Menghijaukan Jakarta dengan Bank Sampah

Sumber:Kompas - 29 Juli 2012
Kategori:Sampah Jakarta
JAKARTA, KOMPAS.com - Jakarta belum menjadi kota yang hijau. Semua warganya tahu hal itu. Jakarta bahkan lebih tepat disebut hutan beton ditinjau dari tutupan wilayah hijaunya. Namun sebagian warga rupanya punya kerinduan untuk menjadikan Jakarta lebih rindang dan mengusahakan penghijauankota secara swadaya.
 
Hal itulah yang antara lain dilakukan warga RW 03 Rawajati, Pancoran, Jakarta Selatan. Warga di wilayah itu berinisiatif untuk menanam pohon termasuk tanaman bunga dalam pot di sekitar rumah. Hasilnya, wilayah yang tadinya gersang, kena menjadi asri.
 
"Sekitar tahun 2001, daerah sini gersang. Yang tumbuh hanya alang-alang. Akhirnya warga sepakat menanam masing-masing enam pohon di sekitar rumahnya," ujar Awarsono, Ketua Kampung Agro Wisata Rawajati, Sabtu (28/7/2012).
 
Saat tanaman mulai tumbuh dan lingkungan mulai hijau, warga menemukan bahwa ada hal yang mengurangi keindahan lingkungannya, yaitu sampah. Di saat bersamaan, kebutuhan akan pupuk juga meningkat. Maka muncullah pemikiran untuk memanfaatkan sampah itu sebagai pupuk. Dari situlah muncul apa yang kini dikenal sebagai bank sampah.
 
Ya, pupuk yang digunakan menyuburkan tanaman di Rawajati memang hasil daur ulang sampah rumah tangga warga. Sampah dikumpulkan pada satu tempat yang disebut bank sampah. Sampah anorganik dijual, sedangkan sampah organik dijadikan pupuk kompos untuk keperluan tanaman warga.
 
"Kita punya Bank Sampah. Setiap warga yang datang nyetor sampah dicatat, lalu sampahnya dipilah pengurus. Yang anorganik dijual ke lapak, sampah organik dibikin kompos," terang Awarsono yang juga memimpin pengelolaan Bank Sampah.
 
Pengurus Bank Sampah bersama warga juga membuat biopori di sekitar parit dan menanam pohon di beberapa bahu jalan di lingkungan itu. Biopori itu difungsikan untuk menyerap air agar ada persediaan air dalam tanah. "Kita jadi seneng bawa anak-anak main keluar rumah, sejuk soalnya," ungkap Rini, warga Rawajati.
 
Usaha warga menghijaukan lingkungan dengan daur ulang sampah juga mempunyai nilai ekonomis untuk warga. Setiap warga memiliki buku tabungan sampah kering (Tasake) di Bank Sampah. Setiap sampah kering yang dibawa warga akan dihitung lalu dibayar pada akhir bulan setelah sampah laku terjual. Dari hasil setoran itu, anggota akan mendapat bayaran sesuai harga dari sampah yang disetor. Bayarannya diberikan pada bulan berikutnya.
 
"Sistem itu membuat kami senang. Soalnya selain udara di sini jadi sejuk, anak saya juga bisa dapat Rp 200.000 per bulan, dia juga jadi rajin mengumpulkan sampah plastik di halaman," ujar Sumiati, warga setempat.
 
Apa yang dilakukan warga di Rawajati memang tidak membuat Jakarta hijau secara keseluruhan. Namun bila apa yang mereka lakukan dicontoh warga di tempat lain, barangkali predikat hutan beton untuk Jakarta berangsur-angsur bisa berubah menjadi "hutan" yang hijau. Itulah juga yang diharapkan Awarsono. "Semoga warga Jakarta melakukan hal yang sama, sederhana kok, dapat duit pula", ujarnya berharap.


Post Date : 29 Juli 2012