Sampah Swakelola Sha-Link WALHI Yogyakarta

Sumber:Walhi - 20 Januari 2006
Kategori:Sampah Luar Jakarta
Pertumbuhan penduduk diakui atau tidak, telah menimbulkan akibat bertambahnya pola konsumsi masyarakat yang akhirnya menyebabkan bertambahnya volume sampah. Bertambahnya volume bukan hanya pada jumlah, tetapi juga pada jenis sampah yang semakin beragam. Kondisi ini diperparah dengan pola hidup masyarakat yang instan dan paradigma masyarakat yang masih menganggap sampah sebagai sesuatu yang harus dibuang dan disingkirkan.

Di sisi lain, pengelolaan sampah hanya dilakukan sebagai sesuatu yang bersifat rutin, yaitu hanya dengan cara memindahkan, membuang, dan memusnahkan sampah. Pada akhirnya, hal ini berdampak pada semakin langkanya tempat untuk membuang sampah dan produksi sampah yang semakin banyak mencapai ribuan m3/hari, menyebabkan merebaknya TPA/TPS ilegal di berbagai tempat baik lahan kosong maupun di sungai sungai yang terdapat di wilayah DI Yogyakarta.

Di Kabupaten Bantul saja, terdapat paling tidak 12 TPA/TPS ilegal lahan kosong dan di sungai mencapai 7 TPA/TPS ilegal. Di Kabupaten Sleman, terdapat 10 TPA/TPS ilegal lahan kosong dan di sungai mencapai 21 TPA/TPS ilegal. Di Kota Yogyakarta sendiri, terdapat 24 TPS/TPA ilegal di sungai.

Ribuan m3/hari sampah yang ada tidak terangkut semuanya. Itu terlihat di Kota Yogyakarta dari 1.724 m3 sampah yang terangkut 1.321 m3/hari. Kabupaten Bantul dari 1.145 m3/hari sampah yang terangkut 178 m3/hari dan kabupaten Sleman dari 1.268 m3/hari sampah yang terangkut 285 m3/hari. Bisa dibayangkan, sampah yang tidak terangkut berada di sungai, lahan kosong, atau di rumah.

Bagaimana potret kehidupan masyarakat ke depan, jika persoalan ini tidak segera diselesaikan. Permasalahan sampah bukan hanya berdampak pada persoalan lingkungan, tetapi juga telah menimbulkan kerawanan sosial dan bencana kemanusiaan. Berbagai kasus, seperti di Bantargerbang, Bojong Gede, dan Leuwigajah, mengingatkan kita bahwa persoalan sampah bukan sesuatu yang bisa dianggap sepele.

Pendekatan persoalan sampah biasanya menggunakan paradigma endpipe of solution (pendekatan ujung-pipa) sudah saatnya digeser ke pendekatan sumber. Dengan pendekatan sumber sampah ditangani dari sumber pembuangannya. Hal ini lebih efektif daripada pengolahan di TPA (tempat pembuangan akhir). Penerapan prinsip 4R: mengganti (replace), mengurangi (reduce), memakai kembali (re-use), mendaur ulang (recycle), merupakan paradigma yang terbukti mampu menangani permasalahan sampah secara mandiri.

Pengelolaaan sampah swakelola Sukunan, Banyuraden, Gamping, Kabupaten Sleman adalah salah satu contohnya. Penanganan sampah mulai dari sumbernya, yaitu dari rumah tangga, terbukti mampu mengelola potensi sampah yang selama ini luput dari perhatian masyarakat. Sampah organik yang selama ini dibuang karena bau dapat dimanfaatkan lagi menjadi kompos. Sedangkan sampah kertas, plastik, logam, dan kaca, mampu dimanfaatkan sebagai kerajinan seni atau dijual ke industri pengolahan selanjutnya.

Contoh lain adalah di Gondolayu Lor, Cokrodiningratan, Jetis, Kota Yogyakarta, tengah memproduksi secara massal alat pembuatan kompos. Mereka juga memilah sampah non organik, mulai plastik dan kertas yang masih mempunyai nilai ekonomis, dimanfaatkan dan dikelola, serta sampah non organik lainnya akan dibuang di tempat khusus. Terobosan masyarakat ini, merupakan sesuatu yang perlu kita dorong dan kembang-tularkan ke tempat-tempat yang lain.

Kegiatan simulasi pengolahan sampah swakelola dan pembuatan bakteri yang dilaksanakan pada tanggal 14 Januari 2006 ini, merupakan upaya untuk mengatasi permasalahan di atas, dan juga menindaklanjuti hasil kunjungan Sahabat Lingkungan bersama Sheep dan Yasanti, yang merupakan anggota WALHI Yogyakarta, beserta masyarakat dampingannya ke Sukunan pada tanggal 21 Desember 2005.

Kegiatan ini juga melibatkan anggota WALHI Yogyakarta yang lain, yaitu Mitra Tani (sebagai narasumber) dan kegiatan ini dilaksanakan di Gubuk Rembug Lingkungan yang merupakan Crisis Center WALHI Yogyakarta, dimana salah satu fungsinya adalah sebagai pusat pelatihan pendidikan lingkungan. Kegiatan ini merupakan upaya menciptakan budaya baru dalam masyarakat, mulai dari pemilahan, pengolahan, dan pemanfaatan sampah menjadi barang yang mempunyai nilai ekonomi, sehingga permasalahan sampah, baik dari segi lingkungan maupun sosial, bisa berkurang, bahkan dapat teratasi.



Post Date : 20 Januari 2006