Terpaksa Minum dari Air Sungai Keruh

Sumber:Suara Merdeka - 21 Agustus 2009
Kategori:Kekeringan

Kekeringan selalu terjadi saat musim kemarau panjang tiba. Sejumlah daerah selalu menjadi langganan kekeringan, ketika air susah didapat dan hujan tak lagi turun. Bagaimana masyarakat menyiasati kondisi alam tersebut agar tetap bisa bertahan, berikut laporannya.

Apa pun akan dilakukan warga untuk menghadapi kekeringan yang terjadi saat musim kemarau ini. Begitu juga yang dilakukan oleh warga 59 desa di Kabupaten Demak. Kondisi terparah dirasakan sejumlah desa di Kecamatan Bonang, Wedung, Mijen, dan Karangawen.

Untuk wilayah Karangawen, bencana tersebut lebih banyak menimpa sektor pertanian. Sedangkan di Wedung, Mijen, dan Bonang bukan hanya lahan pertanian yang mengalami dampak kekeringan, tetapi juga terjadi kekurangan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.

Di Desa Kedungmutih, sebagian warganya terpaksa membeli air dari Jepara, wilayah kabupaten tetangga. Di desa tersebut tidak memiliki sumber air, kalaupun ada rasanya asin sebagai dampak masuknya air laut ke darat. Sungai Serang yang berada di desa itu juga sudah terasa asin.

Kepala Desa Kedungmutih H Hamdan mengatakan, musim kemarau selalu memberi dampak pahit bagi warga. Pasalnya, kekurangan air bersih menjadi masalah klasik yang belum terentaskan. ”Sebagian warga di sini terpaksa membeli air dari Jepara. Meski harganya relatif mahal, warga tetap membeli,” katanya.

Setiap jerigen air dihargai Rp 3 ribu hingga 5 ribu. Sementara kebutuhan untuk kehidupan sehari-hari sekitar 5 jerigen. Air yang dibeli itu diprioritaskan untuk makan dan minum, serta kebutuhan hewan ternak. Adapun untuk mandi terpaksa harus dinomorduakan.

Wilayah lainnya, Desa Buko, juga mengalami dampak yang sama. Sebagian penduduknya membeli air yang dijual keliling oleh warga sekitar. Air yang dijual berasal dari desa yang telah teraliri PDAM atau dari suplai air desa tetangga yang memiliki sumber air bersih.

Lain halnya di Desa Tedunan Kecamatan Wedung yang mempunyai sumber air dari sumur di sawah. Sumur yang masih terlihat sederhana itu tidak pernah mengalami kekurangan air. Tempat itu pun menjadi rebutan warga yang antre mendapatkan air bersih. Kondisi parah juga terjadi di Mijen, warga terpaksa mengambil air di sungai-sungai yang kondisi airnya keruh. Mereka memanfaatkan air tersebut untuk kebutuhan makan-minum, setelah sebelumnya diendapkan selama sehari semalam.

Makan Hasil Panen


Kondisi kekeringan dan kekurangan air juga terjadi di sejumlah wilayah Kabupaten Semarang. Di Desa Kalikurma Kecamatan Bringin, kekeringan dan kemarau sebagai waktu bermalas-malasan warganya, yang sebagian besar merupakan petani kecil. Sebab, pekerjaan utama sebagai petani sudah tidak dapat dilakukan.

Untuk melanjutkan hidup mereka makan palawija hasil panen sebelumnya. Di daerah perbukitan kapur yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Grobogan itu, sebagian besar sumber air kering. Kalau pun masih bisa diambil, harus menunggu semalam. Itu pun untuk mendapatkan air hanya seember.

Warga akhirnya mengandalkan bantuan air bersih dari Pemkab atau masyarakat melalui aksi sosial bantuan air bersih. Belum lama ini, Suara Merdeka bekerja sama dengan Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shodaqoh (Bazis) Kabupaten Semarang, melakukan droping air bersih di desa itu.

Sementara itu, kekeringan juga terjadi di sejumlah wilayah bagian Barat Kota Salatiga meliputi Kecamatan Argomulyo dan Sidomukti. Seperti di Kelurahan Noborejo, Randuacir, Kumpulrejo, Kecandran, dan sekitarnya. Warga setempat hanya bisa menanti bantuan air bersih dari pemkot dan donatur. Setiap hari terlihat ember yang telah dijejer warga yang siap mengantre droping air bersih.

Daerah itu mengalami kekeringan selain karena sumber air mengering, air dari PDAM tidak sampai ke daerah yang relatif lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya di Salatiga. Di tempat itu sudah berkali-kali dibangun sumur artesis dengan dana ratusan juta rupiah dari APBD, tetapi hingga kini belum dapat dimanfaatkan warga setempat. (H1,H2,H14,H41-46)



Post Date : 21 Agustus 2009