Peningkatan Sanitasi Butuh Perubahan Perilaku

Sumber:Kompas - 13 September 2012
Kategori:Sanitasi
BALI, KOMPAS.com - Masih adanya masyarakat yang melakukan Buang Air Besar Sembarangan (BABS) adalah fakta masih buruknya sanitasi di Indonesia. Umumnya, masyarakat melakukan BABS seperti di sungai karena sudah menjadi kebiasaan turun temurun. Dulu, ketika penduduk Indonesia tidak sepadat saat ini seolah tidak terasa dampaknya bagi kesehatan. 
 
Namun, kini populasi masyarakat Indonesia sudah 200 juta lebih penduduk. Jika banyak dari masyarakat masih BAB di sungai, maka sungai menjadi sangat kotor serta rentan sekali meningkatkan penyakit seperti diare, pneumonia, tipes, penyakit kulit dan penyakit kesehatan lainnya.
 
Principal Regional Team Leader Water and Sanitation Program (WSP) East Asia and the Pacific, Almund Weitz, mengatakan BABS adalah masalah perilaku buruk masyarakat yang harus diubah. Perubahan sikap masyarakat mengarah pada perilaku hidup bersih dan sehat merupakan kunci penting peningkatan sanitasi di Indonesia, di samping pernyediaan fasilitasnya.
 
"Tidak perlu banyak dana untuk sanitasi, tetapi utamanya adalah perubahan sikap. Anggaran sanitasi di Indonesia meningkat dananya, tetapi sangat perlu pelatihan dan peningkatan kapasitas masyarakat," ujarnya saat ditemui di acara East Asia Ministerial Conference on Sanitation and Hygiene (EASAN) III yang berlangsung di Nusa Dua, Bali.
 
Pemerintah Indonesia, menurut Almund, memang masih jauh tertinggal dari target MDGs. Akan sangat berat bagi Indonesia untuk mencapai target tahun 2015. Data Kementerian Kesehatan menyebutkan, untuk target MDGs masalah sanitasi, Indonesia berada pada posisi pencapaian 55,6 persen dari target 62,41 persen.
 
Pemerintah harus melakukan proyek massal daripada hanya beri subsidi. Almund menilai, perbaikan sanitasi perlu dilakukan secara bersamaan mengingat jumlah penduduk yang sangat padat. "Program subsidi atau percontohan hanya berdampak bagi sedikit orang saja. Tujuan proyek percontohan untuk memancing yang lain melakukan hal serupa, tapi ternyata tidak berhasil juga," katanya.
 
Selain masalah perubahan perilaku, kritik Almund lainnya adalah soal pendistribusian toilet. Di daerah rural atau pedesaan, masyarakat yang ingin membeli kloset dihadapkan pada harga berbeda dan mahal. Menurutnya, pemerintah perlu mengatur hal ini agar upaya perbaikan sanitasi semakin terdukung. 
 
"Jangan pula jadi sia-sia karena masyarakat tidak tahu berapa harga kloset. Beli kloset murah tidak apa-apa asalkan tidak bikin malu kalau ada tamu. Penafsiran keliru kerap terjadi kalau merancang pilihan-pilihan dengan kategori murah," jelasnya. Natalia Ririh


Post Date : 13 September 2012