TUNGKU SANIRA Solusi Sampah Kota

Sumber:Media Indonesia - 08 Juni 2012
Kategori:Sampah Jakarta
Permasalahan sam pah masih menjadi momok di tiap dae rah Indonesia. Se tiap harinya, kurang lebih dua liter sampah dihasilkan dari satu rumah tangga. Angka tersebut jika dikalkulasikan dengan jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 240 juta, bisa dibayangkan betapa banyak sampah yang dihasilkan per harinya di negeri ini.
 
Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menyatakan, 40 persen sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) belum terolah dengan baik. Pengolahan sampah 80,6 persen masih menggunakan open dumping atau penimbunan sampah di tempat terbuka sampai menggunung.
 
Lalu, 15,5 persen menggunakan controlled landfill atau penimbunan sampah terkendali dengan penutupan tanah berkala dan hanya 2,5 persen menggunakan sanitary landfill atau penimbunan sampah dengan penutupan tanah secara rutin. Dengan masih minimnya sampah yang belum terolah dengan baik maka diperlukan solusi agar sampah tidak menimbulkan masalah lingkungan.
 
Menjawab hal tersebut, Puslitbang Permukiman Kementerian PU mengembangkan teknologi pengolahan sampah yang ramah lingkungan. Adalah tungku Sanira, alat yang dikembangkan oleh Puslitbang Permukiman Kementerian PU sebagai solusi permasalahan sampah.
 
“Tungku Sanira adalah tungku pembakaran sampah nir racun atau non-toxic waste furnace yang menggunakan sistem pembakaran tanpa bahan bakar minyak yang melalui proses filter asap serta sistem water spray untuk meredam asap gas C02,“ ujar peneliti tungku Sanira, Edi Supendi. Karena tak menggunakan bahan bakar minyak, tungku Sanira tidak mengeluarkan polutan yang mencemari lingkungan.
 
Sampah yang diolah dalam tungku Sanira meliputi sampah organik dan sampah nonorganik dengan jenis sampah yang diutamakan adalah sampah yang tidak bisa didaur ulang seperti plastik. “Kecuali, logam, kaca, dan benda yang tidak bisa dibakar,“ kata Edi.
 
Edi menjelaskan, secara sederhana, tungku Sanira membakar sampah yang berukuran 10 hingga 20 cm hingga habis tak bersisa dengan memanfaatkan panas yang berasal dari bata api dan perputaran udara. Suhu pembakaran dalam tungku Sanira bisa mencapai suhu 800 derajat Celsius.
 
Pembakaran sampah di dalam tungku Sanira adalah dengan memasukkan sampah yang telah terpilah ke dalam tungku bakar yang terbuat dari pelat besi berukuran 240 x 120 x 120 sentimeter dan berisi bata api. Sampah yang akan dibakar harus mengandung kadar air kurang dari 40 persen. Saat pembakaran, blower atau alat peniup udara dan pompa sprayer atau penyiram air dihidupkan. Secara bertahap, setiap 15 menit, sampah dimasukkan satu per satu ke dalam ruang bakar.
 
Selama pembakaran, air dalam bak filter perlu dikontrol apakah sesuai dengan batas optimum. Pada saat pembakaran, asap hasil pembakaran sampah akan masuk ke dalam pipa menuju saluran siklon. Abu pembakaran berupa flying ash akan mengendap ke dalam siklon, sedangkan asap hasil pembakaran melalui pompa akan masuk menuju bak filter asap.
 
Dalam bak filter asap terjadi proses kondensasi. Setelah itu, dengan sprayer dalam bak filter asap terjadi turbulensi asap. Gas pada asap hasil pembakaran tertangkap oleh air, kemudian turun menuju bak air.
 
“Uap gas dari asap pembakaran yang tidak turun menuju bak air akan masuk ke dalam blower, kemudian dibakar kembali di dalam tungku bakar. Asap hasil pembakaran yang kedua ini dilepaskan melalui cerobong asap,“ ujar Edi. Dia menjamin hasil asap pembakaran dari tungku tidak mengandung zat-zat beracun.
 
Setelah pembakaran sampah, blower dan pompa sprayer dimatikan. Selesai pembakaran, abu sisa pembakaran dan air dalam filter kemudian dibersihkan. Dalam tungku Sanira terdapat dua kali pembakaran, yaitu pembakaran sampah dan pembakaran asap hasil pembakaran sampah. Asap hasil pembakaran sampah oleh tungku Sanira dibakar kembali sehingga zat racun yang terkandung dalam gas hasil pembakaran (dioksin) dihilangkan.
 
Edi menjelaskan, pembakaran sampah dengan tungku Sanira menyisakan abu berupa flying ash atau abu terbang dan bottom ash atau abu yang mengendap. Dua jenis abu yang dihasilkan tungku Sanira ini bisa dimanfaatkan untuk bahan bangunan dengan mencampurnya ke dalam semen atau gipsum. “Flying ash dan bottom ash yang dicampur dalam semen atau gipsum menjadi tidak berbahaya, justru bisa dimanfaatkan untuk bahan bangunan,“ kata Edi.
 
Edi menjelaskan, kelebihan tungku Sanira adalah tidak menyisakan sampah, hemat energi karena hanya menggunakan daya listrik 6.000 watt, dapat dioperasikan selama 24 jam, biaya operasional cukup murah hanya Rp 15 ribu per meter kubik, bahan komponen tungku produk lokal, dan kecepatan bakar dua meter kubik per jam dengan kadar air sam pah kurang dari 40 persen.
 
Selain itu, tungku Sanira tidak memerlukan lahan yang luas. Lahan yang diperlukan untuk menempatkan sebuah tungku Sanira hanya seluas 16 meter persegi. Karena itu, tungku Sanira ini bisa juga ditempatkan di lingkungan permukiman padat seperti kompleks perumahan.
 
Pilihan murah 
 
Hingga saat ini, keberadaan tungku pembakaran sampah yang mengukung konsep pembakaran sampah secara terkendali sebagai solusi minimnya lahan pembuangan sampah masih mengundang resistensi warga yang berdekatan dengan lokasi penempatannya. Karena itu, meskipun ada jaminan bahwa asap buangannya tidak berbahaya atau sangat sedikit, masih banyak warga enggan menerima alat itu di lingkungannya.
 
Padahal, biaya pengoperasian tungku pembakar sampah atau insinerator sebenarnya sangat murah karena pembakarannya tak membutuhkan bahan bakar minyak. Memang pada awal penyalaan tungku ada insinerator yang membutuhkan bahan bakar minyak, namun api kemudian akan menyala dengan bahan bakar berupa sampah itu sendiri, terutama bila insinerator dijalankan terus-menerus tanpa henti untuk membakar sampah. Bahkan, insinerator bisa menjadi pembangkit tenaga listrik yang murah.
 
Sebuah insinerator yang mampu mengolah 250 ton sampah per hari mampu membangkitkan listrik sebesar 6,5 megawatt. Dengan menjual listrik yang dibangkitkannya, sebuah insinerator dapat menghidupi biaya operasionalnya sendiri, bahkan dalam jangka panjang menutup biaya investasinya. Belum lagi kalau ada iuran untuk setiap pembakaran sampah yang dilakukannya. Karena itu, dalam jangka panjang insinerator adalah solusi murah untuk pengelolaan sampah, apalagi karena alat itu bisa didesain untuk beroperasi selama lebih dari 20 tahun, jauh lebih panjang dibanding masa pakai lokasi penimbunan sampah yang biasanya hanya 10 tahun. rahmad budi harto


Post Date : 08 Juni 2012