Indonesia Rugi Rp56 Triliun akibat Air Minum Dan Sanitasi Buruk
30 Oktober 2013
Dibaca : 1527 kali
Metrotvnews.com, Jakarta: Indonesia menderita kerugian Rp56 triliun per tahun akibat buruknya kondisi air minum dan sanitasi.
Angka tersebut setara dengan 2,3% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB),
setara 25% anggaran pendidikan nasional per tahun dan setara dengan
biaya untuk menyediakan 12 juta hingga 15 juta toilet layak.
Data dari Water Sanitation Programme (WSP) World Bank pada 2008
menunjukkan sanitasi yang buruk menyebabkan kerugian sebesar Rp1,4
Triliun di sektor pariwisata dan Rp 29 Triliun di sektor kesehatan.
Sanitasi yang buruk juga menyebabkan diare dan gizi buruk pada anak.
Disebutkan, sebanyak 1,4 juta anak meninggal akibat diare yang diakibatkan buruknya sanitasi dan air minum.
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono
mengatakan pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menyediakan air
minum dan sanitasi bagi masyarakat. Hal itu wajib dicapai demi kondisi
kesehatan masyarakat, termasuk juga untuk pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi guna meningkatkan daya saing masyarakat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pekerjaan
Umum 2013, penduduk yang sudah memiliki akses terhadap sanitasi layak
baru mencapai 57,35% dari 62,41% yang ditargetkan. "Hal ini berarti
dibutuhkan penambahan layanan sanitasi 18 juta jiwa," kata Menko Kesra,
Selasa (29/10).
Sementara itu, penyediaan pelayanan air minum baru mencapai 58,05% dari
target 68,87%. Masih terdapat selisih 33 juta jiwa agar target tersebut
terpenuhi.
Terkait hal tersebut, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas) Dedy Supriadi Priatna mengatakan pengelolaan air
limbah atau sewerage di Indonesia baru 1% dan merupakan yang terendah di Asia Tenggara.
Padahal, pengelolaan air limbah di Singapura sudah mencapai 100% dan
Malaysia 95%. Sedangkan Vietnam yang baru merdeka pengelolaan air
limbahnya sudah mencapai 65%. (Vera Erwaty Ismainy)
Editor: Patna Budi Utamisumber