Menuai Rupiah Dari Tempat Sampah dan Air Limbah28 Maret 2013 Pak Mul, begitulah biasanya lelaki paruh baya ini dipanggil oleh para pelanggannya yang sebagian besar ibu rumah tangga. Cara Mul dalam memanfaatkan tempat sampah dan air limbah memang sangatlah unik dan berbeda dari kebanyakan orang. Pasalnya, Mul memanfaatkan bak sampah dan air limbah untuk membudidayakan ikan lele. Menurut Mul, keinginan mengelola tempat sampah dan air limbah menjadi kolam ternak ikan lele berawal ketika warga Petemon sudah sangat terganggu dengan masalah sampah yang tidak pernah bisa terselesaikan di daerahnya. “Jadi begini, bak sampah yang saya gunakan untuk pembesaran lele ini awalnya merupakan masalah bagi warga Jalan Petemon IV. Sebab, sampahnya selalu menggunung, sehingga menimbulkan bau menyengat dan mengundang lalat berkerumun,” ungkapnya. Dia mengatakan, banyak warga yang mengeluh akibat kondisi tersebut. “Terlebih, saat tidak ada petugas tumpukan sampah akan semakin tinggi dan sangat menganggu kenyamanan,” ujar Mul. Berangkat dari itu, melalui rapat RT akhirnya diputuskan bahwa setiap rumah harus memiliki tempat sampah masing-masing. Adanya keputusan itu membuat tempat sampah yang ada di wilayah Petemon diputuskan untuk dihancurkan karena tidak digunakan lagi. Mul mengatakan, keputusan itulah yang akhirnya membuat dia beralih profesi dari seorang supir menjadi peternak ikan lele. “Saat mengetahui keputusan itu, saya merasa sangat prihatin, tapi untungnya bersamaan dengan itu saya mendengar tentang STBM dan mengikuti pelatihannya. Pada pelatihan tersebut saya pun diajarkan secara langsung mengenai penerapan teknologi pengelolaan sampah dan limbah cair rumah tangga. Sejak itulah ide untuk beternak lele dengan memanfaat bak sampah dan air limbah muncul,” paparnya rinci. Mul menerangkan, saat mulai untuk beternak lele dia mendapat bantuan bibit ikan dari pemerintah Surabaya melalui Dinas Pertanian. “Saat awal saya juga mencampur bibit dari Dinas dengan bibit lele milik saya sendiri,” tutur bapak tiga anak ini. Mulyono menunjukkan ikan lele yang dibiakkan di bekas bak sampah dengan memanfaatkan air got yang sudah disaring dengan filter sederhana (di atas bekas bak sampah).Lebih lanjut, dia menambahkan, air pembudiyaan ikan lele sendiri diambil dari air selokan yang telah dipompa menggunakan filter sederhana. “ Filter tersebut pun saya buat sendiri,” jelasnya. Adapun bahan yang digunakan pada alat filtrasi adalah zeolit, arang aktif, kerikil, pasir, dan ijuk yang diletakkan dalam wadah kaca. Bukan hanya disambut antusias, ide Mul memanfaatkan tempat sampah untuk beternak lele juga didukung oleh warga “Bahkan, kami merasa senang, karena semenjak Pak Mul beternak lele kami dapat dengan mudah belanja ikan tanpa harus jauh ke pasar,” ujar seorang ibu rumah tangga yang juga merupakan pelanggan setia pak Mul. Berkat idenya tersebut, lebih dari 15 tempat sampah yang tidak terpakai kini telah beralih fungsi menjadi tempat ternak lele. “Saat panen tiba, lele saya sangat cepat habis terjual, karena biasanya saya membandrol lele dengan harga lebih murah dari pasar,” katanya. Dengan tekad untuk terus menjalankan 5 pilar STBM kini Mul juga tengah membuat Rotary Composter untuk mengolah sampah basah menjadi kompos. Harapannya, volume sampah yang dibuang menjadi berkurang, sehingga lalat dan bau pun tak lagi mengganggu warga. “Langkah ini merupakan salah satu upaya saya dalam menjadikan Petemon sebagai desa STBM, selain itu juga untuk membantu pemerintah dalam mewujudkan Surabaya yang lebih sehat, bersih dan asri” pungkas Mul. Ratih A. Dewi – High Five Surabaya
(Editor. Cheerli).
|