Sejarah Perkembangan Drainase Perkotaan

Pendahuluan

Drainase berasal dari bahasa Inggris drainage yang mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.

Bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receiving waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya seperti gorong-gorong, siphon, jembatan air (aquaduct), pelimpah, pintu-pintu air, bangunan terjun, kolam tando, dan stasiun pompa.


Sejarah Perkembangan Drainase Perkotaan

Manusia sudah mulai memikirkan tentang sistem pembuangan limpasan air hujan sejak jaman Romawi kuno. Bangunan drainase perkotaan pertama kali dibuat di Romawi berupa saluran bawah tanah yang cukup besar, yang digunakan untuk menampung dan membuang limpasan air hujan. Pada awalnya, sistem drainase dibangun hanya untuk menerima limpasan air hujan dan membuangnya ke badan air terdekat. Desain dan pembangunannya belum dilakukan dengan baik. Saluran bawah tanah yang terbuat dari batu dan bata mengalami rembesan yang cukup besar, sehingga kapasitasnya jauh berkurang. Pada beberapa kasus, saluran tidak mempunyai kemiringan yang cukup, sehingga air tidak lancar (stagnant) dan terjadi genangan dalam saluran setelah terjadi hujan.

Sampai saat ini kota-kota di Indonesia masih menggunakan sistem drainase tercampur tanpa dilengkapi dengan fasilitas instalasi pengolah air limbah (IPAL). Hal ini tentu saja mengkhawatirkan untuk masa mendatang mengingat air limbah yang dibuang ke sistem drainase makin meningkat volumenya dengan kualitas yang makin menurun.

sumber: Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan oleh D. Ir. Suripin, M.Eng