, daerah di sekitar sungai tersebut subur. Setelah terbentuk zona subduksi, wilayah yang kini termasuk Kecamatan Girisubo itu justru menjadi salah satu area paling gersang.

Kini, sebagian besar desa di kawasan Perbukitan Karst menggantungkan sumber air utamanya dari tetes air hujan. Sementara, jumlah hari hujan dan curah hujan di Gunung Kidul paling minim dibandingkan wilayah lain di DIY.

Kondisi fisiologis menjadi kendala terberat bagi pengadaan air di kawasan selatan ini. Oleh karena itu, berbagai inovasi terus diupayakan agar masyarakat di wilayah tersebut dapat mengakses air untuk kebutuhan hidupnya. Selain membangun bak penampungan air hujan dan memanfaatkan sambungan pipa air hingga daerah pelosok, dibangun pula instalasi pengangkatan air bawah tanah lewat bendungan sungai bawah tanah, seperti di Goa Bribin.

Segala daya dikerahkan agar sumber-sumber air yang ada dapat dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari dan berproduksi. Namun, berbagai upaya yang ditempuh itu tak akan lestari jika masyarakat tak dilibatkan aktif sebagai salah satu pemangku aktivitas "menciptakan air".

Mereka harus diberi ruang untuk berkembang bersama sumber kehidupan. Jangan lagi hanya bergantung pada tetes hujan.... (NUR/LITBANG KOMPAS)



Post Date : 24 April 2010