Rendah, Kesadaran Masyarakat Terhadap PHBS

Sumber:Lumajang.go.id - 13 Juni 2005
Kategori:Sanitasi
[Lumajang.go.id] Pemeliharaan kesehatan lingkungan (sanitasi), merupakan kebutuhan dasar masyarakat. Sebagai konsekuensinya, pemerintah mendorong terpenuhinya kebutuhan itu. Hingga saat ini, akses sanitasi masih belum memadai. Sarana dan prasarana banyak yang tidak berfungsi, atau tidak memenuhi persyaratan. Satu diantara kendala yang ada, karena masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hidup bersih dan sehat.

Hal itu, disampaikan Oswar Mungkasa dari Direktorat Perumahan dan Pemukiman Bappenas, pada pembukaan Loka Karya Nasional Pelatihan CLTS (Community-Led Total Sanitation) di Hotel Lumajang.

Dalam sambutan pembukaannya, Oswar Mungkasa mengungkapkan keadaan (kondisi) akses sanitasi di Indonesia pada umumnya. Menurutnya, proporsi rumah tangga yang menggunakan tangki septik dan jamban mencapai 65%. Hal itu, katanya, masih lebih baik dibandingkan dengan Vietnam, Laos, maupun Kamboja.

Rendahnya akses pemeliharaan kesehatan lingkungan, menimbulkan akibat meningkatnya beaya dalam pengobatan. Sehingga masyarakat, tidak bisa menabung pendapatannya. Hal itu, juga berpengaruh terhadap rendahnya produktifitas kerja. Bahkan, sebagaimana yang dikatakan Oswar Mungkasa, rendahnya akses itu, menimbulkan kerugian ekonomi. Karena, kondisi sanitasi yang kurang memadai. Kerugian ekonomi tersebut, menurut Oswar mencapai 2,4 % PDB tahun 2001 atau sekitar Rp. 65 Triliun atau Rp. 180 ribu/kapita/tahun. Padahal, peningkatan kualitas pelayanan air minum dan sanitasi, dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

Peluang dan Tantangan

Berdasarkan gambaran Oswar Mungkasa dari Bappenas, pada tahun 2015 mendatang diharapkan upaya yang dilakukan, dapat mengurangi setengah dari proporsi penduduk yang tidak mempunyai kesempatan (akses) ke sanitasi dasar. Upaya itu, ditempuh melalui beberapa kegiatan, diantaranya : membangun dan melaksanakan sistem sanitasi rumah tangga yang efisien.

Di samping itu, juga meningkatkan sanitasi di lembaga atau institusi publik, khususnya sekolah. Kegiatan lainnya, mempromosikan praktek higienitas yang aman dan pendidikan pada kanak-kanak sebagai agen perusahaan. Satu hal yang tak kalah pentingnya adalah mempromosikan praktek dan juga teknologi yang dapat diterima secara sosial budaya dan terjangkau. Hal itu, bisa melalui mekanisme kemitraan dan pembeayaan inovatif. Pelaksanaannya, menyatukan sanitasi ke dalam strategi pengolahan sumber daya air.

Kendala di Lapangan

Meski begitu, diungkapkan Oswar Mungkasa lebih lanjut, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pola hidup bersih dan sehat masih rendah. Sehingga, hal itu menimbulkan minimnya rasa membutuhkan (demand) terhadap pelayanan sanitasi. Begitu juga, kemauan untuk berkorban terhadap pelayanan sanitasi terasa masih rendah.

Alternatif CLTS

CLTS (Community-Led Total Sanitation), merupakan sanitasi total yang dipimpin oleh masyarakat, dengan melibatkan fasilitasi, atas sesuatu proses untuk menyemangati serta memberdayakan masyarakat setempat, dalam upaya menghentikan buang air di tempat terbuka. Dengan begitu, bergegas untuk membangun dan sekaligus menggunakan jamban.

Masalah pemeliharaan kesehatan lingkungan (sanitasi) merupakan masalah masyarakat sendiri, dan bukan masalah pihak lain. Sehingga, pembangunan sanitasi dilakukan oleh masyarakat sendiri dan tana subsidi. Perbaikan kondisi sanitasi hanya bisa dilakukan secara bersama dan tidak parsial (terpisah sendiri-sendiri).

CLTS dapat menumbuhkan kesadaran, bahwa sanitasi merupakan kebutuhan alamih masyarakat. Hal itu, untuk menggugah rasa jijik, malu dan sadar, akibat buang air besar (berak) di sembarang tempat yang berbahaya bagi kesehatan.

Diharapkan dengan CLTS, rasa membutuhkan (demand) masyarakat terhadap pemakaian jamban semakin meningkat. Sehingga, kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan sanitasi dapat terpenuhi. Namun, lebih dari itu, perubahan perilaku tersebut, dapat menular secara cepat pada daerah (masyarakat) lain.

Model WSLIC II Ditiru

Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Sekda Kabupaten Lumajang, Endro Prapto Ariyadi, S.H., menjelaskan, model pendekatan yang ada di WSLIC II, telah berhasil menumbuhkan semangat kebersamaan dan kesadaran di kalangan masyarakat. Mereka lebih berdaya setelah disentuh program WSLIC II.

Di Kabupaten Lumajang, menurut Sekda, ada 24 desa yang mendapatkan WSLIC II. Dalam pelaskanaannya, banyak hal positif yang berkembang, baik di tingkat Kabupaten, Kecamatan, maupun Desa. Pola-pola program WSLIC II tersebut, telah dipergunakan dan dikembangkan untuk pembangunan berbagai sarana dan prasarana umum, seperti : Proyek jalan poros desa dan program pengembangan kecamatan (PPK).

Sekda Kabupaten Lumajang, Endro Prapto Ariyadi, S.H., dalam penyambutan dan ucapan selamat datang kepada peserta Lokakarya itu, menyampaikan tentang keberhasilan proyek WSLICII, terutama tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap masalah-masalah kesehatan lingkungan.

Lokakarya yang hempur semuanya menggunakan Bahasa Inggirs itu, diikuti oleh utusan dari Bogor; Muaraenim; Sumbawa; Sambas; dan Kabupaten Lumajang. Daerah-daerah tersebut, merupakan lokasi uji coba CLTS yang didanai World Bank (bank dunia) dan Pemerintah Australia melalui Aus-AID. Sedangkan fasilitasnya dari Universitas Sussex, Brington, yaitu : Mr. Kamal Kar.

Uji coba itu, akhirnya menghasilkan kesimpulan, berupa rekomendasi yang beragam. Pertama, CLTS dapat diterapkan sepenuhnya. Kedua, dapat diterapkan dengan beberapa penyesuaian. Dan ketiga, tidak dapat diterapkan. Hal itu, berarti tidak semua wilayah uji coba dapat diterapkan CLTS tersebut.

Uji coba itu, dilakukan di daerah yang telah ada proyek sejenis, seperti WSLIC II, maupun yang belum ada sama sekali. Khusus untuk Kabupaten Lumajang, selama uji coba tidak disertai konsultan atau pendamping, karena telah berhasil dalam pelaksanaan WSLIC II. Sedangkan, daerah lainnya, tetap mendapat tenaga konsultan.

Lokakarya I tersebut, merupakan kelanjutan dari uji coba yang telah dilaksanakan sebelumnya. Dipilihnya Kabupaten Lumajang dinilai amat berhasil dalam WSLIC II sejak 2001. Atas keberhasilan itu, Kabupaten Lumajang, mendapat tambahan lokasi proyek WSLIC II sebanyak 12 desa untuk tahun 2006. (MIR)

Post Date : 13 Juni 2005