Uganda, Kolombia Temukan Alternatif Sampah Plastik

11 November 2014
Dibaca : 2105 kali

Pabrik di Kampala mendaur ulang 3 juta kilogram sampah plastik per tahun, sementara masyarakat di Kolombia membangun rumah dengan bahan daur ulang.

Orang-orang di seluruh dunia menggunakan wadah plastik sekali buang untuk air, makanan dan bahan lainnya karena kepraktisan dan bobot yang ringan

Namun jika tidak dibuang dengan benar, plastik-plastik ini dapat mengotori daerah-daerah berpenduduk, mencemari sistem-sistem perairan dan menciptakan kerusakan lingkungan.

Sampah plastik adalah masalah nyata di banyak negara miskin. Sebuah negara di Afrika dan satu lagi di Amerika Selatan telah mengubah ancaman tersebut menjadi manfaat.

Sistem pembuangan air di ibukota Uganda, Kampala, memberikan penghidupan bagi ratusan orang yang mengumpulkan sampah yang dibuang dengan ceroboh.

David Kibande mengelola sekitar 10 pekerja yang mengumpulkan sampai 10 ton sampah plastik per minggu, dan menjualnya dengan harga sekitar Rp 9.000 per kilogram. Kibande mengatakan orang-orang yang ia awasi akan jadi pengangguran jika tidak ada pekerjaan itu. Sekarang, mereka menghasilkan uang sambil membantu membersihkan kota.

Lebih dari setengah sampah di ibukota Uganda tidak dikumpulkan oleh dinas kebersihan kota yang kekurangan pegawai dan dana. Banyak sampah berakhir di saluran-saluran pembuangan air, perairan, jalan dan lahan kosong.

Pihak berwenang bidang lingkungan mengatakan sekitar 600 ton plastik dibuang di Kampala setiap hari.

Perusahaan-perusahaan swasta, seperti Lembaga Daur Ulang Plastik (PRI), yang dikelola perusahaan minuman Afrika Selatan SABMiller, telah mengambil langkah untuk membantu mengurangi sampah dengan mempekerjakan orang-orang untuk mengumpulkan sampah plastik untuk didaur ulang.

Pabrik di Kampala mendaur ulang 650 kilogram plastik per jam dan lebih dari 3 juta kilogram per tahun, yang berarti sangat mengurangi sampah yang dibuang ke lingkungan Uganda.

Plastik-plastik itu dipilih, dicuci dan diproses untuk pembuatan produk-produk plastik lainnya, termasuk ubin dan atap.

Di benua yang lain, sebuah inisiatif swasta yang disebut "Organizmo" mengajar murid-murid mencampur botol plastik dengan pasir, tanah liat dan sedotan untuk membangun rumah yang berkelanjutan di Kolombia tengah.

"Jika kita dapat memahami bagaimana kita membuang sampah dan mengkonsumsi dan menggabungkannya dalam siklus-siklus di sekeliling kita, hal itu dapat mengarah pada praktik-praktik daur ulang, pemakaian ulang dan pengetahuan akan lahan," ujar Ana Maria Gutierrez, direktur dan pendiri Organizmo.

Murid-murid dari Kolombia dan negara-negara lainnya belajar cara menggunakan sampah dan bahan alami untuk membangun rumah pertanian yang "hijau", yang mencakup sistem pengolahan air hujan dan kompos toilet.

Lucia Cano, seorang arsitek dari Spanyol, mengatakan ia datang untuk mempelajari bagaimana menggabungkan aspek-aspek perawatan lingkungan dalam profesinya.

"Empat puluh persen emisi karbon datang dari konstruksi di seluruh dunia. Jadi jika arsitek ingin membangun, kita harus mempertimbangkan bahaya potensial untuk generasi-generasi kita, dan bahwa kita dapat menghancurkan alam," ujarnya.

Para ahli lingkungan sering mengutarakan bahwa melindungi alam dan sumber dayanya tidak harus mahal. Sebagian besar hanya perlu inisiatif dan kegigihan untuk membangun kebiasaan-kebiasaan baik.

Sumber: Link

Share