Untuk Pengelolaan Data AMPL yang Lebih Baik

28 Oktober 2014
Dibaca : 2378 kali

Tidak dapat dipungkiri, perencanaan yang baik tentunya didukung oleh data yang baik juga. Oleh itu, Pokja AMPL Nasional mengadakan pelatihan pengelolaan data AMPL yang dilaksanakan di Solo, 19 – 23 Oktober 2014.  Acara yang dihadiri oleh perwakilan daerah baik di tingkat kab/kota maupun provinsi tersebut akan banyak membahas mengenai seluk beluk data AMPL. Mulai dari pemilihan indikator data, pengumpulan data dan pengelolaan data.

Dalam sambutannya, Kepala Bappeda Kota Surakarta Agus Witiarso mengatakan bahwa AMPL merupakan dasar untuk kesejahteraan masyarakat sehingga perlu peran dari semua pemangku kepentingan daerah untuk mendorong dan memperkuat serta memantau data AMPL.

“Data ini sangat penting untuk mengintervensi yang terkait dengan sasaran program. Oleh karena itu diperlukan analisis dan penjabaran data terkait dengan air minum dan sanitasi”, kata Agus.

Selain itu, terhadap kegiatan pelatihan tersebut, Agus sangat berharap pelaksanaannya dapat berkontribusi dalam perencanaan pembangunan baik jangka panjang maupun menengah.

“Semoga hasil dari pelatihan ini dapat menjadi bahan untuk mencapai visi misi 5 tahun kedepan dan terkait dengan pemilihan kepala daerah yang pro kepada air minum dan kesehatan”, Harap Agus menutup sambutannya.

Pada kesempatan yang sama, Ira Lubis dari Direktorat Permukiman dan Perumahan Bappenas, memaparkan beberapa hal mengenai target universal akses untuk air minum dan sanitasi. Menurutnya, air minum dan sanitasi baik akan berkontribusi pada kesehatan dan produktifitas. Ia mencontohkan seseorang yang tidak bisa bekerja dengan maksimal karena terkena diare. Selain itu, di beberapa daerah, masyarakatnya ada yang susah mendapatkan pelayanan air minum. Tak jarang masyarakat harus menempuh jarak yang cukup jauh agar bisa mendapatkan air bersih.

“Kondisi-kondisi ini, salah satunya, yang menjadi alasan mengapa pencapaian 100 persen akses air minum dan sanitasi harus tercapai”, Kata Ira. “Dan target 100 persen tersebut tidak akan tercapai jika tidak didukung dengan data AMPL yang terkelola dengan baik”, tutur Ira.

Sementara itu, fasilitator dari Waspola Facility, Nur Apriatman menyampaikan mengenai latar belakang dari kegiatan pelatihan yang dilaksanakan selama 3 hari tersebut. Menurutnya, setelah RPJP tahun 2015 menginginkan seluruh masyarakat Indonesia mendapatkan pelayanan air minum dan sanitasi, maka salah satu kebutuhan yang mendesak untuk dilakukan adalah ketersediaan data yang baik. Hal ini dikarenakan agar pembangunan air minum dan sanitasi dapat tepat sasaran, tentunya diperlukan perencanaan yang didukung dengan data AMPL yang baik.

Tidak dapat dipungkiri, masih ada permasalahan  terkait dengan pengelolaan data tersebut. Mulai dari kelangkaan data, data yang tidak relevan, tidak lengkap dan data sudah lama atau tidak update.

“Kondisi ini tentu saja menyebabkan perencanaan menjadi tidak efektif, monitoring dan evaluasinya lemah,” terang Nur. “Akibatnya peningkatan pembangunan akan menjadi lambat, tidak berdampak atau dengan kata lain tidak tepat sasaran”, Tambah Nur dalam paparannya.

Secara garis besar, peserta berbagi pengalaman terkait dengan pengelolaan data AMPL. Mulai dari proses teknis pengumpulan data primer hingga bagaimana data tersebut bisa dikelola dengan baik, sehingga dapat digunakan dalam perencanaan pembangunan AMPL.

Simulasi Lapangan Pengumpulan Data AMPL

Tidak hanya di dalam ruangan, peserta juga diberikan kesempatan turun langsung ke lapangan, untuk melakukan praktek pengumpulan data terkait AMPL. Terbagi menjadi 3 kelompok, masing-masing diberi lokasi berbeda untuk melakukan pengumpulan data lapangan.

“Data yang harus digali dari masyarakat adalah data-data seputar air minum dan sanitasi, seperti sumber air minum, apakah sumur gali, sumur pompa dan lainnya. Semua perlu juga diobservasi”, Jelas Kuwat Karyadi, Fasilitator dari Pokja AMPL Nasional.

Kesempatan ini tentunya tidak disia-siakan oleh peserta. Dengan bermodalkan lembar survey, peserta tetap antusias menjalani sesi praktek lapangan, walau kondisi cuaca cukup terik pada saat itu. Setelah sekitar 1 jam lamanya melakukan survey lapangan, peserta kemudian kembali ke Hotel untuk mempresentasikan hasil atau temuan apa yang dihadapi di lapangan.

Tidak hanya mempresentasikan hasil, peserta juga saling memberikan koreksi terhadap apa yang sudah dikerjakan. Salah satu yang menjadi bahan koreksi adalah mengenai form survey yang perlu ada perbaikan. Seperti yang diungkapkan oleh perwakilan Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukoharjo, Warsidi.

“Dalam kuesioner penulisan nama kepala rumah tangga dan alamat rumah cukup satu kali saja di halaman pertama. Tidak perlu ada pengulangan di halaman berikutnya. Hal ini akan dapat menghemat waktu wawancara”, saran Warsidi

Sementara itu, Andreas Prafitri dari Bappeda Kota Pekalongan berkomentar mengenai bagaimana teknik wawancara yang tepat pada saat survey di lapangan. Ia menekankan agar wawancara jangan terlalu terpaku dengan pertanyaan yang ada dalam form.

“Kalau kita ngobrol dengan seseorang sambil memegang kertas sebagai panduan rasanya tidak enak, jadi diusahakan sebelum melakukan survey, kita menguasai pertanyaan yang  akan diajukan kepada responden”, kata Andreas.

“Dengan demikian kita akan lebih enak ngobrolnya dan tidak terkesan kalau kita menginginkan sesuatu yang ingin diketahui. Selain itu kita dapat menggali lebih dalam data-data yang diperlukan dari responden”, tambah Andreas.

Salah satu pembahasan yang cukup menarik bagi peserta pelatihan adalah mengenai persoalan definisi operasional data. Perbedaan definisi ini memang masih menjadi persoalan yang hingga saat ini belum usai.

Menanggapi persoalan itu, Hendra Murtidjaja dari Pokja AMPL Nasional berpendapat seharusnya fokusnya bukan pada mengenai perbedaan definisi akan tetapi pada indicator data.

“Definisi jamban sehat antara Dinas Pekerjaan Umum (PU) dengan instansi lainnya berbeda. Yang harusnya menjadi perhatian adalah kesamaan variable atau indikator dari jamban sehat”, jelas Hendra.

Sharing Pengalaman Pokja Provinsi Sumatera Barat dan

Selain materi yang dibawakan oleh fasilitator, sesi berbagi pengalaman juga dilakukan dengan menghadirkan Pokja Provinsi Sumatera Barat, yang diwakili oleh Youlius Honesti dari Bappeda Sumatera Barat. Dalam pemaparannya ia mengatakan bahwa data AMPL diperlukan agar target RPJMD Provinsi 2010 – 2015 dapat tercapai.

“Di RPJMD dicantumkan target air minum dan sanitasi yang diprioritaskan untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat’, kata Youlius. “Hal inilah yang kemudian membuat pentingnya data AMPL itu. Agar dapat melihat sejauh apa pembangunan AMPL yang sudah dilakukan”, tambah Youlius.

Selain dari Pokja Provinsi, hadir juga untuk berbagi pengalaman dari Pokja AMPL Kota Pariaman yang diwakili oleh Yaminu Rizal. Terkait dengan pengelolaan data AMPL, Rizal memperlihatkan kepada peserta mengenai pentingnya dukungan dari semua instansi terkait seperti PU, Bappeda. Dengan kata lain, adanya keterkaitan serta hubungan antar instansi akan mempermudah pengumpulan serta pengelolaan data.

Adapun yang menjadi latar belakang adanya pengelolaan data AMPL di Kota Pariaman, Rizal mengungkapkan mengenai adanya perbedaan data masing-masing SKPD dan BPS yang menimbulkan kesulitan.

“Kondisi ini tentu saja menyulitkan kita untuk melakukan evaluasi terhadap pencapaian program karena masing-masing instansi mengacu pada data masing-masing”, Jelas Rizal.

Khusus mengenai evaluasi, Rizal menyampaikan bahwa proses evaluasi data capaian yang ada sejak tahun 2011 (hasil survey EHRA) sulit untuk dievaluasi akibat cakupan air minum dan sanitasi yang valid dan up to date  tidak tersedia.

Selain dari instansi pemerintah, sharing pengalaman juga dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang diwakili oleh Ahmad Rifai dari Yayasan Kota Kita Surakarta.

Dalam pemaparannya, Ahmad mengatakan bahwa salah satu tugas dari Yayasan Solo Kota Kita adalah support data informasi perkotaan untuk Solo. Mulai dari pengumpulan data dasar hingga pengelolaan juga menjadi areal dan tanggung jawab yayasan ini. Dan membangun data dilakukan dengan memanfaatkan teknologi dan database perkotaan.

“Sehingga data-data tersebut dapa digunakan untuk perencanaan dan pelayanan kepada masyarakat”, ujar Ahmad.

Di akhir presentasi, Ahmad tidak lupa mengingatkan pentingnya untuk selalu secara kontinu untuk mengupdate data yang dimiliki. Tidak hanya update data, upaya untuk memperbaiki tampilan database agar mudah untuk dianalisa juga harus dilakukan.

Rencana Tindak Lanjut Peserta Pelatihan dan Penutupan Pelatihan

Setelah hampir dua hari lamanya peserta disibukkan dengan aktifitas training, pada hari terakhir pelatihan, tiap daerah kemudian diminta untuk merumuskan rencana tindak lanjut setelah pelatihan ini. Dari tanggapan yang ada, rata-rata dari masing-masing daerah akan melakukan advokasi terkait pentingnya pengelolaan data AMPL dilakukan dengan baik, kepada dinas-dinas atau instansi terkait.  

Misalnya dari Kota Pekalongan, yang akan berencana mengadvokasi Kepala Bappeda Kota Pekalongan agar tahun depan disisipkan program pendataan yang akan dibantu oleh fasilitator dan kader-kadernya.

“Kami akan mengadvokasi  pimpinan untuk pengelolaan data agar bermanfaat dan berhasil sehingga tidak ada tumpang tindih dan ego sektoral, para pemangku kepentingan berbagi data dengan Bappeda sehingga tujuan AMPL dapat tercapai, “ Kata Andreas.

Setelah proses pembahasan rencana tindak lanjut dari masing-masing daerah, acara kemudian masuk ke bagian penutupan. Hadir untuk memberikan sambutan sekaligus menutup rangkaian dari kegiatan pelatihan adalah Kasubdit Drainase dan Persampahan Direktorat Permukiman dan Perumahan Bappenas, Laisa Wahanudin.

Dalam sambutannya, Wahanudin menyampaikan bahwa Pokja AMPL Nasional sangat berkepentingan dalam data melalui program Nawasis, dimana program ini merupakan layanan yang ditujukan untuk kabupaten/kota.

“Kabupaten kota mempunyai semangat untuk pengolahan data dan kita akan memfasilitasinya. Hal ini akan menjadi kuncinya yaitu bagaimana kita bisa mengukur data yang digunakan untuk perencanaan agar bisa mencapai universal akses”, kata Wahanudin.

Ia juga menambahkan bahwa komitmen pemerintah daerah belum semuanya sesuai dengan harapan. Hal ini terlihat dari syarat anggaran 2 persen untuk pembangunan AMPL di daerah yang belum terwujud.

“Harapannya, Bapak dan Ibu tidak segan-segan memberikan kontribusi atau berbagi mengenai apa yang terjadi di daerah sebagai pembelajaran. Dengan tercipta sinergi positif, maka target universal akses bukan merupakan target yang sulit tercapai”, ujar Wahanudin yang dilanjut dengan menutup kegiatan Pelatihan Penguatan Kapasitas Pengelolaan Data AMPL. Rozi Kurnia/Eka Subiyanti/Nuri Hidayati



 

Share