Minim MCK, Diare Dera Pengungsi

Sumber:Kompas - 05 Juni 2006
Kategori:Sanitasi
Bantul, Kompas - Minimnya sarana mandi, cuci, dan kakus di tempat-tempat pengungsian menjadikan warga harus antre melaksanakan hajat hariannya. Diare pun mulai muncul ketika banyak warga menumpuk di satu lokasi yang berprasarana minim tersebut. Warga membutuhkan mobil jamban untuk membantu mereka di saat sedang berusaha memperbaiki rumah.

Menurut pemantauan sampai kemarin, minimnya sarana mandi, cuci, dan kakus (MCK) antara lain tampak di Desa Bedukan, Bawuran, dan Segoroyoso, Kecamatan Plered, Bantul. Di Bedukan, misalnya, lebih dari 100 warga harus antre di dua kakus setiap harinya. Kakus tersebut milik dua keluarga yang kebetulan masih bisa digunakan.

Warga yang tidak sabar, banyak yang memilih membuang hajat di parit. Kalau untuk mandi masih bisa pakai sumur, meski lokasinya terbuka tanpa dinding, kata Eko, warga Bedukan. Ia dan banyak warga lainnya berharap ada bantuan mobil jamban sehingga memudahkan warga buang hajat.

Seorang dokter relawan medis di Desa Bawuran, Alfun, menuturkan, diare bermunculan di desa-desa Kecamatan Plered akibat terbengkalainya sarana MCK. Apabila tidak segera dicari solusi, dikhawatirkan diare meluas, terlebih ke anak balita yang kekebalan tubuhnya masih rendah.

Dalam situasi darurat seperti ini, ketika banyak kakus hancur, dibutuhkan peran aktif warga membuat kakus darurat, kata Alfun. Kakus darurat ini dapat digunakan sambil menunggu perbaikan rumah dan sarana MCK.

Alfun menuturkan, untuk sementara warga dapat membangun kakus darurat di sungai yang airnya mengalir deras. Bagi warga yang tinggal jauh dari sungai, dapat membuang hajat di lubang dan selanjutnya menimbun dengan tanah. Namun, cara ini disarankan digunakan tidak dalam waktu lama agar lingkungan setempat tetap sehat dan tak tercemar.

Butuh simpati

Sepekan setelah gempa, pengungsi di penampungan dihadapkan pada banyak problem, seperti kesibukan pembenahan puing, pencarian bahan bantuan, dan membuat rencana dalam kehidupan keluarga yang tengah ditimpa bencana. Mereka mengharapkan dukungan dan simpati agar mampu menghadapi tekanan beban sehari-hari.

Saya masih bingung, tidak bisa merencanakan akan berbuat karena tidak punya dana, kata Jumadi, warga Segoroyoso. Rumah Jumadi yang berada di tepian jalan itu rata tanah.

Menurut dia, dalam kondisi kehilangan akibat gempa pekan lalu, dirinya hanya bisa menunggu bantuan. Padahal, kata Jumadi, kegiatan menunggu itu disadarinya juga tidak dapat dilakukan terus-menerus.

Meski hari ini kami mendapat bantuan, belum tentu besok ada lagi bantuan, kata Jumadi.

Ketidakpastian jaminan stok bantuan mengakibatkan warga cenderung mudah terbawa emosi. Warga yang meminta bantuan di tepian jalan beberapa hari lalu kebanyakan sebatas mengedarkan kardus dan memohon dengan lirih. Mereka tidak mengeluh meskipun tidak diberi.

Namun, saat ini mulai banyak yang menyuarakan permintaannya dengan agak keras dan mengeluhkan kekecewaannya apabila pengguna jalan tidak memasukkan barang atau uang ke dalam kardus mereka.

Kepala Kepolisian Sektor Plered Ajun Komisaris Murlani menuturkan, beberapa daerah di Plered memang sulit dijangkau, semisal di Perbukitan Wonolelo. Dapat dimaklumi kalau kemudahan penyaluran bantuan ke daerah terpencil itu lebih sulit dibanding yang dekat dengan kota kecamatan, kata Murlani. (CAS)

Post Date : 05 Juni 2006