Menyebarkan Kasih Sayang dari Sampah

Sumber:kompas.com - 3 Februari 2014
Kategori:Sampah Jakarta

Nur Aisyah (47), ibu empat anak, terlihat sibuk memilah-milah sampah kertas dan plastik di Depo Pendidikan Pelestarian Lingkungan Tzu Chi, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, Kamis (23/1). Di kausnya terlihat bercak-bercak air, karena Nur sempat kehujanan ketika datang ke depo itu. Nur mengaku, setidaknya dia datang ke depo itu tiga kali seminggu, untuk memilah-milah sampah daur ulang.

Nur tidak sendirian. Ada banyak sukarelawan yang rajin datang ke depo untuk membantu memilah sampah. Sukarelawan yang datang dari berbagai macam latar belakang, setiap Sabtu dan Minggu bekerja di depo-depo. Bahkan di depo Duri Kosambi, Jakarta Barat, sukarelawan yang datang adalah nenek-nenek yang berusia 70-80 tahun.

Nur, yang sehari-hari tidak bekerja, mengaku senang membantu memilah sampah karena dia tahu sampah-sampah ini bisa dijual, dan uangnya dipakai untuk kegiatan sosial. ”Saya tidak bisa membantu uang, bisanya membantu tenaga saja. Saya sudah dibantu yayasan dengan boleh tinggal di rusun (rumah susun) dan anak saya disekolahin,” ujar Nur.

Yayasan Tzu Chi memang menanamkan sampah bisa diubah menjadi emas, dan emas bisa diubah menjadi kasih sayang yang bisa disebarkan ke seluruh dunia. Sampah yang menjadi persoalan besar di Indonesia bisa dikurangi dengan cara didaur ulang. ”Dengan rajin mengumpulkan sampah, masyarakat juga terdorong untuk tidak menciptakan sampah. Jika sampah berkurang, lingkungan kita akan lebih lestari dan sehat,” jelas Suriadi, Sekretaris Jenderal Yayasan Tzu Chi Indonesia.

Sejak mengumpulkan sampah daur ulang tahun 2003, Yayasan Tzu Chi rajin mengampanyekan cinta lingkungan dengan cara mengumpulkan sampah daur ulang. Sampah- sampah itu dikumpulkan di enam depo yang ada di Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Di sana, sampah-sampah itu dipilah-pilah, lalu dijual. Uang hasil penjualannya digunakan untuk kegiatan sosial. Menurut Suriadi, penjualan sampah dilakukan secara lelang sehingga mereka mendapatkan harga yang terbaik.

Awal pertama kegiatan pengumpulan sampah untuk menjaga lingkungan berasal dari Taiwan. Ketika itu Master Cheng Yen, Pemimpin Buddha Tzu Chi seluruh dunia, mengajak masyarakat untuk mengumpulkan sampah, memilah, dan menggunakan uang hasil penjualan sampah untuk kegiatan cinta kasih. Uang hasil penjualan sampah itu kini bisa membiayai 40 persen dari biaya operasional DAAI TV, saluran televisi yang digunakan untuk mengampanyekan kasih sayang dan cinta kepada bumi.

Di Jakarta, Suriadi mengatakan, penghasilan dari penjualan sampah daur ulang telah mencapai Rp 150 juta per bulan. Uang itu dipakai untuk kegiatan sosial yang diselenggarakan Yayasan Tzu Chi. Sementara itu di Medan, uang hasil penjualan sampah itu dipakai untuk membiayai operasional DAAI TV Medan. Sampah-sampah itu dikumpulkan dari perkantoran dan kompleks perumahan menengah atas.

Sampah bersih
Kini, Yayasan Tzu Chi sedang mengampanyekan untuk mengumpulkan sampah bersih dari asalnya. Jadi sebelum diserahkan untuk didaur ulang, sampah-sampah itu sudah bersih. Misalnya, botol bekas kecap harus dicuci lebih dulu. Dengan demikian tidak menimbulkan bau saat disimpan.

Selain itu, Yayasan Tzu Chi juga rajin mendatangi kantor, pabrik, dan sekolah-sekolah untuk mengampanyekan pengumpulan sampah daur ulang ini. Kampanye itu tidak semata-mata mengumpulkan sampah untuk Tzu Chi, tetapi lebih ditekankan untuk menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan.

”Jika sampahnya mau dijual sendiri, lalu uangnya untuk disumbangkan ke tempat lain bukan ke Tzu Chi, ya tidak apa-apa. Yang penting tidak ada sampah daur ulang di tong sampah,” jelas Suriadi.

Dia mencontohkan, satu bulan terakhir, pihak Korem Wijaya Kusuma yang wilayahnya meliputi Jakarta Barat, Bekasi, dan Tangerang juga sudah tertarik mengumpulkan sampah. Seluruh prajurit Korem Wijaya Kusuma harus membawa sampah daur ulang dari rumah setiap hari Jumat. Sampah itu dikumpulkan di markas, lalu dijual. Uangnya dipakai untuk dana sosial Korem, bukan diserahkan kepada Tzu Chi.

Kampanye melestarikan lingkungan ini sebenarnya sudah dilakukan oleh banyak pihak, termasuk pemerintah. Namun, banyak kampanye yang hanya berupa imbauan. Masyarakat tidak diberikan jalan bagaimana cara melakukannya, sehingga kampanye itu tetap berupa kata-kata indah di papan-papan reklame di jalan. Padahal jika didorong menjadi sebuah gerakan nyata, masyarakat bisa merasakan sendiri pentingnya memelihara lingkungan tempat tinggal mereka.



Post Date : 03 Februari 2014