PPSP, Upaya Jitu Mengejar Ketertinggalan di Sektor Sanitasi

09 April 2013
Dibaca : 1352 kali

Indonesia memiliki target untuk meningkatkan proporsi rumah tangga terhadap akses sanitasi berkelanjutan menjadi 62,40% pada 2015, namun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2011 akses sanitasi layak di negeri ini baru mencapai 55,60%, artinya masih ada kesenjangan sebesar 6,80% dengan target MDGs yang harus dicapai dalam 2 tahun mendatang. 

Berangkat dari itu, upaya percepatan pembangunan sanitasi rasanya memang sangat perlu dilakukan, terutama untuk mengejar ketertinggalan tersebut.

 Sebenarnya hingga kini telah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencapai target MDGs 2015, salah satu ialah  membentuk program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP).

 Program PPSP sendiri diluncurkan oleh Wakil Presiden RI, Boediono saat Konferensi Sanitasi Nasional pada 2009 lalu.

 Pada program PPSP ada tiga target utama yang dimiliki yaitu menghentikan Buang Air Besar Sembarangan (BABS), melaksanakan praktek 3R (Reuse Reduce Recycle) dan  meningkatkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) menjadi sanitary landfill, serta yang terakhir ialah mengurangi genangan air di 100 wilayah perkotaan seluas 22.500 ha.

 Dalam mendukung percepatan pencapaian target sanitasi ada banyak upaya yang dilakukan PPSP, diantaranya melalui pelatihan pembuatan dokumen perencanaan sanitasi yang dilaksanakan pada 8-11 April 2013 ini.

 Bertempat di Hotel Amos Cozy, Melawai, Jakarta Selatan, pelatihan tersebut dihadiri oleh sejumlah fasilitator yang merupakan anggota Pokja AMPL dari sejumlah daerah di Indonesia.Selain diadakan di Jakarta, pelatihan pembuatan dokumen BPS (Buku Putih Sanitasi), SSK (Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota) dan MPS (Memorandum Program Sanitasi)  juga diadakan pada 3 kota lainnya yaitu Palembang, Surabaya dan Makassar.

 Dalam paparannya, Laisa Wahanudin, Kasubdit Persampahan dan Drainase, Direktorat Permukiman dan Perumahan, Kementerian Bappenas mengatakan, pada pelatihan ini para peserta akan diberikan bimbingan intensif agar dapat menyusun BPS, SSK dan MPS yang berkualitas. “Pasalnya, ketiga dokumen tersebut merupakan acuan pembangunan sanitasi di daerah yang berisikan strategi untuk mengatasi pemasalahan sanitasi,” ungkapnya.

 Menurutnya, dalam pembangunan sanitasi terutama di daerah BPS, SSK dan MPS merupakan tiga dokumen penting yang harus disiapkan dengan baik dan benar. “Maka dari itu, saya mengimbau kepada para peserta agar dapat mengikuti pelatihan  ini dengan sungguh-sungguh,” katanya.

Dia menambahkan, pelatihan ini diharapkan dapat membantu Indonesia dalam mengejar ketertinggalan terkait kondisi sanitasi layak yang belum tercapai. Untuk mengejar ketertinggalan sebanyak 6,80% pada target MDGs 2015 memang perlu banyak upaya tambahan yang dilakukan. “Pasalnya, sampai saat ini pertumbuhan akses sanitasi layak di Indonesia hanya mencapai 1% per tahun. Padahal, untuk memenuhi target MDGs 2015 dibutuhkan pertumbuhan lebih dari 3% per tahun,” terangnya.

Kendati demikian, dia memaparkan, dengan adanya penyusunan BPS, SSK dan MPS yang berkualitas ketertinggalan capaian kondisi sanitasi layak di Indonesia pastinya dapat terpenuhi.

Wahanuddin memaparkan, ada banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan membuat BPS, SSK dan MPS yang berkualitas. Diantaranya ialah profil sanitasi di Kab/Kota akan terpotret dengan jelas, strategi sanitasi dapat tersusun dengan baik. “Bahkan, dengan dokumen perencanaan sanitasi yang berkualitas kesempatan untuk mendapat pendanaan yang lebih besar baik dari APBN, APBD maupun lembaga donor juga dapat terlaksana,” jelasnya.

Menurutnya, PPSP merupakan terobosan jitu untuk menggejar ketertinggalan dalam penyediaan layanan sanitasi di tingkat masyarakat. Karena, pada program PPSP ini semua pihak akan dilibatkan untuk diajak kerjasama. “Contohnya dalam pembuatan dokumen perencanaan sanitasi, selain mengajak pemerintah daerah para fasilitator juga diwajibkan untuk dapat menjalin kerjasama dengan masyarakat, di mana pembuatan dokumen SSK sendiri sifatnya dari, untuk dan oleh Kabupaten/Kota, ” ungkapnya.

Namun, sangat disayangkan hingga kini belum banyak pemerintah daerah yang terlibat dalam program ini, “Sampai 2013 saja peserta PPSP baru mencapai 346 Kabupaten/Kota,” ujar Wahanuddin.

Disisi lain, Donald Simanjuntak, PIU bidang Advokasi dan Pemberdayaan, Kementerian Kesehatan mengungkapkan, PPSP memang merupakan langkah jitu dalam mengejar ketertinggalan di sektor sanitasi. Pasalnya, telah banyak berbagai perbaikan terkait sektor sanitasi yang dihasilkan melalui program PPSP.

“Salah satu menurunnya angka kejadian diare sebanyak 3% hanya dalam waktu 2 tahun. Di mana, pada 2010 angka kejadian diare menurun menjadi 411 per 1000 penduduk dari 423 per 1000 penduduk pada 2007,” pungkasnya.  Cheerli

Share