Sanitasi Buruk, Badan Orang Indonesia Tidak Tinggi12 Februari 2015 Stunting merupakan keadaan terhambatnya tinggi badan anak sehingga tubuh anak pendek atau sangat
pendek hingga melampaui defisit 2 SD (standar
deviasi) di bawah median panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi referensi
internasional. Keadaan stunting ini
berarti bahwa tinggi badan berdasarkan standar umur termasuk rendah, atau tubuh anak
lebih pendek dibandingkan dengan anak–anak lain seusianya. Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi stunting secara nasional tahun 2013 adalah 37,2 persen, yang
berarti meningkat dibandingkan tahun 2010
(35,6%) dan 2007 (36,8%).
Penyebab utama stunting adalah malnutrisi, namun belakangan ini berkembang pendapat yang menyatakan bahwa kondisi sanitasi tidak layak juga merupakan penyebab stunting. Kondisi sanitasi tidak layak menyebabkan gangguan organ pencernaan (enteropathy). Gangguan yang disebabkan oleh sanitasi buruk ini disebut juga environmental enteropathy atau tropical enteropathy. Disebut tropical karena di tahun 1960-an gangguan pencernaan ini ditemukan terjadi pada orang dewasa di daerah tropis. Selain itu ditemukan juga pada orang Amerika/Eropa yang tinggal di daerah tropis, yang keadaannya membaik setelah kembali ke daerah asalnya[1]. Walaupun environmental enteropathy telah ditemukan sejak tahun 1960-an, dampak klinisnya baru akhir-akhir ini disadari, termasuk dampak malnutrisi dan stunting. Di lain pihak, diperkirakan bahwa 50% penyebab malnutrisi adalah kontribusi dari kondisi air, sanitasi dan higiene[2]. Laporan Bank Dunia baru-baru ini menunjukkan bahwa perilaku buang air besar sembarangan berkontribusi sebesar 54% terhadap variasi internasional dari tinggi badan anak-anak. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan dampaknya dari PDB yang sebesar 29%[3]. Dari data Riskesdas 2013 didapatkan korelasi terbalik antara proporsi rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak dengan prevalensi stunting. Prevalensi stunting di provinsi yang akses sanitasi layaknya tinggi ternyata lebih rendah dibandingkan provinsi yang akses sanitasi layaknya rendah. Walau korelasi tersebut tidak menjelaskan secara eksplisit hubungan sebab-akibat, secara statistika korelasi antara kedua kondisi ini cukup tinggi. Seberapa serius keadaan di Indonesia? WHO mendefinisikan bahwa stunting dianggap masalah kesehatan masyarakat yang berat bila prevalensinya sebesar 30–39 persen, dan dianggap masalah serius bila prevalensinya ≥40 persen. Riskesdas 2013 menunjukkan sebanyak 14 provinsi termasuk kategori berat, dan 15 provinsi termasuk kategori serius. Hal ini berarti di 85% provinsi di Indonesia, anak-anak terancam tidak dapat bertumbuh tinggi badannya secara optimal. Akses sanitasi layak dan air minum memang sudah semestinya mendapatkan prioritas tinggi. Ini karena selain merupakan kebutuhan dasar manusia, akses sanitasi layak dan air minum yang aman mendukung tercapainya kondisi gizi dan tumbuh kembang baik untuk anak-anak dan juga manusia Indonesia secara umum. (Aldy) [1] The Enteropathy of Childhood Diarrhea: What, Why, So What? Gerald T Keusch, MD. Boston University, Boston [2] Fewtrell L et al (2007). Water, sanitation and hygiene: quantifying the health impact at national and local levels in countries with incomplete water supply and sanitation coverage. WHO Environmental Burden of Disease Series No. 15. World Health Organization, Geneva, 2007. [3] Spears D. (2013). How much international variation is child height can sanitation explain? World Bank policy research paper, No WPS 6351.
Artikel Terkait |