PPSP 2015, Langkah Awal Menuju Universal Acces

11 Maret 2015
Dibaca : 2174 kali

Pembangunan sektor sanitasi pada periode 2015-2019 dihadapkan pada target ambisius. 100 persen penduduk Indonesia sudah harus terlayani akses sanitasi pada tahun 2019, atau dikenal dengan Universal Access. Ketua Umum Pokja AMPL Nasional, Nugroho Tri Utomo menyatakan, Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) perlu dioptimalkan sebagai kendaraan untuk pencapaian target 100 persen ini. Hal ini diungkapkan pada acara Kick Off Program PPSP Tahun 2015, Selasa (10/3).

“Pasti bisa. PPSP ini adalah program di Indonesia yang tidak diwajibkan tapi paling cepat sebaran dan partisipasinya”, ujar Nugroho mantap. Selain itu, keberadaan Peraturan Presiden (Perpres) No. 185/2014 tentang Percepatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi juga disebutnya sebagai potensi untuk lebih mengoptimalkan pembangunan sanitasi. Perpres tersebut mengatur koordinasi perencanaan sekaligus legitimasi terhadap Pokja dan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK).

Senada dengan pernyataan tersebut, Kepala Subdit Penataan Kota Besar dan Metropolitan dari Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Zanariah, menyebutkan Perpres tersebut sebagai landasan hukum yang dapat dijadikan justifikasi dalam program-program sanitasi. “Meskipun legal standingnya yaitu UU Sumber Daya Air dibatalkan, tapi isi dari Perpres tersebut sudah bisa memayungi kita semua”, tegasnya.

Potensi lain terkait aspek regulasi adalah dengan diterbitkannya UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU No. 32/2004. Dalam Undang-undang tersebut, sanitasi ditambahkan sebagai salah satu urusan wajib pemeriintah daerah. “Jadi untuk berargumentasi dengan DPRD, Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota tidak perlu ragu lagi, karena sudah ada dasar hukum untuk justifikasinya”, Zanariah menekankan.

Bukan Tanpa Tantangan

Meski demikian, pelaksanaan program PPSP lima tahun mendatang bukannya tanpa tantangan. Zanariah mengemukakan masih minimnya informasi yang dikonsolidasikan. Saat ini, Pemerintah Pusat telah menyediakan sistem Nawasis (National Water Supply and Sanitation Information System) untuk Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota mengisi informasi terkait kondisi dan rencana pembangunan sanitasi di wilayahnya. Namun sistem tersebut kurang dioptimalkan penggunaannya. “Dua minggu terakhir ini kami cek datanya kurang memadai”, ungkap Zanariah.

Menurutnya, kurang memadainya informasi yang tersedia dalam sistem Nawasis mengakibatkan proses konsolidasi menjadi mundur satu langkah. “Pertemuan desk antara Pemerintah Pusat dan Provinsi seharusnya dimanfaatkan untuk cross check data yang sudah dihimpun. Tapi karena datanya kurang memadai, pertemuan ini jadi harus dimanfaatkan untuk menghimpun data” tukasnya.

Isu lainnya, penganggaran sektor sanitasi masih perlu ditingkatkan. Nugroho mengungkapkan, berdasarkan informasi di sistem Nawasis anggaran saat ini baru sebesar Rp. 1,55 Trilyun (data dari 71 Kabupaten/Kota tahun 2010-2013). Angka ini masih jauh dari kebutuhan lima tahun mendatang yang mencapai Rp. 273 Trilyun. “Dokumen perencanaan dan penganggaran sanitasi ini harus direvisi menjadi lebih agresif, Lebih percaya diri dalam mengusulkan program-program besar”, cetusnya.

Selain meningkatkan agresifitas dalam penganggaran, peran pemerintah daerah dalam pembangunan sanitasi juga akan ditingkatkan. Antara lain dengan meningkatkan proporsi pendanaan APBD. “Kontribusi APBD dari semula hanya 14,7 persen akan ditingkatkan menjadi 25 persen”, terang Edward Abdurrahman, Kepala Subdit Kebijakan dan Strategi, Direktorat Bina Program Ditjen Cipta Karya. Kontribusi APBN sebaliknya, akan dikurangi dari semula mencapai 66,96 persen menjadi tinggal 35 persen.

“Perlu ditegaskan bahwa yang berkurang hanya proporsi APBN saja. Untuk nominalnya tidak berkurang, justru bertambah” ujar Edward mengklarifikasi.

Kepala Subdit Perencanaan Teknis dari Direktorat Pengembangan PLP Ditjen Cipta Karya, Prasetyo menambahkan, investasi untuk pembangunan sanitasi tidak harus mahal apabila diikuti dengan strategi-strategi yang tepat sekaligus efisien. “Misalnya untuk air limbah, kita tidak usah bermain di sistem terpusat terlebih dahulu, fokus pada sistem setempat. Sementara untuk persampahan harus betul-betul difokuskan pada pengurangan sampah sampai dengan 50 persen di sumbernya, sehingga investasi untuk pembangunan TPA dapat ditekan”, jelasnya. (Imam Safingi – Set PMU PPSP)

Share