Berbagi Inspirasi "Air Untuk Semua" Pembiayaan Alternatif dan Pelibatan Dunia Bisnis Untuk Mempercepat Pencapaian Target Akses Universal Indonesia 2019

28 Oktober 2016
Dibaca : 2254 kali

Jejaring Kelompok Kerja (Pokja) Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) menggelar Forum Inspirasi “Air Untuk Semua” pada 26 Oktober 2016 bertempat di Epicentrum Walk, Jakarta. Di dalam forum yang bertemakan “Air Untuk Semua” ini para inspirator berbagai terobosan dan alternatif cara untuk mengejar sisa capaian target 30% akses air minum atau Akses Universal untuk Indonesia pada 2019 mendatang. Skema pembiayaan kredit mikro dan pelibatan dunia bisnis menjadi salah satu pesan kunci dalam forum ini. Forum Inspirasi “Air Untuk Semua” dihadiri oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang P. S. Brodjonegoro, Deputi Kementerian PPN/Bappenas Bidang Pengembangan Regional, Arifin Rudiyanto, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Sigit Priohutomo, pegiat serta ketua pertama Jejaring AMPL, Oswar Mungkasa, serta beberapa inspirator lainnya.

Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang P. S. Brodjonegoro mengatakan dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), Indonesia dinilai telah berkinerja baik dalam bidang air minum dan sanitasi. Sampai tahun 2015, akses air minum Indonesia telah mencapai 70,97%  atau meningkat rata-rata 3,8% per tahun sejak tahun 2009, sedangkan sanitasi telah mencapai 62,14%, atau meningkat sekitar rata-rata 2% per tahun sejak tahun 2009 (BPS, 2015). Untuk mencapai target akses universal seperti yang ditargetkan dalam RPJMN 2015-2019, Indonesia perlu meningkatkan sebesar 2-3 kali lipat angka peningkatan akses per tahunnya hingga 2019.

“Inisiasi dan terobosan terus dikembangkan untuk mempercepat pencapaian target pembangunan air minum dan sanitasi yang bermanfaat pada peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dan menurunnya dampak ekonomi akibat buruknya kualitas lingkungan,” ujar Bambang.

Lebih lanjut Bambang mengatakan masyarakat dan pihak swasta merupakan mitra potensial yang dapat bersinergi dengan dukungan pemerintah. Dalam pembangunan sistem penyediaan air minum dan sanitasi, ada komponen yang memerlukan kontribusi masyarakat, seperti pembangunan jamban keluarga, pembangunan sambungan rumah (SR) dari jaringan distribusi air minum, dan lain-lain. Kontribusi masyarakat sangat besar. Studi Program Management Unit Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) di 7 kab/kota tahun 2015, masyarakat berkontribusi rata-rata sebesar 38% dalam kurun waktu 2008-2014. Sedangkan berdasarkan perhitungan pemenuhan MDGs bidang sanitasi tahun 2010-2014, estimasi kontribusi masyarakat adalah sekitar 20%.

Begitu juga dengan pihak swasta, Bambang menambahkan selain dari sisi bisnis, kemitraan dengan swasta dalam kerangka Corporate Social Responsibility merupakan satu aspek yang perlu disinergikan dengan dukungan pemerintah. Skema-skema CSR yang inovatif dan kreatif dari pihak swasta merupakan contoh bagi pemerintah untuk terus berkembang menciptakan kerangka kerjasama yang saling menguntungkan baik untuk pemerintah, pihak swasta, dan terutama masyarakat. Sebaliknya, insiatif-inisiatif pemerintah dapat pula direplikasi dan di-scale up oleh swasta. 

Di kesempatan yang sama Deputi Bidang Pengembangan Regional Bappenas, Arifin Rudiyanto mengatakan bahwa cakupan air minum nasional sampai tahun 2015 yakni sebesar 70,97%. Angka tersebut melebihi target MDGs Indonesia yaitu 68,86%. Seperti yang terkandung dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 bahwa pada 2019 akses air minum sudah mencapai 100%. “Pemerintah masih perlu meningkatkan pencapaiannya untuk mengejar target di daerah pedesaan. Itu artinya kita harus bekerja keras untuk merealisasikan gap akses existing dan target, kira-kira sekitar 30%. Hal itu berarti rata-rata per tahun harus ada kenaikan sebesar 6%,” jelas Arifin.

Arifin memaparkan bahwa untuk mencapai target tersebut dibutuhkan dana sebesar Rp274,8 triliun dan APBN maksimal hanya menyediakan 30% dari kebutuhan dana yang dibutuhkan sehingga peran serta dan kontribusi semua elemen pembangunan sangat diharapkan. Berbagai upaya termasuk terobosan akses kredit mikro kepada warga guna mendapatkan akses air minum tentu akan menjadi alternatif pendanaan.

Skema pembiayaan alternatif dapat menjadi pilihan bagi masyarakat dan penggiat penyediaan akses air minum maupun sanitasi. Seperti halnya yang telah dilakukan oleh PD BPR BKK Purwodadi Kabupaten Grobogan dengan kredit mikro dalam program BKK Air. Direktur Umum PD BPR BKK Purwodadi, Koesnanto SH mengatakan BPR BKK Purwodadi menetapkan target sebanyak 12.000 masyarakat mendapatkan fasilitas kredit pembuatan jamban sehat, sanitasi sehat dan air minum melalui skema kredit BKK Air yang akan tercapai dalam jangka waktu 3 tahun.

“Sampai dengan September 2016, pencapaian kredit BKK Air yakni 8.649 jiwa penerima manfaat dari 2.355 nasabah dengan total realisasi pinjaman sebesar Rp3.238.000.000,” ujar Koesnanto.

Selain pembiayaan kredit mikro oleh PD BPR Purwodadi Kabupaten Grobogan, AQUA kembali meluncurkan program AQUA “Satu untuk Sepuluh” yang bekerjasama dengan mitra AMPL untuk mengembangkan alternatif pembiayaan kredit mikro untuk peningkatan akses air bersih dan sanitasi. Vice President General Secretary Danone Indonesia, Leila Djafaar mengatakan ini adalah bentuk komitmen dari AQUA untuk mendukung program pemerintah mewujudkan target Akses Universal 2019. Dalam pelaksanaannya, program “Satu untuk Sepuluh” 2016 akan diterapkan dengan skema pembiayaan kredit mikro. Melalui program ini konsumen dapat berkontribusi dengan cara yang mudah. Setiap 1 liter AQUA berlabel khusus yang dikonsumsi maka AQUA akan menyediakan 10 liter air bersih untuk masyarakat yang membutuhkan.

“Kami berharap dengan skema ini, program peningkatan akses air bersih dan sanitasi yang dilakukan akan memiliki dampak yang lebih luas dan berkelanjutan,” ujar Leila. (Rini Harumi)

Share