Temuan Utama Laporan Pembangunan Manusia Indonesia Tahun 2004

Sumber:Kompas - 02 Agustus 2004
Kategori:Umum
LAPORAN Pembangunan Manusia Indonesia (LPMI) Tahun 2004 merupakan yang kedua setelah yang pertama diterbitkan tahun 2001. LPMI 2001 bertajuk "Towards a New Consensus: Democracy and Human Development in Indonesia" yang pada intinya memaparkan mengapa putting people first sangat penting dan "apa" perlunya membuat kesepakatan sosial baru berdasarkan standar pembangunan manusia yang disepakati secara nasional.

LPMI 2004 yang diluncurkan beberapa waktu lalu bertajuk "The Economics of Democracy: Financing Human Development in Indonesia" menekankan perlunya Indonesia memberikan prioritas investasi yang lebih tinggi pada upaya pembangunan manusia dan "bagaimana" pembiayaannya.

Laporan itu menegaskan bahwa pembangunan manusia merupakan hak asasi manusia yang sangat penting untuk meletakkan dasar kokoh bagi pertumbuhan ekonomi dan menjamin keberlangsungan demokrasi dalam jangka panjang.

LPMI diterbitkan bersama oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Program Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP). Dalam LPMI 2004, hak-hak dasar dalam pembangunan manusia adalah pangan yang cukup, pelayanan kesehatan dasar, pendidikan dasar yang baik, dan rasa aman serta terlindungi bagi setiap warga negara.

LPMI 2004 menekankan hak dasar dengan data-data tahun 2002 yang diterbitkan BPS tahun 2003, LPMI 2004 menengarai kenaikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia dari 64,3 pada tahun 1999 menjadi sekitar 66 pada tahun 2002. Peningkatan ini berkaitan dengan membaiknya indikator- indikator sosial di bidang pendidikan dan kesehatan.

Di bidang pendidikan, angka melek huruf dewasa meningkat seiring meningkatnya murid masuk sekolah. Pada tahun 2002, sekitar 90 persen penduduk berusia di atas 15 tahun dapat membaca dan menulis, tetapi hanya separuh dari anak masuk sekolah dasar bisa menyelesaikan pendidikan dasar sembilan tahun.

Di bidang kesehatan ditunjukkan dengan berkurangnya balita kurang gizi dari 35 persen pada tahun 1996 menjadi 25 persen tahun 2000, tetapi meningkat lagi menjadi 27 persen tahun 2002.

Laporan ini menyebutkan berkurangnya proporsi penduduk di bawah garis kemiskinan dari 23 persen tahun 1999 menjadi 18 persen tahun 2002. Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) turun dari 25,2 persen tahun 1999 menjadi 22,7 persen tahun 2002. Meski demikian, kesenjangan antardaerah cukup tinggi. Angka IPM, misalnya, bervariasi antara 76 di Jakarta Timur sampai 47 di Kabupaten Jayawijaya. Angka IKM juga bervariasi antara delapan di Kota Balikpapan sampai 51,2 di Kabupaten Jayawijaya.

Hiruk pikuk reformasi memberi banyak pilihan baru, tapi kemerdekaan politik tidak serta merta mendatangkan manfaat ekonomi. Meski ada sejumlah saluran untuk mengekspresikan pendapat, namun kesempatan mengembangkan kapasitas individu secara penuh tak dimiliki kaum miskin. Pilihan ekonomi dan sosial anak- anak sangat terbatas, meski jutaan dari mereka lahir di tengah zaman yang menawarkan kebebasan politik. Kalau pendekatan pembangunan manusia adalah pendekatan hak asasi, maka sejumlah elemen kunci termasuk isu kesetaraan, pemberdayaan dan partisipasi masih belum diupayakan secara maksimal.

Posisi perempuan di bidang pendidikan dan kesehatan tidak terlalu menggembirakan. Partisipasi dalam angkatan kerja di bidang nonpertanian kembali menurun menjadi 28 persen tahun 2002 dari 38 persen tahun 1998.

Dari 3,9 juta pegawai negeri sipil (PNS), 38 persen di antaranya perempuan, namun 1,8 juta adalah staf biasa, dan hanya sekitar 160.000 menduduki posisi yang "lebih tinggi". Sebagian besar perempuan bekerja sebagai guru dan perawat. Pada tahun 2003 hanya 45 perempuan dari 462 anggota DPR.

Angka usia harapan hidup meningkat, 68 tahun untuk perempuan dan 64 tahun untuk laki-laki. Namun angka kematian ibu melahirkan tetap tertinggi di >small 2small 0<, meskipun menurun dari 334 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1995 menjadi 307 pada tahun 2000, atau sekitar 20.000 perempuan meninggal karena segala hal berkaitan dengan melahirkan. Ini menunjukkan rendahnya status sosial perempuan.

Keamanan, dalam beberapa hal juga membaik, kalau dilihat dari jumlah konflik politik dan etnis; dari 523 pada tahun 1999 menjadi 295 tahun 2003, dan jumlah korban tewas turun dari 3.546 menjadi 111.

Dentralisasi merupakan perkembangan positif. Sekitar 2,2 PNS telah dialihkan dari pusat ke daerah, bersamaan dengan pengelolaan atas lebih 16.000 fasilitas pelayanan publik, tanpa mengakibatkan ambruknya pelayanan. Tetapi, kewenangan antara pusat dan daerah masih belum jelas dan formula desentralisasi fiskal yang ada dapat berdampak pada meningkatnya ketimpangan daerah.

LPMI 2004 menegaskan, pembangunan manusia sebagian besar masih dibiayai melalui belanja masyarakat, bukan belanja pemerintah. Di bidang kesehatan misalnya, sumbangan pembiayaan pemerintah hanya 20 persen atau kurang dari setengah angka rata-rata negara Asia Timur dan Pasifik.

Manfaat ini cenderung dirasakan oleh kelompok kaya. Pada tahun 2002, 20 persen orang miskin hanya menggunakan delapan persen untuk pelayanan kesehatan dasar dibandingkan 39 persen yang dinikmati oleh 20 persen orang kaya. Angka kematian bayi di kelompok kaum miskin tiga kali lebih tinggi dibandingkan kelompok kaya. Ketimpangan serupa, walau tidak tajam, juga terjadi di bidang pendidikan.

Untuk menjembatani ketimpangan di bidang pendidikan dan kesehatan diperlukan peningkatan biaya pemerintah, karena hasil dari perbaikan di bidang kesehatan dan pendidikan akan menjadi "barang publik", yang manfaatnya dapat dirasakan oleh individu maupun masyarakat secara keseluruhan.

Untuk memenuhi hak-hak dasar warga negara, pemerintah harus menambah sumbangannya dalam pembiayaan publik dari tiga persen menjadi enam persen dari produk domestik bruto (PDB). Untuk memenuhi hak-hak pembangunan dasar manusia agar setara dengan negara-negara lain di Asia, biaya yang dibutuhkan tak lebih dari Rp 50 triliun atau sekitar 5,9 miliar dollar AS atau setara dengan tambahan tiga sampai empat persen GDP.

Bank Dunia memperkirakan, untuk menyediakan paket kesehatan dasar bagi seluruh warga negara dibutuhkan biaya sekitar Rp 13,6 triliun per tahun, belum termasuk layanan rumah sakit dan rawat inap. Jumlah itu termasuk "hibah kesehatan untuk kaum miskin" untuk didistribusikan ke kota dan kabupaten yang biayanya Rp 2,9 triliun, menurut hitungan Departemen Kesehatan.

Untuk memenuhi hak atas pendidikan dasar, Departemen Pendidikan Nasional menghitung pengeluaran "ideal" untuk murid sekolah dasar adalah Rp 1,17 juta per tahun per orang dan untuk murid SMP Rp 2,28 juta per tahun per orang. Berdasarkan hitungan ini, LPMI 2004 mencatat dibutuhkan kenaikan anggaran dari Rp 33 triliun menjadi Rp 58 triliun.

Cara langsung untuk menghapuskan kemiskinan adalah dengan menyediakan dana yang cukup bagi pendidik miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok pangan dan nonpangan. Biayanya diperkirakan Rp 8,4 triliun per tahun. Total biaya ketersediaan pangan untuk 4,4 persen penduduk di bawah garis kemiskinan diperkirakan Rp 3,68 triliun per tahun, atau Rp 1,09 triliun lebih rendah dibanding biaya subsidi pangan dalam bentuk raskin (beras untuk orang miskin), terutama karena jumlah kelompok sasarannya lebih kecil.

Pendekatan hak dalam pembangunan manusia selaras dengan pengembangan proses dan prakarsa Strategi Penghapusan Kemiskinan Nasional (SPKN/ PRSP) dan upaya-upaya untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (MDG).

Rasa aman diterjemahkan sebagai penambahan biaya untuk polisi. Kalau standar gaji polisi disamakan dengan Malaysia dan Singapura, maka anggarannya harus ditingkatkan menjadi hampir empat kali, dari Rp 7,5 triliun per tahun menjadi Rp 26,7 triliun. Kalau menggunakan standar nasional radio polisi di Jakarta, yakni 1 : 750, perkiraan biaya untuk menciptakan rasa aman dengan meningkatkan gaji dan jumlah polisi adalah Rp 28,4 triliun atau naik Rp 20,9 triliun.

LPMI 2004 mengungkapkan, cara mendapatkan dana pembiayaan dengan mengungkap masih kurangnya efisiensi penggunaan anggaran pemerintah dan mencegah kebocoran negara melalui pemberantasan korupsi yang sungguh-sungguh. Saat ini lebih dari 20 persen belanja pemerintah dialokasikan untuk mensubsidi badan usaha milik negara (BUMN).

Keuntungan privatisasi dan penghematan strukturisasi BUMN maupun perbankan diarahkan untuk pembiayaan pembangunan sosial.

Selain itu juga dilakukan mobilisasi pendapatan negara melalui intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan pajak, yang saat ini besarannya baru 12 persen dari PDB. (mh)

Post Date : 02 Agustus 2004