Pertukaran Pengalaman praktek baik STBM di Provinsi NTT

14 September 2017
Dibaca : 3968 kali

Dalam kegiatan review STBM yang dilaksanakan oleh Pokja AMPL Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tanggal 24 – 25 Juli 2017 di Kupang, selain mereview progress dan tantangan yang ada, Kabupaten – Kabupaten yang hadir diberi kesempatan untuk saling bertukar cerita praktek baik dalam pelaksanaan STBM di kabupaten masing – masing.

Adapun kegiatan ini dilaksanakan untuk mengevaluasi program STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) di Provinsi NTT, khususnya terkait kerjasama pemerintah RI dengan UNICEF didukung oleh BMGF (Bill and Melinda Gates Foundation) dalam upaya mengeliminasi praktek Buang Air Besar Sembarangan dengan mendorong pelakasanaan STBM. Sesuai mekanisme yang disepakati, UNICEF mendukung 2 Kabupaten fokus yaitu: Alor dan Sumba Timur, dan Pemerintah Provinsi NTT mereplikasi/ mengembangkan di 4 kabupaten lainnya, yaitu Kabupaten Kupang, Sikka, Nagekeo dan Sumba Barat Daya. Empat kabupaten ini disebut sebagai kabupaten non-fokus UNICEF. Adapun dalam perkembangannya, kabupaten Sumba Barat Daya menjadi bagian dari daerah fokus intervensi UNICEF, walaupun dengan skema bantuan bukan dari BMGF.

Selain perwakilan Pokja AMPL Provinsi NTT dan Pokja AMPL dari 6 kabupaten di atas, dalam kegiatan ini hadir pula perwakilan dari Pokja AMPL Nasional, Aldy Mardikanto dari Direktorat Perkotaan, Perumahan dan Permukiman BAPPENAS. Dalam presentasinya, Aldy menekankan pentingnya agenda pasca SBS (Stop Buang Air Besar Sembarangan).

“STBM sudah dilaksanakan dengan masif dengan support system yang lengkap. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya terdapat indikasi warga yang tidak menggunakan toilet yang sudah dibangun atau kembali ke perilaku buang air besar sembarangan, oleh karna itu diperlukan penguatan Skema Monitoring Pasca SBS sehingga desa yang sudah SBS tidak kembali BABS (Buang Air Besar Sembarangan).” Jelas Aldy.

Salah satu agenda kegiatan yang dilaksanakan dalam review STBM ini adalah talkshow, dimana setiap perwakilan Pokja AMPL yang hadir, baik dari tiap kabupaten maupun provinsi diberi kesempatan untuk saling berbagi cerita baik pelaksanaan STBM di lapangan. Kegiatan ini juga diliput oleh media massa dan radio lokal serta dimoderatori oleh Ana Waha Kolin, seorang anggota Pokja AMPL Provinsi NTT.

Dalam talkshow ini banyak sekali cerita baik yang dibagikan, yang diawali oleh Pokja Kabupaten Alor, oleh Andreas Blegur. Andreas menjelaskan, untuk mendukung visi kesehatan di Kabupaten Alor terkait sanitasi, pemerintah Kabupaten Alor mengeluarkan  Peraturan Bupati Nomor 14 tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang dukung Roadmap STBM 2014 - 2019 dan Instruksi Bupati untuk percepatan STBM. Bukan hanya itu saja, seluruh desa di Kabupaten Alor ditargetkan sudah ODF pada tahun 2019 sesuai dengan target RPJMD Kabupaten Alor tahun 2015 – 2019. Landasan hukum inilah yang memacu Kabupaten untuk bertindak cepat dalam upaya pencapaian Kabupaten ODF. Pada saat ini, 110 Desa telah terverifikasi ODF, 2 masih klaim ODF dan 63 desa belum ODF.

“Walaupun jumlah desa ODF kami sudah cukup baik, tetapi salah satu taget kami adalah menjaga kualiatas desa – desa tersebut pasca ODF. Oleh karena itu kami melakukan survey untuk mengecek apakah masyarakat masih mempertahankan starus ODF mereka atau tidak. Hasil survey kami menunjukkan bahwa, dari 6 Desa yang disurvey, ada 5 Desa yang warganya kembali BABS dengan presentasi 8-13%. Hal ini diakibatkan oleh sarana air dan sanitasi yang rusak serta sebagian masyarakat yang bekerja di kebun, ada yang kembali buang BABS saat bekerja.” Andre menjelaskan.

Dalam talkshow ini, Kabupaten Sumba Timur diwakili oleh Camat Katala Hamu Lingu (Kahali). Salah satu praktek baik tekait STBM terjadi di Kecamatan Kahali, dimana pada tahun 2014 seluruh warga di kecamatan ini bersepakat melalui sumpah adat untuk perang melawan sakit. Salah satu gerakan yang dilakukan adalah membangun jamban dan menggunakannya. Untuk memastikan masyarakat menggunakan jamban yang dibangun, Camat bekerja sama dengan Puskesmas, TNI dan Polri setempat untuk melakukan monitoring. Tim monitoring ini dikenal dengan Tim “Tusuk WC”, yang mana tugas mereka adalah mengecek apakah jamban atau WC yang ada di rumah warga benar – benar mereka gunakan. Perjuangan Kecamatan Kahali berbuah manis, pada tahun 2015 Kecamatan Kahali dinyatakan telah bebas dari praktek BABS.  

Strategi Pemicuan Di Kabupaten Sikka

Cerita baik yang berikutnya datang dari Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD). Melihat kondisi pencapaian STBM yang belum optimal, pada tahun ini pemerintah Kabupaten SBD menggelontorkan dana yang cukup besar untuk mendukung program STBM, yaitu 1,369 milyar rupiah. Anggaran ini digunakan juga untuk membiayai Pokja AMPL kecamatan yang totalnya mencapai lebih dari 600 juta rupiah.

“Penganggaran ini dapat terwujud karena adanya advokasi yang didasari oleh rasa peduli,” ujar Marthen, anggota Pokja AMPL Kabupaten SBD.

Cerita praktek baik tidak saja datang dari Kabupaten fokus intervensi UNICEF, akan tetapi juga dari Kabupaten non-fokus. Ibu Telly Gandut dari Pokja AMPL Kabupaten Sikka bercerita tentang salah satu Sanitaran teladan di Kabupaten Sikka yang mendapat penghargaan di tingkat nasional. Sanitarian tersebut melakukan pemicuan dengan cara yang cukup berbeda dari yang lain. Sanitarian ini melakukan pemicuan di Gereja, kebetulan di Kabupaten Sikka mayoritas masyarakatnya beragama Katolik. Sanitarian tersebut meminta waktu 15 menit setelah misa untuk melakukan promosi kesehatan, terutama untuk memicu masyarakat supaya tidak lagi melakukan BABS.

Bukan hanya di Gereja, pemicuan juga dilakukan pada saat doa berkelompok di rumah warga. Di Kabupaten Sikka, kepala desa juga mendukung pelaksanaan STBM dengan melaksanakan kontrak jamban. Yang mana, warga yang belum memiliki jamban melakukan kontrak perjanjian dengan kepala Desa dan warga diberi waktu untuk sudah memiliki jamban pada batas waktu tertentu. Jika melanggar kontrak ini, bantuan sosial yang harus diterima warga ditangguhkan sampai kontrak pembangunan jamban ini dilaksanakan.

“Ini adalah pelajaran baik yang bisa dicontoh tenaga kesehatan yang lain, dimana keberhasilan dapat dicapai dengan bekerja sama, bukan hanya dengan pimpinan wilayah tetapi juga tokoh agama. Kecamatan dampingan sanitarian teladan di Kabupaten Sikka ini pada tahun 2014 menjadi Kecamatan STBM, bukan hanya ODF.” jelas Telly.

Kabupaten Kupang juga ikut berpartisipasi dalam acara talkshow ini. Cerita baik yang dibagikan adalah tentang jamban disabilitas. Untuk menjamin sebuah desa 100% ODF, semua warga harus memilki akses jamban. Oleh karena itu, dengan dukungan fasilitasi dari PLAN Indonesia dan Asosiasi Wirausaha Sanitasi di kabupaten Kupang, Pemerintah daerah membantu para warga yang berkebutuhan khusus termasuk anak – anak dan Ibu hamil. Dengan hal ini, semua warga dapat memiliki akses sanitasi dasar yang sama.

Talkshow ini diakhiri dengan sharing oleh Pokja AMPL Provinsi NTT yang diwakili oleh Sony Tella yang menjelaskan tentang tugas dan kegiatan yang dilakukan oleh Pokja AMPL Provinsi, yaitu Koordinasi, advokasi, monitoring dan evaluasi. Pokja AMPL Provinsi NTT memiliki alat monitoring terpadu berbasis android yang memudahkan proses monitoring dan evaluasi kegiatan AMPL dan juga STBM di Kabupaten/Kota. Sebagai upaya mencapai taget universal akses sanitasi, STBM juga telah dimasukkan sebagai salah satu target yang harus dicapai dalam RPJMD Provinsi NTT Tahun 2013 – 2018.

 “Tugas membangun NTT adalah tugas kita semua, bukan tugas pemerintah saja” ujar Ambrosius Kodo. S. Sos, Kepala Bidang Pemerintahan dan Sosial Budaya pada saat menutup acara review STBM ini, mewakili Kepala Bappeda Provinsi NTT. (Silvia Anastasia Landa)

Share