24 Sungai di Cirebon Tercemar Berat

Sumber:Republika - 15 Juli 2005
Kategori:Drainase
CIREBON--Program kali bersih di wilayah Kabupaten Cirebon tampaknya kurang berhasil. Pasalnya tingkat pencemaran pada sejumlah kali di wilayah ini semakin tinggi.

Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Perkebunan Pemerintah Kabupaten Cirebon menemukan kondisi sebanyak 24 sungai di daerah ini sangat tercemar atau masuk kategori D. Sehingga air kali tersebut tidak bisa lagi digunakan untuk air minum bahkan untuk ternak sekalipun tidak memungkinkan lagi. ''Hasil pengujian laboratorium menunjukkan seperti itu yang berarti masuk katagori terbawah dan tidak memungkinkan lagi untuk dikonsumi,'' ujar Kepala Seksi Analisa dan Sengketa Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Perkebunan, Yogi Suprayogi, Kamis (14/7).

Melihat kenyataan tersebut, lanjut dia, kini sudah saatnya setiap rumah tangga maupun industri untuk membuat pengolahan limbah sebelum hasil buangan dialirkan ke sungai. Ia mengungkapkan, mestinya sejak dini perlu ada kewajiban bagi setiap pengembang untuk membuat pengolah limbah dari hasil buangan rumah sebelum disalurkan ke saluran pembuangan. Karena sampai saat ini belum ada saluran khusus buangan sehingga pada akhirnya akan bersatu di sungai-sungai terdekat.

''Sekitar 80 persen pencemar itu berasal dari buangan rumah tangga seperti sabun cuci, sabun mandi, dan sampo. Sementara sisanya dari sejumlah industri besar dan kecil yang membuang limbahnya ke kali,'' katanya. Pencemaran sungai, kata dia, juga berarti telah menyumbang bagi pencemaran air bawah tanah di daerah ini, sehingga kualitas air sumur setiap tahun dipastikan akan semakin menurun.

Para pengelola industri besar dan kecil juga masih saja membuang limbahnya sembarangan. Menurut Yogi, di wilayah Cirebon masih sedikit industri yang mempunyai kesadaran untuk membuat sistem intalasi pengolahan air limbah (Ipal). Biasanya mereka baru tergerak setelah ada sengketa atau protes dari warga sekitarnya. Perkembangan industri yang semakin luas, tambahnya, akan menjadi faktor pendorong pencemaran kali. Karena itu ia menyarankan agar pemkab lebih bersikap tegas untuk menolak memberikan izin bagi industri atau pabrik yang belum dilengkapi Ipal yang baik.

Lebih dilematis, lagi, kata Yogi, ada instansi pemerintah yang belum mempunyai Ipal, seperti rumah sakit pemerintah daerah yaitu RSUD Waled dan RSU Arjawinangun. Padahal RS Mitra Plumbon yang baru beberapa tahun berdiri sudah mempunyai Ipal. ''Kita meminta pihak swasta untuk memenuhi aturan pengelolaan lingkungan, tetapi di pemerintah sendiri masih ada yang belum memenuhi dengan alasan usulan Ipal selalu dicoret legeslatif,'' katanya menyindir pengelola RSU Waled dan RSU Arjawinangun.

Namun ia mengakui, salah satu kendala pengolahan limbah cair adalah biayanya yang sangat besar, apalagi untuk mengelola satu wilayah kabupaten. Namun untuk menyiasatinya perlu ditempuh kebijakan pengelolaan minimal untuk wilayah ibukota kecamatan yang diprediksi akan berkembang menjadi kota mandiri. ''Kota Cirebon telah mempunyai saluran drainase limbah, dan itu bisa dijadikan contoh untuk kota kecamatan,'' katanya.

Selain, pengelolaan air limbah, perilaku masyarakat yang masih suka membuang sampah di sungai menjadi faktor yang ikut memperparah pencemaran sungai. Demikian juga perilaku menuci dan mandi serta buang hajat di sungai. Jika kebiasaan buruk itu masih terus berlanjut, tingkat pencemaran sungai akan semakin parah, dan hal itu bisa membahayakan warga sekitar kali. Padahal setiap tahun, kata Yogi, kebutuhan air bersih akan semakin tinggi tetapi sumbernya hanya itu-itu juga. Sementara kualitas air sumur akan terus mengalami penurunan. ''Jadi kalau tidak sekarang tunggu saja zaman rebutan air bersih,'' katanya mengingatkan. ( ant )

Post Date : 15 Juli 2005