|
Sampang, Kompas - Air bah terjadi di sejumlah daerah di Nusantara dan melumpuhkan aktivitas warga. Di Kabupaten Sampang, Pulau Madura, Jawa Timur, banjir mengakibatkan lima warga tewas. Mereka tak mampu bertahan, terseret arus banjir, saat berusaha mencari tempat yang aman. Kelima korban tewas itu adalah warga Kecamatan Sampang, yaitu Farhan (20), Faruk (23), Hendun (70), Putri (27), dan Syafiudin (41). Jenazah Farhan dan Faruk ditemukan Senin (8/4). Jenazah ketiga korban lainnya ditemukan Selasa. ”Dari keterangan saksi, korban tewas karena terbawa arus yang kuat,” ujar Wakil Kepala Polres Sampang Komisaris Alfian Nurizal. Hingga kemarin, genangan air bah di Sampang mulai surut, dari ketinggian sekitar 100 sentimeter menjadi 50 sentimeter. Warga yang mengungsi ke tempat yang lebih aman juga mulai kembali ke rumah masing-masing. Namun, pertokoan di sepanjang Jalan Wahid Hasyim, Sampang, masih tutup. Pemilik sibuk membersihkan sisa kotoran dari banjir luapan Sungai Kemuning, yang memutus jalur utama Sampang ke Pamekasan. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim Sudarmawan menuturkan, meski surut, banjir di Sampang hingga Selasa masih merendam tiga desa di Kecamatan Sampang. Senin lalu terdapat 16 desa yang terendam air bah. Banjir juga melanda wilayah di Kabupaten Bojonegoro akibat luapan Bengawan Solo. Sebanyak 8.454 rumah yang tersebar di 15 kecamatan di kabupaten itu terendam. Akibatnya, 2.364 warga beserta ribuan ternak mengungsi ke posko pengungsian dan lokasi yang lebih aman. Selain rumah warga, 21 gedung taman kanak-kanak/sekolah dasar, 56 tempat ibadah, dan 93 kilometer jalan tergenang air. ”Bojonegoro masih Siaga Tiga,” ujar Bupati Bojonegoro Suyoto. Ketinggian air Bengawan Solo di papan duga pos pemantau Bojonegoro, Selasa, mencapai 15,55 meter di atas permukaan laut. Suyoto menambahkan, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro mengerahkan alat berat dan menyiapkan 5.000 karung pasir untuk mengantisipasi tanggul di Desa Grape, Kecamatan Kanor, yang rawan terkena luapan Bengawan Solo. Namun, kemarin, genangan banjir Bengawan Solo di Bojonegoro bertambah tinggi. Tiga rumah milik Triyono, Nardi, dan Munasih di Ngablak, Kecamatan Dander, jebol diterjang air. Warga yang mengungsi bertambah. Data BPBD Kabupaten Bojonegoro mencatat, banjir Bengawan Solo itu sudah menerjang 109 desa di 14 kecamatan. Jumlah pengungsi mencapai 2.364 jiwa. Menurut Gubernur Jatim Soekarwo, pemerintah akan membangun bendung gerak Sembayat di Kabupaten Gresik untuk menanggulangi banjir akibat luapan Bengawan Solo. Di Jatim, banjir juga melanda wilayah Kabupaten Madiun dan Ngawi. 6.000 keluarga mengungsi Di Jateng, banjir luapan Sungai Lusi di Kabupaten Grobogan, Selasa, terus meluas. Tanggul pelindung banjir di sungai itu pun jebol di sembilan titik. Banjir membuat 6.000 keluarga dari 17 desa di 8 kecamatan mengungsi. Menurut Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Grobogan Titi Rahayuningsih, Senin lalu air bah baru melanda 12 desa di Kecamatan Grobogan, Purwodadi, Tawangharjo, Brati, Pulokulon, Toroh, dan Wirosari. Namun, Selasa pagi, banjir meluas dan menggenangi Kecamatan Klambu karena tanggul Sungai Lusi di daerah itu jebol. Banjir Sungai Lusi juga menyebabkan arus lalu lintas di jalur lingkar Purwodadi-Semarang di Desa Menduran, Kecamatan Purwodadi, tergenang air setinggi hingga 40 cm. Arus lalu lintas tersendat karena kendaraan harus bergantian berjalan. Di Kudus, aliran air dari Sungai Lusi dan Serang di Grobogan yang meningkat juga mengakibatkan debit air di Sungai Wulan semakin tinggi. Debit air sungai di perbatasan Kudus-Demak itu meningkat 940 liter per detik, dari semula 860 liter per detik. Di bangunan pembagi air, yakni Pintu Banjir Wilalung di Desa Kalirejo, Kecamatan Undaan, Kudus, air meluap menggenangi jalan penghubung desa. Kepala Balai Pengelola Sumber Daya Air Serang Lusi Juwana, Noviyanto, mengemukakan, kenaikan debit air itu menyebabkan tiga tanggul kritis. Ketiga tanggul itu berada di Kecamatan Jati, Kudus, serta di Kecamatan Karanganyar dan Mijen, Demak. Ekonomi terganggu Air bah juga menyebabkan 10 rumah di Desa Maleo, Kecamatan Paguat, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, rusak. Luapan air Sungai Maleo, akibat hujan deras sejak Senin siang, yang bercampur dengan lumpur, papar Mohammad Abdul (30), warga Desa Maleo, menerjang rumah warga. Dinding rumah warga yang terbuat dari kayu pun roboh. Kepala BPBD Kabupaten Pohuwato Ramon Abdjul mengatakan, warga korban banjir untuk sementara belum diizinkan kembali ke rumah mereka. Apalagi, akhir-akhir ini Gorontalo masih diguyur hujan. Di Kalimantan Selatan, banjir yang melanda sebagian wilayah di provinsi itu sejak Senin lalu membuat aktivitas perekonomian masyarakat terganggu. Kebun dan persawahan masih tergenang air meski mulai menyurut. Banjir melanda sebagian wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Tapin, Tabalong, dan Balangan. Di Barabai, ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Tengah, pasar tradisional di daerah itu tergenang air. Di Kabupaten Tapin, ada satu jembatan desa yang terbuat dari kayu putus dan jalan penghubung antardesa longsor. Anomali suhu Pasifik Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), hujan deras yang memicu banjir dan longsor di sejumlah daerah itu terkait anomali cuaca. Suhu muka lautan Pasifik bagian barat mencapai 0,8-1,3 derajat celsius di atas normal. Masyarakat diimbau waspada, sebab di tengah musim kemarau mungkin masih tetap menerima hujan dengan intensitas tinggi. yang bisa memicu banjir dan longsor. ”Bulan April, Mei, dan Juni ini mulai masuk musim kemarau, tetapi masih banyak hujan,” ujar Kepala BMKG Sri Woro B Harijono di Jakarta, Selasa. Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menambahkan, mulai Sabtu lalu hingga Senin terjadi banjir dan longsor, antara lain di Jawa Barat, Jatim, Sulawesi Barat, Sumatera Barat, Banten, dan Aceh. Banjir dan longsor itu menimpa ribuan rumah milik warga. Sejumlah warga dilaporkan tewas.(ETA/BAH/HEN/APO/ACI/ILO/NIK/WER/CHE/NAW) Post Date : 10 April 2013 |